Liputan6.com, Chisinau - Pemerintah Moldova pimpinan Perdana Menteri Natalia Gavrilita yang pro-Uni Eropa menyatakan mundur. Peristiwa ini terjadi setelah berbulan-bulan pergolakan politik dan ekonomi di negara itu.
"Negara termiskin di Eropa tengah berjuang dengan berbagai krisis," ujar Gavrilita pada Jumat (10/2/2023), seperti dikutip dari BBC, Sabtu (11/2).
Advertisement
Dengan perang berkecamuk di negara tetangga, Ukraina, Moldova menghadapi inflasi, masuknya aliran pengungsi, dan agresi Rusia.
Kabar mengenai mundurnya pemerintah Moldova ini muncul hanya beberapa jam setelah rudal Rusia terbang di atas wilayah udara Moldova.
Gavrilita yang terpilih pada tahun 2021 mengatakan, tidak ada yang menyangka pemerintahannya akan menangani begitu banyak krisis yang disebabkan oleh agresi Rusia di Ukraina.
Moldova sendiri sangat dekat dengan perang. Negara itu berbagi perbatasan sepanjang 1.222 km dengan Ukraina dan telah sangat menderita akibat invasi Rusia.
"Saya mengambil alih pemerintahan dengan mandat antikorupsi, pro-pembangunan dan pro-Eropa pada saat skema korupsi telah merasuki semua institusi dan oligarki merasa tak tersentuh," kata Gavrilita saat pengumuman pengunduran dirinya.
"Kami langsung dihadapkan pada pemerasan di sektor energi dan mereka yang melakukan ini berharap kami menyerah," imbuhnya, mengacu pada Kremlin.
Pengganti Gavrilita
Krisis energi di Moldova dipicu tahun lalu ketika Rusia tiba-tiba mengurangi pasokan gasnya ke Moldova, yang bergantung 100 persen pada Rusia untuk gas. Ini menyebabkan inflasi meroket dan ada keresahan publik atas biaya energi yang tinggi.
Presiden Maia Sandu berterima kasih kepada Gavrilita atas pengorbanan dan upayanya yang sangat besar untuk memimpin di saat begitu banyak krisis. Gavrilita sebelumnya menjabat sebagai menteri keuangan ketika Sandu menjadi perdana menteri.
"Kami memiliki stabilitas, perdamaian dan pembangunan, di mana yang lain menginginkan perang dan kebangkrutan," kata Sandu.
Presiden Sandu telah mencalonkan mantan penasihat pertahanannya Dorin Recean - yang juga pro-Uni Eropa - sebagai perdana menteri berikutnya. Parlemen Moldova akan memberikan suara untuk mengonfirmasi pencalonannya minggu depan.
Advertisement
Kekhawatiran Perang Rusia Vs Ukraina Meluas
Pada hari-hari awal perang Ukraina, ada kekhawatiran konflik akan meluas ke Moldova atau Rusia akan menginvasinya juga.
Kekhawatiran itu surut untuk saat ini. Namun, ketika Moldova semakin dekat untuk bergabung dengan Uni Eropa, tekanan meningkat dari Rusia.
Pada Kamis (9/2), Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky yang mengutip informasi intelijen Ukraina mengatakan bahwa Rusia memiliki rencana untuk menghancurkan Moldova.
"Dokumen-dokumen ini menunjukkan siapa, kapan, dan bagaimana Rusia akan menghancurkan demokrasi Moldova dan membangun kendali," katanya kepada para pemimpin Uni Eropa di Brussel. "Saya segera memperingatkan Moldova tentang ancaman ini."
Badan intelijen Moldova kemudian mengonfirmasi bahwa mereka juga telah mengidentifikasi "aktivitas subversif" yang bertujuan untuk merusak negara Republik Moldova, mendestabilisasi, dan melanggar ketertiban umum.
Ada juga ketegangan baru di Transnistria, wilayah yang memisahkan diri yang dikendalikan oleh separatis pro-Rusia yang membentang di sepanjang perbatasan Moldova dengan Ukraina. Terdapat sekitar 1.500 tentara Rusia di sana.
Pekan lalu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menuduh Barat mencoba membuat Moldova melawan Rusia.