Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kepala BRIN) Laksana Tri Handoko angkat suara terkait isu pemberhentian proyek pemantauan Tsunami (InaTEWS) yang menggunakan alat disebut buoy.
Laksana meluruskan bahwa hal itu bukan dihentikan, namun memang belum pernah dioperasikan alat bernama pendeteksi dini tsunami.
Advertisement
“Belum pernah ada. Itu karena BRIN atau BPPT dulu, tidak pernah menjadi operator alat pendeteksi dini tsunami yang operator seharusnya BMKG,” kata Laksana meluruskan isu tersebut saat jumpa pers di Kantor BRIN Jakarta, Jumat (10/2/2023).
Laksana menjelaskan, BRIN hanya melakukan riset untuk membuat sistem pendeteksi dini tsunami yang paling baik. Kemudian, lanjut dia, InaTEWS utamanya adalah sensor berbasis kabel optik di laut dan ternyata tidak begitu berhasil.
“Ya tidak apa-apa saya sampaikan sekarang supaya semua orang perlu tahu kan dan itu memang terlalu dan sangat mahal, sehingga BMKG pun keberatan,” urai Laksana.
Harga Capai Triliunan
Laksana memang tidak menyebut berapa angkanya. Namun secara umum, Laksana memastikan proyek memakan anggaran mencapai triliunan.
“Harus menjamin, tidak hanya efesien tapi murah. Tapi kalau seperti kabel optik itu berapa triliun? Kan tidak mungkin kita melakukan hal seperti itu,” Handoko menutup.
Sebagai informasi, Proyek InaTews dikerjakan dan berfungsi sebagai pelindung masyarakat Indonesia dari potensi bahaya tsunami.
Proyek tersebut diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 11 November 2008.
Advertisement