Liputan6.com, Jakarta - Macet Jakarta semakin parah. Jalur-jalur macet semakin banyak dan tidak bisa diprediksi. Apalagi jika terjadi hujan lebat, kemacetan bisa terjadi hingga berjam-jam.
Semula kemacetan di Jakarta bisa diprediksi hanya saat jam berangkat maupun pulang kerja. Tapi saat ini sulit karena roda dua hingga empat terjebat macet setiap waktu.
Advertisement
Pengamat Transportasi dari Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno mencatat, kerugian ekonomi akibat kemacetan di wilayah Jabodetabek sebesar Rp 71,4 triliun per tahun. Hitungan ini berdasarkan pemborosan bahan bakar minyak (BBM) dan waktu hilang akibat kemacetan.
"Dampak sekarang, kerugian ekonomi akibat kemacetan di Jabodetabek sebesar Rp 71,4 triliun per tahun akibat pemborosan bahan bakar dan waktu hilang. Terjadi pemborosan BBM sebesar 2,2 Juta liter per hari," kata Djoko dalam keterangannya, dikutip Senin (13/2).
Djoko mengungkapkan, salah satu penyebab permasalahan kemacetan lalu lintas di Jakarta akibat dominasi kendaraan pribadi. Saat ini, pengguna angkutan perkotaan mengalami penurunan demand secara signifikan akibat masyarakat semakin tergantung pada kendaraan pribadi.
"Apabila dibiarkan, maka angkutan perkotaan terancam punah. Dan sudah banyak kota-kota di Indonesia tidak memiliki lagi angkutan umum yang memadai," jelas Djoko.
Oleh karena itu, diperlukan dukungan Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Perhubungan melalui perluasan Pemberian Subsidi Pembelian Layanan (buy the service).
Tidak Mudah Dijalankan
Djoko mencatat, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat disebut Teman Bus telah dilaksanakan di 10 kota, yakni Medan (Trans Metro Deli), Palembang (Trans Musi Jaya), Jogjakarta (Trans Jogja), Solo (Batik Solo Trans), Denpasar (Trans Metro Dewata), Bandung (Trans Metro Pasundan), Purwokerto (Trans Banyumas), Banjarmasin (Trans Banjarbakula), Makassar (Trans Mamminasata), Surabaya (Trans Semanggi Surabaya).
"Sementara yang dikelola Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek dengan Program BisKita, baru diselenggarakan di Kota Bogor (Trans Pakuan) tahun 2021. Total sudah beroperasi transportasi perkotaan di 11 kawasan peerkotaan," terang Djoko.
Buy The Service (BTS) dilakukan dengan membeli layanan dari operator dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan. Hal itu perlu dilakukan dalam upaya untuk beralihnya masyarakat dari kendaraan pribadi ke transportasi umum.
"(Memang) bukan hal yang mudah dilakukan di tengah kenyamanan penggunaan kendaraan pribadi terutama sepeda motor," ucap Djoko.
Advertisement
Polisi Ungkap Penyebab Macet di Jakarta
Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman mengungkapkan faktor penyebab kemacetan di Jakarta. Salah satunya peningkatan aktivitas masyarakat yang meningkat setelah Covid-19 dinyatakan endemi.
"Ya tentunya kan aktivitas masyarakat semakin tinggi, apalagi setelah pandemi, ini sudah dinyatakan sebagai endemi tentunya aktivitas masyarakat untuk berproduktivitas kan sangat tinggi," kata Latif kepada wartawan, Sabtu (11/2).
Latif mengatakan, kondisi ini telah menjadi hukum kausalitas sebab akibat. Ketika aktivitas masyarakat kembali normal tanpa ada pembatasan, akibatnya kondisi mobilitas pun secara otomatis akan meningkat.
"Aktivitas tinggi, tentunya akan meningkatkan daripada perekonomian.Tetapi ya resikonya memang volume kendaraan akan semakin banyak di jalan," jelasnya.
Sebagaimana data dari indeks kemacetan di DKI Jakarta berada di angkat 48 persen di akhir 2022. Angka itu naik drastis dari tahun 2020 yang berada di angka 34 persen, saat awal pandemi Covid-19. Sementara pada sebelum Covid-19, 2019 kemacetan tertinggi mencapai angka 53 persen.