Liputan6.com, Kendari - Perjuangan warga Wawonii Kabupaten Konawe Kepulauan menolak perusahaan pertambangan nikel PT Gema Kreasi Perdana (GKP) dari Konawe Kepulauan mencetak sejarah baru. Warga Wawonii memenangkan gugatan di Mahkamah Agung (MA) yang isinya menolak wilayah pertanian dan perikanan mereka digunakan perusahaan pertambangan nikel.
Sebelumnya, masyarakat ditemani lembaga bantuan hukum, menggugat ke MA pada 20 September 2022. Berjalan tiga bulan, MA kemudian menetapkan sejumlah poin yang membatalkan Perda buatan Pemda yang membuka peluang wilayah Wawonii dikeruk kandungan nikelnya hingga 2041 mendatang.
Hasil keputusan MA menyatakan, pemerintah daerah harus segera merevisi perda Nomor 2 Tahun 2021 pasal 24 huruf d Pasal 28 dan Pasal 36 huruf c tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW) 2021-2041. Diketahui, pasal ini kontroversi ini, sudah menciptakan konflik di antara masyarakat Wawonii sejak 2019.
Baca Juga
Advertisement
Poin kedua, undang undang nomor 1 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-Pulau kecil. Salah satu poinnya, melarang keras adanya operasi tambang di dalam pulau-pulau terkecil.
Selanjutnya, MA menyatakan perda Nomor 2 Tahun 2021 tentang RTRW Kabupaten Konawe Kepulauan Tahun 2021-2041, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sebab, bertentangan dengan undang-undang nomor 1 tahun 2014.
Diketahui, perlawanan warga terhadap masuknya tambang di wilayah ini, sudah terjadi sejak 2017. Namun, pemerintah setempat, tidak menggubris warga penolak tambang. Malah, pemerintah berbalik melawan warga dengan berbagai upaya, meyakinkan perusahaan dan aparat penegak hukum terkait bolehnya penambangan nikel di pulau dengan daratan seluas 867,58 kilometer persegi itu.
Kemenangan warga Wawonii, merupakan kemenangan pertama di tingkat MA bagi masyarakat penolak tambang di Sulawesi Tenggara. Selama ini, sejumlah wilayah di Sultra, cenderung membuka karpet merah bagi investor.
Profesor Denny Indrayana, kuasa hukum warga Wawonii menyatakan, secara sosiologis, MA menilai Perda RTRW tersebut juga tidak sejalan dengan kebutuhan masyarakat dan melahirkan kebijakan yang kontra-produktif.
"Karena, masyarakat Pulau Kecil Wawonii Konawe Kepulauan sejak dahulu mata pencaharian masyarakatnya bertani atau berkebun, sehingga apabila kegiatan penambangan terus berlanjut bahkan masif dilakukan, akan berdampak bahkan merusak sumber mata pencaharian masyarakat Pulau Kecil Wawonii yang telah berlangsung secara turun temurun," katanya.
Pertimbangan MA lainnya, menurut Denny, secara yuridis Perda RTRW bertentangan dengan UU PWP3K yang sangat jelas mengatur pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilaksanakan dengan tujuan melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memperkaya sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan.
Salah seorang kuasa hukum warga Wawonii, Harimuddin, menyatakan, UU 27/2007 diundangkan dan berlaku pada tanggal 17 Juli 2007. Karena itu, sejak tanggal tersebut, seluruh kegiatan perizinan tambang di pulau kecil tidak boleh lagi diterbitkan, termasuk penyusunan Perda RTWT Kabupaten/Kota, yang seharusnya tidak memasukkan kegiatan pertambangan di wilayah Pulau Kecil di daerahnya.
Akademisi Universitas Halu Oleo Dr Sahrina Safiudin SH LLM, menyatakan, secara filosofis hukum lingkungan memastikan hukum mewadahi manusia diatasnya. Kata dia, yang lain-lainnya, mengikut.
"Terkait putusan, saya pikir memang begitu secara gamblang sudah jelas," tegasnya.
Dia mengatakan, ketika ada pihak mengatakan putusan MA tidak berlaku otomatis, perlu dipertanyakan mereka menafsirkan seperti apa.
"Itu sudah dinyatakan jelas dalam putusan bahwa RT/RW Konawe Kepulauan harus direvisi, pertimbangannya juga jelas terkait itu pulau kecil dan potensi kerusakan lingkungan serta berbagai macam konfliknya," ujar doktor lulusan Universitas Gadjah Mada ini.
Menurutnya, dengan berbagai pertimbangan dan hasil putusan MA, pemerintah bisa memperhatikan izin tambang Konawe Kepulauan. Pemerintah kemudian, bisa mencabut izin atau paling soft, yakni membekukan.
Warga Patungan Menggugat di MA
Diketahui, sekitar 100 petani dan nelayan penolak tambang di Wawonii, merupakan kalangan ekonomi lemah. Meskipun demikian, mereka nekat berjuang, mengusir perusahaan dari lokasi pertanian mereka.
Salah seorang kuasa hukum di Jakarta, Deny Indrayana membantu advokasi warga Wawonii terdampak tambang. Dia bersama lembaganya, Integrity Law Firm berinisiatif mengawal gugatan warga Wawonii.
Melihat respon Deni Indrayana, warga nekat patungan mengumpulkan uang untuk memuluskan perjuangan mereka. Uang sebanyak ini, digunakan sejumlah saksi dan warga, bolak-balik dari kampung halaman menuju Jakarta.
Mando, salah seorang warga mengatakan, rata-rata mereka mengumpulkan uang sebesar Rp500 ribu hingga Rp1 juta.
"Kalau ayah saya, sampai keluar uang sekitar Rp2,5 juta. Petani disana nekat berjuang. Mereka berpikir, kalau lahan mereka diambil perusahaan tambang, terus mereka mau makan apa," ujar Mando.
Selain patungan, sejak 2017 hingga 2022, warga sudah belasan kali memprotes hadirnya tambang. Tercatat, sejumlah aksi demonstrasi berdarah terjadi akibat bentrok antara warga penolak tambang, karyawan perusahaan dan kepolisian .
Sejumlah aksi protes terjadi di lahan perkebunan warga di Wawonii dan Kota Kendari. Aksi ini, sempat melibatkan emak-emak yang berasal dari wilayah desa seputar tambang.
Hingga akhir 2022, upaya mereka menolak, menemui jalan buntu. Tambang PT GKP tetap beroperasi setelah mendapat restu Pemda. Wakil Bupati Konawe Kepulauan Andi Muhammad Lutfi, pernah menyatakan bahwa tak ada masalah antara perusahaan dan warga. Hal ini dia sampaikan saat keluhan warga sampai di DPRD Provinsi Sultra dan ketika dikonfirmasi wartawan.
Advertisement
Kerusakan Lingkungan di Wawonii
Sejak tambang nikel PT GKP mulai beroperasi di Wawonii, kerusakan lingkungan terjadi di sejumlah titik. Salah satunya, di Sungai Roko-roko, salah satu sumber mata air dan mata pencarian warga.
Darson, salah seorang warga mengatakan, sebelum ada tambang masuk, ada sejenis ikan laut di Sungai Roko-roko, dengan nama lokal ikan Lompa. Mereka kerap bergerombol dan biasanya ditangakap untuk dimakan atau digunakan sebagai umpan pancing ikan yang lebih besar.
"Sekarang, ikan jenis itu sudah tidak pernah lagi kami lihat masuk sungai. Sudah tidak ada," ujar Darson.
Salah seorang warga lainnya, Wawan menyatakan, kondisi pesisir Desa Roko-roko juga sudah tercemar. Saat hujan, air laut berubah warna menjadi kecokelatan. Sehingga, nelayan harus pergi lebih jauh ke tengah laut untuk menanngkap ikan.
"Setiap hujan, pasti keruh karena air bercampur lumpur dari sungai dibawa hingga ke laut. Berulang-ulang terus, jadi ada endapan lumpur di laut," ujar Wawan.
Menurut Wawan, hingga saat ini belum ada solusi yang dilakukan perusahaan untuk menormalkan kondisi perairan di pesisir. Pemerintah setempat juga belum melakukan aksi nyata.
Memaksakan Tambang Wawonii, Kategori Kejahatan
Akademisi universitas Halu Oleo Kendari, Dr Sahrina Safiudin jadi SH LLM menyatakan, soal poin putusan MA, tidak ada interpretasi lain. Tugas pemerintah daerah sudah disebutkan, membatalkan perda dan merevisi perda.
"Kenapa mereka perlu merevisi ini, karena berbagai pertimbangan diatasnya itu bertentangan dengan undang-undang, maka itu otomatis," ujarnya.
Dia menegaskan, kalau melihat perbuatannya, maka bisa disebut kejahatan. Sebab, sudah mengesampingkan hak-hak masyarakat.
Kata Sahrina, pertimbangan MA soal pulau-pulau kecil tidak bisa ada tambang, jelas semua dasarnya. Beberapa alasannya, akan melahirkan berbagai masalah mulai dari konflik sosial, lingkungan, hingga kerusakan ekosistem di laut dan darat.
Kata dia, memang perlu ada prosedur merevisi Perda RT RW Konawe Kepulauan. Tetapi, dia menegaskan, bahwa pengaturan terkait hal dimaksud, sudah dinyatakan sudah tidak punya kekuatan hukum oleh MA.
Kata dosen hukum Universitas Halu Oleo ini, kalau pun tidak direvisi, perbuatan yang diatur dalam pasal 24 RT RW Konkep, dinyatakan ilegal.
"Seharusnya, tidak ada kegiatan menambang lagi, tapi soal lahan warga yang saat ini masuk dalam lahan perusahaan karena sudah ada peralihan, itu perlu proses yang lain," ujarnya.
Advertisement
Pernyataan Perusahaan
Public Relation PT GKP melalui Indi mengirimkan rilis terkait putusan MA soal tambang di Wawonii. Dalam rilisnya, dia menuliskan, kegiatan usaha pertambangan PT Gema Kreasi Perdana (GKP) telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Perusahaan ini siap berproduksi dan berkontribusi aktif pada tahun 2023.
PT GKP kata dia, merupakan perusahaan taat hukum. Tidak ada satupun ketentuan perundangan yang mengatur kegiatan usaha pertambangan yang dilanggar.
“Keberadaan PT GKP di Pulau Wawonii itu sah dan legal. Semua ketentuan perundangan dipenuhi dan dipatuhi. Tidak hanya patuh pada sisi teknis pertambangan yang diatur oleh Kementerian ESDM (kementerian teknis), tetapi juga pada sisilain seperti pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan, sosial, serta patuh pada peraturan daerah. Semuanya dipenuhi dan dijalankan sesuai ketentuan," kata Legal Officer, Marlion SH.
Lebih lanjut ia mengatakan, PT GKP merupakan pemegang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUPOP), berdasarkan KeputusanKepala Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sulawesi Tenggara.
Pria kelahiran Roko-Roko (Kab. Konawe Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tenggara), yang telah mendapatkan sertifikasi konsultan dan pengacara pertambangan itu menjelaskan, kegiatan pertambangan PT GKP juga sudah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW), baik nasional, provinsi maupun kabupaten. Di tingkat nasional, sudah ada Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Tentang Wilayah Pertambangan Provinsi Sulawesi Tenggara. Dalam lampiran beleid itu menegaskan bahwa Pulau Wawonii (Kab. KonaweKepulauan), termasuk dalam wilayah pertambangan.
Pun demikian dalam Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2014 – 2034. Dalam lampirannya disebutkan hanya wilayah Wakatobi yang tidak diperkenankan untuk kegiatan usaha pertambangan. Di luar wilayahtersebut, kegiatan usaha pertambangan dapat dilakukan.
Selain regulasi di atas, Ia juga mengungkapkan, izin kegiatan usaha PT GKP juga diberikan Pemerintah Daerah Konawe Kepulauan untuk melakukan kegiatan pertambangan sebagaimana yang dituangkan dalamrencana tata ruang Kabupaten Konawe Kepulauan tahun 2021-2041.
PT GKP juga sudah mendapatkan persetujuan pemanfaatan ruang kegiatan izin usaha pertambangan, project area dan juga pemanfaatan ruang laut untuk pembangunan terminal khusus. Perusahaan juga telah mendapatkan ijin pinjam pakai kawasan hutan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI tahun 2014. Dari Dinas Penanaman Modal Satu Pintu Kabupaten Konawe Kepulauan pun sudah mengeluarkan izin lingkungan untuk kegiatan pertambangan dan juga kelayakan lingkungan hidup untuk kegiatan pertambangan.