Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengaku ikut dirugikan atas fenomena kemacetan di Jakarta. Antara lain turunnya produktivitas akibat terganggunya distribusi barang maupun jasa.
"Ya dampaknya produktivitas turun pasti. Karena waktu hilang di jalan ya," kata Ketua Umum Apindo Hariyadi B. Sukamdani di Kantor Apindo, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (13/2).
Advertisement
Meski begitu, Hariyadi enggan menyebut lebih detail terkait nilai kerugian tersebut. Sebab, Apindo belum menghitung lebih lanjut terkait potensi kerugian yang ditimbulkan akibat kemacetan di jalanan ibu kota Jakarta.
"Kita belum hitung (kerugian), lebih ke produktivitas," jelas Hariyadi.
Haryadi menilai, kemacetan di Jakarta masih disebabkan oleh permasalahan klasik. Yakni, dominasi kendaraan pribadi dibandingkan transportasi umum.
"Kita lihat KRL, Transjakarta, bagaimana saat jam penuh tapi transportasi umumnya masih tidak bisa mengejar antara permintaan dan supply," ucap Hariyadi.
Atas permasalahan yang terjadi, Apindo meminta pemerintah untuk terus meningkatkan daya tampung transportasi umum di Jakarta dan sekitarnya. Selain itu, konektivitas antar moda transportasi umum juga penting untuk memudahkan penumpang.
"Sekarang memang harus (kapasitas) diperbesar, bagaimana sarana transportasi umum ini menjadi bisa lebih berkapasitas," ujar Hariyadi.
Kerugian Akibat Kemacetan Jakarta Tembus Rp71,4 Triliun per Tahun
Sebelumnya, Pengamat Transportasi dari Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno mencatat, kerugian ekonomi akibat kemacetan di wilayah Jabodetabek sebesar Rp 71,4 triliun per tahun. Hitungan ini berdasarkan pemborosan bahan bakar minyak (BBM) dan waktu hilang akibat kemacetan.
"Dampak sekarang, kerugian ekonomi akibat kemacetan di Jabodetabek sebesar Rp 71,4 triliun per tahun akibat pemborosan bahan bakar dan waktu hilang. Terjadi pemborosan BBM sebesar 2,2 Juta liter per hari," kata Djoko dalam keterangannya, dikutip Senin (13/2).
Djoko mengungkapkan, salah satu penyebab permasalahan kemacetan lalu lintas di Jakarta akibat dominasi kendaraan pribadi. Saat ini, pengguna angkutan perkotaan mengalami penurunan demand secara signifikan akibat masyarakat semakin tergantung pada kendaraan pribadi.
"Apabila dibiarkan, maka angkutan perkotaan terancam punah. Dan sudah banyak kota-kota di Indonesia tidak memiliki lagi angkutan umum yang memadai," jelas Djoko.
Oleh karena itu, diperlukan dukungan Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Perhubungan melalui perluasan Pemberian Subsidi Pembelian Layanan (buy the service).
Djoko mencatat, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat disebut Teman Bus telah dilaksanakan di 10 kota, yakni Medan (Trans Metro Deli), Palembang (Trans Musi Jaya), Jogjakarta (Trans Jogja), Solo (Batik Solo Trans), Denpasar (Trans Metro Dewata), Bandung (Trans Metro Pasundan), Purwokerto (Trans Banyumas), Banjarmasin (Trans Banjarbakula), Makassar (Trans Mamminasata), Surabaya (Trans Semanggi Surabaya).
Advertisement
Urai Macet, Bayar Tol Tanpa Berhenti Usul Diterapkan Sebelum Mudik Lebaran
Pengamat transportasi dan tata kota Universitas Trisakti Yayat Supriatna, menilai impelentasi sistem transaksi non-tunai dan nirsentuh atau bayar tol tanpa berhenti melalui skema Multi Lane Free Flow (MLFF) bisa mengurai kepadatan saat mudik.
"MLFF berlaku pada mudik, wartawan tidak bisa memantau lagi, kemacetan tidak ada. Karena sudah seperti ini, justru orang bingung gak ada kemacetan lagi. Sebab indikator kemacetan arus mudik itu di pintu tol," kata Yayat dalam Diskusi Publik Peluang dan Tantangan Implementasi Sistem Bayar Tol Tanpa Henti, Selasa (7/2/2023).
Dia menyebut ada 4 faktor yang menyebabkan macet, misalnya di Jakarta, pertama, arus lalu lintas yang tidak tertata dengan baik. Kedua, halte transjakarta yang membuat macet, khusunya di halte Semanggi dan Pancoran.
Faktor ketiga, yakni adanya pembatasan jalan transjakarta yang menyebabkan ruas jalan berkurang. Keempat, antrian di pintu jalan tol yang menyebabkan kemacetan pada jalan arteri disekitarnya.
Sayabilang menurut perkiraan saya dari Bogor ke Jakarta. kita rubah, MLFF itu tidak ada lagi merayap dan terjepit dipintu tol.
"Menurut pengamatan saya ada 4 faktor kususnya di Jakarta itu nomor satu lalu lintas (traffic). Kedua, transjakarta bagus tapi ada halte yang bikin macet di Semanggi dan Pancoran, itu menjadi persoalan, (ketiga) pembatan jalan transjakarta, (keempat) ditambha antrian di pintu tol," ujarnya.
Tantangan
Kendati demikian, dibalik segudang manfaat penerapan bayar tol tanpa berhenti atau MLFF ini, masih terdapat beberapa tantangan. Diantaranya, MLFF merupakan struktur baru yang akan merubah kultur atau perilaku masyarakat dalam menggunakan jalan tol.
Selain itu, MLFF membutuhkan sosialisasi yang intensif dan memerlukan contoh model yang mudah dipahami dan dijalankan oleh masyarakat.
"Selanjutnya tantangan ke depan, realistis saja, saya berharap ini struktur baru yang akan membangun kultur baru, yang menjadi perosalan itu perlu sosialisasi," ujarnya.
Disisi lain menurutnya, model uji coba penting untuk segera dilaksanakan, mengingat batas waktu penerapannya tidak lama lagi. "Sekarang RPP-nya (regulasinya) lagi disusun, katanya ditargetkan Maret, ini kayak lagu Krisdayanti menghitung hari," ujarnya.
Terpenting dia berharap sistem bayar tol tanpa berhenti ini bukan sekedar business as usual, tapi bagaimana sistem ini mampu meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat dan peningkatan nilai manfaat usaha bagi semua pihak yang terlibat dalam proses keputusannya.
Advertisement