Liputan6.com, Mataram Masyarakat di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) baru saja merayakan Festival Bau Nyale. Sebuah kegiatan tahunan kala masyarakat adat Suku Sasak kompak turun ke pantai mencari cacing laut atau nyale.
Jika terlintas di pikiran soal cacing, Anda mungkin tak mengira bahwa hewan satu ini bisa dikonsumsi dengan aman. Memang, jenis cacing lainnya tidak dianjurkan untuk dijadikan makanan. Namun berbeda halnya dengan nyale.
Advertisement
Dokter spesialis gizi klinik, Nurul Ratna Mutu Manikam mengungkapkan bahwa nyale atau cacing laut sebenarnya merupakan keragaman hayati untuk masyarakat lokal di NTB.
Cacing laut yang memiliki macam-macam warna tersebut bukan sekadar cacing. Pasalnya, cacing laut yang ditangkap saat Festival Bau Nyale bisa diolah dengan sedemikian rupa untuk menjadi sumber protein hewani.
Nyale bisa dikonsumsi lantaran berbeda dengan cacing biasa pada umumnya. Nurul menjelaskan, nyale memiliki kandungan protein hewani yang tinggi, sehingga jika diolah dengan tepat, tak perlu takut berbahaya bagi kesehatan.
"Memang dia (nyale) itu kandungan proteinnya tinggi, dan kita enggak terlalu takut kalau cacing laut begitu karena dia munculnya sekali-sekali saja, sekali setahun," kata Nurul dalam acara Aksi Gizi Generasi Maju bersama Danone Indonesia di Lombok, NTB ditulis Sabtu, (11/2/2023).
"Kemudian dia juga munculnya dalam kondisi tertentu dimana dia sangat dipengaruhi musim. Berbeda dengan cacing sungai atau cacing tanah, itu beda," tambahnya.
Berbeda dalam Hal Higienitas dan Kandungannya
Lebih lanjut Nurul mengungkapkan bahwa konsumsi cacing tanah untuk jadi protein hewani memang harus dihindari. Berbeda dengan nyale yang memang sah-sah saja untuk dikonsumsi.
"Kalau cacing tanah itu memang kita harus hindari, karena dia ada telurnya cacing yang sangat berbahaya dan bikin jadi kecacingan. Beda sama ini (nyale), kalau ini dari segi higienitasnya dia memang lebih berbeda dengan yang cacing tanah atau cacing sungai," ujar Nurul.
Nurul menjelaskan, sebelum dikonsumsi, nyale wajib diolah dengan baik. Mulai dari dibersihkan, baru dimasak hingga benar-benar matang. Dengan begitu, nyale bisa menjadi pilihan untuk sumber protein hewani.
"Harus dibersihkan dulu ya. Harus dibersihkan terus diolah sampai matang. Harus sampai matang. Soalnya kalau enggak, nanti bakteri-bakteri yang ada di dalam situ yang terkontaminasi jadinya penyakit. Jadi salmonella, kita jadi diare, dan sebagainya," kata Nurul.
Advertisement
Cara Mengolah Nyale agar Tetap Aman
Dalam kesempatan yang sama, Nurul mengungkapkan bahwa nyale bisa diolah dengan cara apapun. Namun, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana proses mengolahnya.
"(Cara) apapun oke. Prinsipnya kalau makanan, entah itu hewani atau apapun, kalau prosesnya bukan dalam suhu tinggi, kalau goreng itu kan suhu tinggi, itu banyak komponen yang rusak memang secara umum," kata Nurul.
"Jadi kalau dilihat dari cara-cara itu, memang yang bagus itu dipepes ataupun (diberi) santan. Terus santan kan ada kandungan lemaknya, jadi penyerapnya saling membantu satu sama lain," tambahnya.
Sedangkan Nurul menambahkan, kandungan protein pada nyale bisa menjadi lebih padat jika dibuat menjadi pepes. Hal tersebut dikarenakan prosesnya berbeda.
"Kalau pepes, dia kan dibungkus, terus dia dikukus dalam wadah kukusan. Sehingga protein yang ada di dalamnya jadi lebih padat," ujar Nurul.
Bagaimana Aturan Makan Nyale?
Nurul mengungkapkan bahwa dalam aturan makannya, ia tidak menganjurkan untuk dikonsumsi setiap hari. Terlebih, nyale memang hanya muncul setahun sekali.
"Kalau setiap hari tentu saja enggak. Dia juga munculnya jarang-jarang. Ini cuma sebagai rekreasional bahwa ada modifikasi dan variasi lain disamping ada telur, ada ayam, itu ada nyale," kata Nurul.
Untuk anak, Nurul mengungkapkan bahwa nyale sudah boleh diberikan pada saat mulai memberikan Makanan Pendamping ASI (MPASI).
"Kalau untuk anak, saya saran saat dia sudah memulai MPASI pertama. Jadi usia enam bulan ke atas sudah bisa, karena kondisi usus anak enam bulan keatas sudah siap menerima makanan yang lebih padat. Cuma memang harus diblender lagi, karena dia gak mungkin makan padat gitu," ujar Nurul.
Advertisement