Liputan6.com, Sydney - Seorang netizen Indonesia menampilkan video warga Sydney, Australia, yang mengantre untuk membeli es krim Mixue. Keberadaan gerai Mixue di Australia tampaknya belum seramai di Indonesia, sehingga satu gerai langsung diserbu warga.
Video itu dibagikan akun Twitter @ulilsmna pada Minggu (12/2/2023).
Baca Juga
Advertisement
"Indonesia ga selalu tertinggal. Disini Mixue baru buka dan cuma 1 counter. Ini antreannya 😂," candanya. Pemuda WNI itu juga membagikan video badut Mixue.
Seorang netizen menyorot bahwa gerai di Sydney tersebut merupakan gerai baru.
Mixue merupakan es krim yang berasal dari Henan, China. Mixue pertama kali masuk di Bandung pada 2020, salah satunya ada di Braga. Kini, kehadirannya sudah semakin meluas, dan mudah ditemukan di Jakarta dan sekitarnya.
Netizen pun sering menyebut Mixue selalu muncul di ruko-ruko kosong di sekitar mereka. Ikon Mixue yang bernama Snow King juga semakin terkenal.
Selain itu, Mixue juga sedang intens melakukan ekspansi ke lokasi luar Jawa, seperti Batam, Dumai, Bengkulu, Jambi, Lubuklinggau, Padang, Pangkal Pinang, Binjai, Kampar, Bengkalis, Deli Serdang, Manado, Makassar, Palu, Kendari, Gorontalo, Pontianak, Banjarmasin, Balikpapan, dan Samarinda.
Akun Instagram Mixue Indonesia juga cukup kreatif dalam mempromosikan produk-produk mereka.
Pendiri dari Mixue adalah Zhong Hongchao. Dulu, ia meminjam uang neneknya untuk membuka toko es krimnya. Kini, ada 21 ribu gerai Mixue di China.
Warunk Upnormal yang Dulu Berjaya Kini Kalah Saing dengan Mixue, Mengapa?
Sebelumnya dilaporkan, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Nicholas Roy Mandey, menyoroti outlet besar di bisnis makanan dan minuman yang sepi hingga banyak tutup gerai seperti Warunk Upnormal.
Pasalnya, konsumen kini banyak beralih ke gerai penyedia food and beverage (F&B) baru semisal Mixue yang kian menjamur.
Menurut Roy, perubahan zaman dan model bisnis jadi suatu hal yang tak bisa dipungkiri. Ia menganggap, banyak perusahaan start up yang mati langkah lantaran sudah terlalu nyaman dengan cakupan bisnisnya saat ini, padahal itu bisa jadi tak berlangsung lama.
"Jadi, sesuatu yang enggak pernah berubah adalah perubahan itu sendiri. Warunk Upnormal awalnya ramai, tapi mungkin mereka tidak memperhitungkan perubahan zaman itu pasti terjadi," kata Roy di Jakarta, Rabu (8/2/2023).
"Ketika mereka sudah comfort dengan masuknya modal dari ventura, atau dari crowd funding, kemudian mereka buka-buka sembarangan tanpa memperhitungkan kompetisi atau faktor demografi dan populasi, akhirnya mulai ditinggalkan," tegasnya.
Di sisi lain, saat ini banyak perusahaan mamin baru yang lebih mempertimbangkan potensi pasar di tengah pemukiman, yang pada akhirnya jadi pilihan konsumen.
"Sekarang sudah ada Mixue, kemudian ada sesuatu yang baru. Masyarakat kan mau sesuatu yang baru dan yang tren. Jadi tutupnya F&B itu adalah suatu keniscayaan ketika tidak adaptif dan tidak resilience," serunya.
Ke depan, Roy melihat, pola pergeseran tren ritel bakal terjadi lebih cepat. Bukan hanya dalam waktu tahunan lagi, tapi harian.
"Perubahan itu bukan lagi tahunan, tapi bulanan. Makanya sekarang, resilience artinya apa, bisa di bawah, bisa di atas. Berubah-ubah, jangan begitu terus (model bisnisnya)," tandasnya.
Advertisement