Liputan6.com, Semarang - Kopi termasuk komoditas perkebunan unggulan Indonesia dengan peluang ekspor tertinggi, tak heran jika kopi semakin diminati dan banyak ditanam atau dibudidayakan. Tak dapat dipungkiri, pastinya dalam pengembangannya dihadapkan berbagai tantangan. Pemerintah tentu tak tinggal diam, terus berupaya menjaga kestabilan mutu hasil produksi dan produktivitas kopi Indonesia.
Salah satunya, Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Perkebunan mendorong dan memaksimalkan upaya pengendalian Organisme Penganggu Tumbuhan (OPT) komoditas perkebunan serta peningkatan kapabilitas penanganan OPT tanaman kopi.
Advertisement
“Serangan OPT jika tidak dilakukan penanganan yang benar dan tepat dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis baik kualitas maupun kuantitas. Gangguan OPT pada tanaman kopi tidak hanya pada tanaman dewasa di lapang, namun juga harus dipantau dan dikawal saat di pembibitan, kebun entres, dan penyimpanan,” ujar Hendratmojo Bagus Hudoro, Direktur Perlindungan Perkebunan di Semarang Jawa Tengah beberapa waktu lalu.
Bagus Hudoro menjelaskan, OPT yang menyerang tanaman kopi merupakan faktor yang harus mendapatkan perhatian besar dan tentunya pengelolaan yang serius, melalui penerapan taktik dan strategi yang tepat sehingga kerugian yang ditimbulkan dapat ditekan menjadi sekecil mungkin.
“Perlunya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas perlindungan perkebunan dan para petani, khususnya tentang penanganan OPT tanaman kopi, sehingga dapat melakukan identifikasi, pengamatan, dan pengendalian OPT kopi dengan cara yang tepat. Ini perlu dilakukan demi mendorong kembali peningkatan ekspor dan kualitas mutu hasil komoditas perkebunan,” ujar Bagus.
Bagus menambahkan, Petugas perlindungan maupun petani harus update terhadap informasi terbaru dalam penanganan OPT Kopi, baik informasi tentang Budidaya Kopi yang Baik, Pengenalan OPT Kopi (Pembibitan, Akar, Batang, dan Buah), Pengamatan Serangan OPT Kopi, Taksasi Produksi (pembibitan dan Produktivitas), Pengendalian OPT Kopi, maupun Penggunaan Pestisida dalam Penerapan GAP Kopi. Selain itu, juga harus sigap dalam mengantisipasi dampak pengaruh perubahan iklim terhadap perkembangan OPT terutama hama penggerek buah kopi.
“Demi mendukung peningkatan produktivitas komoditas kopi di Indonesia Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Perkebunan terus berupaya melakukan pembinaan, bimbingan, dan pendampingan kepada pekebun dalam menerapkan teknologi perlindungan perkebunan, pengamatan dan pengendalian OPT,” ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Rais Widiyanto, Pusat Penelitian Tanaman Kopi dan Kakao Indonesia mengatakan, kopi asal Semarang khususnya Daerah Gunung Kelir mempunyai citra rasa yang khas. Citra rasa ini perlu di jaga dari serangan PBKo agar mutu yang di hasilkan mempunyai nilai tambah.
Sementara itu, menurut Eko, Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah mengatakan, Tentunya kami terus mendukung pengembangan komoditas kopi di sekitar gunung kelir, dengan cara melakukan pembinaan, pendampingan dan fasilitasi guna mendorong kemajuan usaha kelompok tani kopi.
Diketahui bahwa, Salah satu kelompok tani kopi yang memiliki perkembangan yang baik adalah Kelompok Tani Ngudi Makmur X di Dusun Tompak, Desa Genting, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang. Kelompok tani ini terbentuk sejak tahun 2018 dan diketuai oleh Antep Rosit (Simon). Produk yang sudah dihasilkan yaitu Kopi Gayeng dan POC Super 38.
Demi peningkatan kapabilitas penanganan OPT tanaman kopi, turut dilakukan kunjungan lapangan ke Kebun Kopi Desa Genting, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, di mana dilakukan kegiatan Pengamatan OPT, Pemasangan perangkap, Aplikasi Agens Pengendali Hayati (APH), Pengenalan OPT dan okulasi/grafting.
(*)