Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan membahas soal santunan untuk warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban meninggal dunia akibat gempa bumi di Turki. Total ada 2 WNI yang tewas akibat gempa Turki.
"Untuk yang korban belum kita bicarakan, apakah itu perlu ada santunan dari pemerintah Indonesia atau tidak. Nanti akan saya bicarakan dengan kementerian teknis," kata Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy usai bertemu Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (14/2/2023).
Baca Juga
Advertisement
Menurut dia, pemberian santunan tersebut merupakan tanggung jawab Kementerian Sosial (Kemensos). Untuk itu, Muhadjir akan membahasnya terlebih dahulu dengan Menteri Sosial Tri Rismaharini.
"Itu di bawah tanggung jawab dari Kemensos. Nanti saya akan konsultasi, akan saya sampaikan pada Bu Risma," ujarnya.
Sementara itu, Muhadjir belum mengetahui apakah WNI yang meninggal dunia akibat gempa Turki ini akan dibawa ke Indonesia. Dia menyebut hal ini akan ditangani oleh Kementerian Luar Negeri (Kemlu).
"Secara teknis, saya belum mendapatkan informasi apakah ini harus dibawa ke Indonesia atau cukup dimakamkan di sana. Saya belum mendapatkan informasi tapi ini menjadi domain dari Kemenlu," ucap Muhadjir.
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri RI memberikan update terbaru terkait WNI yang meninggal dunia akibat gempa Turki. Jumlah korban bertambah menjadi dua orang.
Dua orang tersebut merupakan ibu dan anak dari Kahramanmaras. Mereka tertimpa reruntuhan gedung.
"2 WNI meninggal (Ibu dan anak) karena tertimpa reruntuhan di Kahramanmaras. Tim KBRI Ankara yang diterjunkan ke lokasi telah mengurus pemulasaraan jenazah," kata Direktur Perlindungan WNI Judha Nugraha, Rabu (8/2/2023).
Sebagai informasi, tim KBRI juga menolong warga-warga lain dari Asia Tenggara. Judha menginformasikan bahwa hingga Rabu sore, ada 123 orang yang ditolong.
"Tim KBRI Ankara berhasil mengevakuasi 123 orang, termasuk 2 WN Malaysia dan 1 WN Myanmar, dari wilayah terdampak menuju Ankara," ujar Judha.
2 WNI Asal Bali Korban Gempa Dimakamkan di Turki
Sebelumnya diberitakan, dua Warga Negara Indonesia (WNI) asal Denpasar, Bali bernama Nia Marlinda dan anaknya turut menjadi korban meninggal dunia akibat gempa berkekuatan magnitudo 7,8 yang terjadi di Turki.
Keluarga dua WNI korban gempa Turki ini hanya bisa menyaksikan prosesi pemakaman jenazah anak dan cucunya di Kahramanmaras melalui rekaman video yang dikirimkan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Turki di Ankara.
Ibu korban gempa, Bidayati Rahmat Zaelani menyampaikan, dia menyaksikan video penguburan anak dan cucunya itu bersama anggota keluarga lainnya, termasuk ayah korban, Muhammad Sukarmin.
“Kemarin (9/2) kami telepon dan dikirimi video (penguburan jenazah Nia),” kata Bidayati saat ditemui di rumahnya di Denpasar, Bali, Jumat (10/2/2023), seperti dikutip dari Antara.
Dia mengucapkan terima kasih kepada staf KBRI Ankara yang terus membuka jalur komunikasi dengan pihak keluarga dan memberi informasi mengenai pemulasaran dan penguburan jenazah putri, beserta cucu, dan menantunya yang merupakan WN Turki itu.
“Staf KBRI bertindak cepat (saat jenazah ditemukan) dibawa ke rumah sakit, jenazah dibersihkan, dan dikafankan,” katanya.
Bidayati mengaku sempat melihat wajah putrinya sebelum dikubur. Namun dia mengaku tak sanggup melihat wajah cucunya yang juga turut menjadi korban gempa Turki.
“Wajahnya (Nia) bersih. Tidak seperti orang yang tertindih reruntuhan,” ujar dia.
Advertisement
Keluarga Ikhlas Korban Dimakamkan di Turki
Menurut Bidayati, pihak keluarga sempat berencana membawa pulang jenazah Nia bersama anaknya ke Indonesia. Pihak keluarga juga sempat menghubungi KBRI Ankara dan membahas permintaan tersebut.
“Akhirnya dari KBRI memberi masukan dan penjelasan (bahwa) bisa dipulangkan, tetapi karena kondisi tertindih reruntuhan prosesnya bisa 1–2 minggu. Tetapi karena kami orang Muslim, pemakaman harus disegerakan,” kata dia.
Bidayati dan keluarga sudah ikhlas menerima keputusan untuk menguburkan jenazah Nia dan anaknya di Kahramanmaras, kota di bagian tengah Turki yang berjarak 600 kilometer lebih dari Ankara, dan 1.000 km lebih dari Istanbul.
“Saya sebagai ibu, di mana pun Nia dimakamkan, itu tanahnya Tuhan (yang) punya juga,” kata Bidayati.
Di rumah duka, Bidayati dan Sukarmin membuka pintu untuk keluarga, kerabat, dan tetangga, yang ingin melayat dan ikut pengajian/tahlilan.
Kegiatan mendoakan almarhum itu dimulai sejak Kamis malam (9/2/2023) dan rencananya akan terus berlangsung selama 7 hari, kemudian pada hari ke-40, dan hari ke-100 kematian Nia Marlinda.
“Sudah banyak yang melayat sejak berita (kematian beredar). Ada tahlilan sampai 7 hari itu, karena kami ada tradisi orang Lombok juga ada hari ke-40 dan hari ke-100. Ada shalat gaib juga, kami sekeluarga aktif sosialisasi,” kata Bidayati yang telah tinggal di Bali selama kurang lebih 40 tahun ini.