Liputan6.com, Solo - Girilayu adalah sebuah nama desa di Kabupaten Karanganyar, daerah yang berada di lereng Gunung Lawu itu memiliki batik khas yang dikenal dengan nama Batik Girilayu. Tak heran, daerah di Solo raya memang sangat kaya akan ciri khas batik, tetapi ada yang berbeda dengan Batik Girilayu tersebut.
Nyoto, penulis buku sejarah Batik Girilayu memaparkan sejarah batik Girilayu memiliki benang merah dengan kehidupan di Keraton Surakarta. Astana Mangadeg yang merupakan tempat perhentian terakhir Mangkunegara I sampai Mangkunegara III terletak di Desa Girilayu sehingga abdi dalem keraton sering naik turun gunung untuk merawat pemakaman Raja.
"Desa Girilayu sebelum memiliki budaya membatik, masyarakat sekitar masih melakukan pekerjaan di sektor agraris dengan mayoritas sebagai petani," kata Nyoto di Solo, Minggu (12/2/2023).
Baca Juga
Advertisement
Batik Girilayu diyakini bisa dilirik pasar internasional melalui wisatawan asing, karena jenis-jenis batiknya yang memiliki filosofis tinggi tentang tempat batik itu berasal. Berawal dari masyarakat yang biasanya bergantung dari pekerjaan sebagai petani, pemetik teh, berkebun, kini mereka memulai dengan melahirkan sisi ekonomi wilayah dengan membuat batik, yakni Batik Girilayu.
Untuk diketahui, batik adalah warisan budaya khususnya di wilayah Jawa tengah dan Solo Raya, dan menjadi sumber pendapatan masyarakat. Lukisan-lukisan dalam batik Girilayu tentunya tidak semata-mata lukisan, melainkan ada makna tersendiri yang keluar dari ide-ide kreatif dan ingin pesan itu tersampaikan kepada masyarakat luas.
Ikatan Erat dengan Keraton Surakarta
Tak hanya tentang ide dan makna yang tergambar dalam goresan malam (bahan untuk membatik), batik ini juga akan mengangkat sumber perekonomian masyarakat setempat. Nyoto menuturkan, ketika para lelaki bekerja di ladang dan perempuan hanya berada di rumah mereka bisa menghasilkan uang melalui membatik.
"Para abdi dalem angkat kaki dari Keraton Surakarta membawa bekal ilmu membatik dan peralatan batik. Untuk membantu masyarakat Girilayu (Wanita) untuk diajari membatik," tutur dia.
Menurutnya, seiring berjalannya waktu, batik Girilayu makin berkembang pesat dan memiliki motif khas yang mengadopsi kearifan lokal desa tersebut.
"Batik Girilayu memiliki nilai yang tinggi karena motif yang dibuat memiliki kaitan dengan Keraton Surakarta," ucap Nyoto.
Noto berharap setelah ada wisata religi, akan direncanakan dibangun wisata edukasi Batik Girilayu supaya warisan budaya ini tidak hilang dan lestari.
Sementara itu, Hawa La'ala Nabilla Fada, mahasiswa FKIP UNS sekaligus peneliti batik di Girilayu menuturkan bahwa nilai ekonomi batik menjadi tinggi lantaran memiliki filosofi dan makna tersendiri di balik lukisan batik itu.
Ia menyebut Desa Wisata Batik Girilayu dapat berkembang pesat karena adanya jaringan sosial yang dibentuk dari pihak-pihak yang peduli dengan batik Girilayu seperti Pemerintah Desa Girilayu, Bank Indonesia, Pokdarwis Girilayu dan 12 kelompok batik Girilayu.
"Sinergi itulah yang bisa mengelola warisan budaya itu baik dalam bentuk seni, sosial, maupun ekonomi," ujar Hawa.
"Pengunjung yang sedang berziarah di Astana Mangadeg diarahkan untuk menikmati budaya batik dari Girilayu di rumah batik itu," dia menambahkan.
Ditemui di kediamannya, Maryati, koordinator kelompok Batik Desa Girilayu (kelompok Giriarum) mengaku memiliki target promosi dengan mengikuti berbagai pelatihan yang diselenggarakan di kota-kota, sehingga masyarakat lokal maupun dunia internasional dapat melihat warisan emas dari Girilayu.
"Pelatihan yang diikuti tidak sekadar pelatihan, namun ikut menjualkan kain batik dari 12 kelompok batik sehingga pemasukan secara ekonomi dapat berjalan baik," tutur dia.
Di sisi lain, banyak pihak yang memiliki kepedulian yang tinggi terhadap batik, sehingga tak sedikit Rumah Batik dibangun sebagai sarana promosi batik itu.
Penulis: Yoggi Bagus
Advertisement