Pengumuman, Jepang Tak Jadi Resesi

Ekonomi Jepang tumbuh 0,6 persen pada kuartal terakhir 2022 setelah sempat merosot 1,0 persen pada kuartal III 2022.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 14 Feb 2023, 13:10 WIB
Warga Jepang berjalan melewati layar monitor yang menunjukkan indeks bursa saham di perusahaan sekuritas di Tokyo. Ekonomi Jepang mampu tumbuh 0,6 persen pada kuartal terakhir 2022. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Liputan6.com, Jakarta - Perekonomian Jepang terhindar dari resesi meski pulih jauh lebih sedikit dari yang diperkirakan pada kuartal terakhir 2022. Ekonomi Jepang tumbuh 0,6 persen pada kuartal IV 2022.

Para analis melihat konsumsi swasta masih bertahan di tengah kenaikan biaya hidup. Namun memang, ketidakpastian prospek ekonomi global masih akan membebani pemulihan Jepang yang tertunda dari dampak pandemi Covid-19.

Melansir CNBC Intenational, Selasa (14/2/2023), negara ekonomi terbesar ketiga di dunia itu tumbuh 0,6 persen pada kuartal terakhir 2022 setelah sempat merosot 1,0 persen pada kuartal III. Hal ini berdasarkan data yang dirilis pemerintah Jepang. 

Laju pertumbuhan PDB Jepang kali ini lebih kecil dari perkiraan rata-rata sebesar 2,0 persen. Hal ini karena adanya penurunan belanja modal dan persediaan.

"Dari pertumbuhan negatif pada Juli-September, rebound tidak terlalu mengesankan," kata Toru Suehiro, kepala ekonom di Daiwa Securities.

"Kita dapat mengharapkan konsumsi meningkat karena belanja layanan menjadi stabil. Tetapi sulit untuk memproyeksikan pemulihan yang kuat, sebagian karena tekanan dari kenaikan inflasi," tambahnya.

Sementara konsumsi pribadi, yang menyumbang lebih dari setengah PDB Jepang, naik 0,5 persen pada kuartal keempat 2022, sesuai dengan perkiraan rata-rata pasar.

Tapi belanja modal turun 0,5 persen, lebih dari perkiraan pasar untuk penurunan 0,2 persen.

Adapun permintaan eksternal Jepang yang tumbuh 0,3 poin persentase, terhadap kontribusi 0,4 poin yang diproyeksikan oleh para analis.

"Dengan ekonomi maju lainnya menuju resesi, kami masih memperkirakan perdagangan bersih akan menyeret Jepang ke dalam resesi juga di semester pertama, terutama karena investasi bisnis melemah lebih cepat dari yang kami perkirakan," kata Darren Tay, ekonom Jepang di Capital Economics.


Apa Tantangan Selanjutnya?

Orang-orang yang memakai masker melintasi persimpangan di Tokyo Kamis (5/8/2021). Tokyo pada hari Kamis melaporkan 5.042 kasus virus corona baru, rekor tertinggi harian terbaru sejak pandemi Covid-19 dimulai, di saat ibu kota Jepang menjadi tuan rumah Olimpiade. (AP Photo/Kantaro Komiya)

Kabar baiknya, Jepang telah melihat peningkatan jumlah pengunjung dari luar negeri sejak berakhirnya beberapa pembatasan di perbatasan paling ketat di dunia pada Oktober 2022 untuk mencegah penyebaran Covid-19.

Para pembuat kebijakan berharap pemulihan konsumsi dalam negeri, yang didorong oleh tabungan yang terakumulasi selama pandemi, akan bertahan cukup lama untuk menaikkan upah dan meredam pukulan terhadap rumah tangga dari kenaikan harga pangan dan bahan bakar.

Dengan inflasi melebihi target 2 persen Bank of Japan, prospek ekonomi dan upah akan menjadi kunci seberapa cepat bank sentral negara itu dapat menghentikan program stimulus besar-besaran.


Dibayangi Resesi, Ekonomi AS Ternyata Tumbuh 2,9 Persen di Akhir 2022

Pembeli di toko grosir di Pittsburgh melihat tampilan daging sarapan yang sebagian kosong, Selasa (11/1/2022). Varian Omicron yang sangat menular menciptakan kekurangan tenaga kerja yang memengaruhi pengiriman produk dan pengisian kembali rak-rak toko di seluruh negeri. (AP Photo/Gene J. Puskar)

Perekonomian Amerika Serikat tumbuh pada kecepatan yang lambat karena kekhawatiran resesi, tetapi berkinerja lebih baik dari yang diharapkan pada bulan-bulan terakhir tahun 2022.

Melansir Channel News Asia, Jumat (27/1/2023) Departemen Perdagangan mengungkapkan bahwa kegiatan ekonomi AS telah berjalan moderat karena bank sentral atau The Fed menaikkan suku bunga pinjaman hingga tujuh kali tahun lalu, dengan harapan mendinginkan permintaan dan mengekang biaya di tengah lonjakan inflasi.

Negara ekonomi terbesar di dunia itu tumbuh 2,1 persen sepanjang tahun 2022, turun dari angka tahun 2021, menurut data Departemen Perdagangan.

Di kuartal terakhir 2022 produk domestik bruto AS tumbuh melampaui ekspektasi, sebesar 2,9 persen. "Peningkatan PDB riil pada tahun 2022 terutama mencerminkan peningkatan belanja konsumen, ekspor, dan bentuk investasi tertentu," demikian keterangan Departemen Perdagangan AS.

Presiden JAS oe Biden menyambut dengan baik tumbuhnya perekonomian, menyebutkan sebagai "berita yang sangat baik tentang ekonomi Amerika".

"Kita bergerak ke arah yang benar. Sekarang kita harus melindungi keuntungan itu ... yang dihasilkan oleh kebijakan kita," ujar Biden dalam sebuah pidato di Virginia.

Meski ekonomi AS berhasil tumbuh kuat pada kuartal keempat, ekonom dari Oxford Economics Oren Klachkin melihat hal itu belum tentu berlanjut pada awal 2023.

Adapun Rubeela Farooqi dari High Frequency Economics yang juga melhat pengeluaran rumah tangga dan investasi bisnis di AS masih berjalan lambat meski sudah bergerak positif.

Di tambah lagi, sektor perumahan sensitif terhadap terguncang karena kenaikan suku bunga The Fed membebani keterjangkauan.

"Ke depan, data baru-baru ini menunjukkan bahwa laju ekspansi dapat melambat tajam pada kuartal pertama, karena dampak dari kebijakan moneter yang ketat," beber Farooqi.


The Fed Pede Inflasi AS Bisa Melandai Tanpa Harus Korbankan Pertumbuhan Ekonomi

Ilustrasi the Federal Reserve (Brandon Mowinkel/Unsplash)

Pejabat Federal Reserve (The Fed) mengungkapkan keyakinannya bahwa inflasi di Amerika Serikat bisa mereda tanpa memicu penurunan ekonomi yang signifikan. 

Gubernur The Fed Michelle Bowman menjelaskan. hal itu didukung dari rendahnya angka pengangguran di AS, meski suku bunga terus naik. Menurutnya, hal itu bisa menjadi harapan.

"(Jumlah) pengangguran tetap rendah karena kami telah memperketat kebijakan moneter dan membuat kemajuan dalam menurunkan inflasi," ujar Bowman dalam pidato yang disiapkan untuk sebuah acara di Florida, dikutip dari Channel News Asia, Rabu (11/1/2023).

"Saya menganggap ini sebagai tanda harapan bahwa kita dapat berhasil menurunkan inflasi tanpa penurunan ekonomi yang signifikan," tambahnya.

Bowman menyebut, meredanya inflasi AS juga didorong oleh kekuatan pasar kerja, bersama dengan tingkat utang yang rendah di antara rumah tangga.

"Utang yang rendah dan neraca yang kuat bersama dengan pasar tenaga kerja yang kuat berarti konsumen dan bisnis dapat terus berbelanja meski pertumbuhan ekonomi melambat," jelas dia.

Tetapi dia juga memperingatkan bahwa Federal Open Market Committee yang mengatur kebijakan The Fed akan terus menaikkan suku bunga karena masih banyak upaya yang harus dilakukan untuk menurunkan inflasi.

Gubernur The Fed itu menambahkan, suku bunga kemungkinan harus tetap pada tingkat yang "cukup membatasi" untuk beberapa waktu untuk memulihkan stabilitas harga di AS.

Seperti diketahui, The Fed pada Desember 2022 menaikkan siku bunga 0,5 persen, menjadi 4,25 persen -4,5 persen poin persentase. Langkah tersebut menandai kenaikan suku bunga dengan level tertinggi dalam 15 tahun.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya