Liputan6.com, Jakarta - Miklos Sunario, pemuda 19 tahun asal Indonesia, bersama dengan timnya, meraih juara internasional dalam lomba yang diikuti sekitar 1.500 startup dari 85 negara.
Pada 31 Januari 2023 lalu, Miklos diundang untuk memberikan pidatonya di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang penerapan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI), dalam mengatasi sejumlah krisis yang dialami oleh dunia pendidikan.
Advertisement
Dikutip dari siaran pers yang diterima Tekno Liputan6.com, Senin (13/2/2023), setidaknya ada tiga hal yang mendapatkan sorotan dalam pidato Miklos.
Pertama, metode pendidikan yang sama dipaksakan kepada setiap murid yang sebenarnya memerlukan pendekatan berbeda-beda sesuai masing-masing kebutuhan dan kemampuan atau yang dipersonalisasi.
Menurut Miklos, saat ini, sekolah lebih menekankan sertifikasi alih-alih proses edukasi itu sendiri.
"Dengan teknologi terbaru edukasi bisa dipersonalisasi dengan untuk memaksimalkan pembelajaran yang menarik," kata Miklos dalam video rekaman Liputan6.com diterima.
Kedua, dampak metode pendidikan saat ini terhadap siswa adalah, sekitar 31,9 persen siswa Sekolah Menengah Atas (SMA), mengalami anxiety disorder yang jumlahnya cenderung meningkat.
"Dalam pengembangan dan penelitian terbaru untuk edukasi, saya percaya AI yang dipersonalisasi bisa mengubah hidup orang-orang," kata Miklos.
Ketiga adalah kelalaian mengidentifikasi dan mengembangkan bakat anak sejak dini. Maka dari itu, digitalisasi pendidikan mampu mengidentifikasi bakat sejak usia lebih muda, melalui teknologi AI.
Melalui startup Edu Beyond, Miklos dan timnya merancang teknologi AI untuk mengidentifikasi dan menyesuaikan kebutuhan pendidikan, sesuai bakat umum.
IBM Ungkap Jejak Penggunaan AI di Kancah Industri
Sementara itu, dalam kesempatan terpisah, selama dekade terakhir, IBM memantau penggunaan aplikasi berbasis Artificial Intelligence (AI) telah bergeser. Dari akademisi dan laboratorium ke berbagai industri, dan memengaruhi kehidupan jutaan orang setiap hari.
IBM yakin masa depan AI akan bergantung pada pembuatan dan penyebaran model pembelajaran mendalam AI yang fleksibel dan dapat digunakan kembali, dapat diterapkan ke hampir semua domain atau ranah industri dan telah membangun model AI skala besar untuk membantu memecahkan masalah dunia nyata.
Untuk setiap aplikasi baru AI, menurut IBM, kumpulan data yang besar (big data) dan diberi label dengan baik diperlukan untuk menangani tugas tertentu. Model AI saat ini berkisar dari mengenali bahasa hingga menghasilkan molekul baru untuk penemuan obat.
Dengan banyaknya contoh bias algoritme dalam machine learning (ML) model atau model pembelajaran mesin yang tersedia saat ini, menurut IBM, sangat penting untuk membangun model dan sistem AI menjunjung tinggi keadilan individu dan mengurangi bias.
Guna mendukung capaian tersebut, menerapkan model terlatih untuk tantangan baru membutuhkan pelatihan dan waktu data baru yang sangat besar.
Oleh sebab itu, IBM membutuhkan AI yang menggabungkan berbagai bentuk pengetahuan, membongkar hubungan sebab akibat, dan mempelajari hal-hal baru dengan sendirinya.
Advertisement
IBM Research
Lewat IBM Research, dikembangkanlah sistem AI yang lebih cair dan 'mirip manusia' untuk mendukung bisnis dan menavigasi kekuatan eksternal yang tidak dapat diprediksi. Hal itu untuk memastikan masa depan yang berkelanjutan bagi umat manusia.
"Untuk membuat MIT-IBM Watson AI Lab, IBM Research menginvestasikan USD 240 juta pada tahun 2017 sebagai investasi pendirian selama 10 tahun pertama. Ada lebih dari 50+ proyek yang sedang berlangsung dan 700+ makalah telah diterbitkan hingga saat ini. Anggota mitra, yang telah berinvestasi untuk bekerja dengan para peneliti di lab untuk mengatasi masalah tertentu, termasuk Woodside, Samsung, Wells Fargo, dan Boston Scientific," ujar David Cox, IBM Director di MIT-IBM Watson AI Lab saat AI Tour ASEANZK pada akhir Januari 2023 yang diikuti Liputan6.com.
"Proyek AI di MIT-IBM Watson AI Lab dibagi menjadi delapan kategori utama: Foundation Models, Fluid Intelligence, Trusted AI, Accelerated Discovery, Generative Design, Synthetic Data, AI for Business Decision-making, dan Efficient AI," papar David Cox.
Menjembatani Kesenjangan
David Cox mengatakan, sejauh ini sistem AI telah bekerja dalam banyak hal menggunakan peluang yang memungkinkan.
"Ada banyak peluang saat ini: kami memiliki sistem AI yang melakukan banyak tugas di domain yang dapat membuat mereka mengambil apa yang mereka ketahui dari satu domain dan menerapkannya ke domain lain; multimodal, bekerja lintas teks, gambar, video dan semua jenis modalitas yang berbeda; didistribusikan, perlu dijalankan di cloud, tetapi juga perlu dijalankan di perangkat seluler, secara lokal," tutur David Cox.
Kendati demikian, sambung David Cox, masih diperlukan cara untuk menjembatani kesenjangan yang tercipta dalam penggunaan AI tersebut.
"Yang terpenting, sistem AI harus bisa dijelaskan. Anda harus dapat memahami mengapa sistem AI membuat keputusan untuk mempercayainya. Karena mereka adalah sistem sosio-teknis, dengan orang dan mesin yang bekerja bersama, Anda harus mampu menjembatani kesenjangan itu."
"Garis pertempurannya adalah: Anda perlu memiliki sistem AI yang dapat dijelaskan, teknologi untuk keamanan, dan Anda memerlukan sistem yang adil dan etis."
(Dio/Isk)
Advertisement