Festival Bau Nyale Suku Sasak, Tangkap Cacing Laut yang Bisa Jadi Sumber Protein Hewani

Cacing laut yang ditangkap saat Festival Bau Nyale bisa diolah dengan sedemikian rupa untuk menjadi sumber protein hewani.

oleh Diviya Agatha diperbarui 11 Feb 2023, 14:00 WIB
Potret saat masyarakat di Lombok, Nusa Tenggara Barat mengikuti Festival Bau Nyale 2023. (Foto: Dokumentasi Health Liputan6.com)

Liputan6.com, Mataram Bagi masyarakat adat Suku Sasak di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), Festival Bau Nyale sudah melekat di hati. Setahun sekali, festival ini dirayakan dengan bersama-sama dengan turun ke pantai mencari cacing laut.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB, dr H Lalu Hamzi Fikri mengungkapkan bahwa tanggal untuk melakukan kegiatan Bau Nyale pun sudah ditentukan oleh para ketua adat Suku Sasak.

"Sudah diprediksi oleh para ketua adat Sasak. Mereka sudah berkumpul di bulan Januari untuk menentukan tanggal kapan akan dilakukan Bau Nyale," kata Lalu Hamzi dalam acara Aksi Gizi Generasi Maju bersama Danone Indonesia di Lombok, NTB pada Jumat, 10 Februari 2023.

Uniknya, cacing laut yang memiliki macam-macam warna tersebut bukan sekadar cacing. Pasalnya, cacing laut yang ditangkap saat Festival Bau Nyale bisa diolah dengan sedemikian rupa untuk menjadi sumber protein hewani.

Berkaitan dengan hal ini, dokter spesialis gizi klinik, Nurul Ratna Mutu Manikam yang turut hadir menjelaskan, Nyale atau cacing sebenarnya adalah keragaman hayati untuk masyarakat lokal di NTB.

Terlebih lagi, nyale bisa dikonsumsi lantaran berbeda dengan cacing biasa pada umumnya.

Nyale memiliki kandungan protein hewani yang tinggi, sehingga jika diolah dengan tepat, tak perlu takut berbahaya bagi kesehatan.

"Memang dia (nyale) itu kandungan proteinnya tinggi, dan kita enggak terlalu takut kalau cacing laut begitu karena dia munculnya sekali-sekali saja, sekali setahun," kata Nurul.

"Kemudian dia juga munculnya dalam kondisi tertentu dimana dia sangat dipengaruhi musim. Berbeda dengan cacing sungai atau cacing tanah, itu beda," tambahnya. 


Kandungannya Berbeda dengan Cacing Tanah

Dokter Spesialis Gizi Klinik, Nurul Ratna Mutu Manikam saat memberikan pemaparan di acara Aksi Gizi Generasi Maju bersama Danone Indonesia. (Sumber: Dokumentasi Danone Indonesia)

Lebih lanjut Nurul mengungkapkan bahwa konsumsi cacing tanah untuk jadi protein hewani memang harus dihindari. Berbeda dengan nyale yang memang sah-sah saja untuk dikonsumsi.

"Kalau cacing tanah itu memang kita harus hindari, karena dia ada telurnya cacing yang sangat berbahaya dan bikin jadi kecacingan. Beda sama ini (nyale), kalau ini dari segi higienitasnya dia memang lebih berbeda dengan yang cacing tanah atau cacing sungai," ujar Nurul.

Nurul menjelaskan, sebelum dikonsumsi, nyale wajib diolah dengan baik. Mulai dari dibersihkan, baru dimasak hingga benar-benar matang. Dengan begitu, nyale bisa menjadi pilihan untuk sumber protein hewani.

"Harus dibersihkan dulu ya. Harus dibersihkan terus diolah sampai matang. Harus sampai matang. Soalnya kalau enggak, nanti bakteri-bakteri yang ada di dalam situ yang terkontaminasi jadinya penyakit. Jadi salmonella, diare, dan sebagainya," kata Nurul.

Cacing Laut Hasil Tangkapan di Festival Bau Nyale 2023, Lombok, NTB.

Dahulu Mungkin Sekadar Survival Food

Corporate Communication Director Danone Indonesia Arif Mujahidin saat memberikan pemaparan di acara Aksi Gizi Generasi Maju. (Sumber: Dokumentasi Danone Indonesia)

 Dalam kesempatan yang sama, Corporate Communication Director Danone Indonesia Arif Mujahidin mengungkapkan bahwa seperti penjabaran Nurul, ia setuju bahwa nyale bisa menjadi salah satu pilihan sumber protein hewani yang bisa dikonsumsi.

Menurutnya, dahulu nyale mungkin hanya dijadikan survival food atau makanan untuk bertahan hidup. Namun lewat edukasi, masyarakat bisa lebih paham bahwa nyale juga bisa dijadikan sumber protein hewani.

"Protein kalau kita lihat di sini (NTB) itu nyale. Dia sumber protein yang mungkin dulu hanya untuk surviving. Di Yogyakarta dulu itu belalang untuk sumber protein, itu survival food karena enggak ada sumber pangan," kata Arif.

"Nah, karena pangan tidak melulu untuk sekadar kenyang, nanti kalau kenyang saja, kasusnya akan banyak. Maka kita juga harus mengedukasi," ujar Arif.


Dukungan Danone Indonesia untuk Bantu Cegah Stunting

Corporate Communication Director Danone Indonesia Arif Mujahidin, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB, dr H Lalu Hamzi Fikri, Dokter Spesialis Gizi Klinik Nurul Manikam, dan Budayawan NTB Lalu Ari Irawan dalam rangkaian acara Aksi Gizi Generasi Maju. (Sumber: Dokumentasi Danone).

Alhasil sebagai bentuk kontribusi, Danone Indonesia menjadi salah satu pihak yang ikut membantu memberikan edukasi gizi di Lombok, NTB. Kali ini, edukasinya berfokus pada pencegahan stunting.

Seperti diketahui, NTB sendiri masuk dalam 12 provinsi yang menjadi prioritas penurunan stunting. Dari sana jugalah, pihak Danone Indonesia memiliki inisiatif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat NTB soal asupan makanan yang kaya akan protein hewani.

"Inisiatif yang kami lakukan di Lombok ini merupakan upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya asupan makanan yang kaya akan protein hewani, dilengkapi dengan kombinasi unik zat besi dan vitamin C untuk mendukung tumbuh kembang maksimal anak," kata Arif.

Infografis Stunting, Ancaman Hilangnya Satu Generasi. (Liputan6.com/Triyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya