Liputan6.com, Jakarta Ismanto, pria asal Semarang kini sukses membudidayakan mamey sapote atau yang lebih dikenal sawo hingga menghasilkan pendapatan jutaan rupiah per bulan.
Sebelum menjadi pembudi daya sawo raksasa, Ismanto hanya seorang karyawan swasta di salah satu perusahaan jamu daerah Semarang dengan posisi sekuriti. Di samping itu, ia pun hobi membudidayakan tanaman salah satunya mamey sapote ini. Karena termasuk tanaman langka, harga jualnya pun cukup tinggi, kata Ismanto. Itulah yang menjadi salah satu alasannya akhirnya menanam sawo.
Advertisement
“Jadi awal mula, saya dulu sebagai karyawan swasta sekuriti di perusahaan jamu di daerah Semarang. Nah, saya tertarik dengan mamey sapote ini karena memang masih langka. Jadi masih langka, harganya juga masih mahal dan jadi perlu saya ingat memang cinta tanaman buah unik. Jadi saya suka bercocok tanam atau bertani dan senang budi dayanya,” cerita dia kepada tim Berani Berubah.
Budidaya Mamey Sapote
Ismanto mengungkapkan, mamey sapote ini sebetulnya berasal dari dataran benua Amerika Latin. “Kayak Meksiko, Peru, daerah Amerika Latin aslinya,” tuturnya.
Meski begitu, dirinya tidak merasa kesulitan untuk membudidayakan sawo raksasa ini. Hal itu karena dia memang suka bercocok tanam dan menjadikannya sebagai hobi.
Dia bercerita, “Iya sebetulnya kalau kesulitan tidak karena memang didasari dari dulunya saya suka. Memang hobi dulu, awalnya kita hobi, dari hobi memang suka tanaman kita rawat akhirnya ya itu, lama kelamaan ada pikiran muncul untuk usaha. Nah, dari situ kita tekunin, kita telatenin memang benar sekarang kita memang total usaha kita pertanian di pembibitan dan perkebunan buah-buahan.”
Sementara itu, untuk metodenya, Ismanto mengatakan bahwa kebanayakan petani membudidayakan mamey sapote ini dengan mencangkok. Nantinya ketika sudah berbuah, sawo lokal atau jumbo yang biasa beratnya bisa mencapai 400 gram. Sedangkan mamey sapote ini bisa lebih berat hingga 4 kilogram karena ukurannya raksasa.
Dalam pembudidayaan sawo raksasa ini, kata Ismanto, ada tujuh karyawan yang membantunya. Namun, pasca Covid-19 situasi penjualan atau usaha pembibitan bergitu berpengaruh terhadap bisnisnya ini.
“Sekarang karyawan kita tinggal tiga. Itu dulu rata-ratanya pemuda-pemuda yang putus sekolah, nggak lanjutin sekolah karena faktor biaya, karena faktor lain-lain,” tutur dia.
Di samping itu, membudidayakan mamey sapote itu ternyata tidak mudah. Seperti salah satu pekerja Ismanto mengungkapkan bahwa dia harus belajar lebih dulu.
“Awal-awal memang mengalami kesulitan ya. Setelah saya diajari mengalami mudah dalam melakukan budi daya mamey sapote ini,” kata Adi Mungkas.
Akan tetapi, Adi sangat bersyukur karena selain manambah pundi-pundi cuan atau uang, dia juga bisa menambah pengalaman atau wawasan terkait dengan pertanian di Kota Semarang.
Penghasilan Jutaan Rupiah
Dalam penjualannya Ismanto menawarkan bibit paling kecil hingga besar. Untuk harganya, itu berkisar antara Rp 250-450 ribu.
“Untuk penghasilan kita sendiri Alhamdulillah cukup terbantu dengan mamey sapote. Jadi biasa jual bibit paling kecil itu, kalau istilahnya fresh cangkok atau cangkok potong itu kita jual Rp 250 ribu itu paling kecil. Masih paling kecil lah. Kalau bibitan sudah jadi kita jual Rp 450 ribu,” kata Ismanto.
Adapun untuk buahnya, Ismanto menjual dengan harga Rp 100 ribu per kilogram dengan rata-rata berat sawo 2 kilogram ke atas, bahkan ada yang sampai 4 kilogram. Alhasil jika ditotal penjualannya, rata-rata dia memperoleh pendapatan sekitar Rp 20 juta per bulan.
“Awalnya saya sebagai pekerja sekuriti di perusahaan swasta di Kota Semarang. Kemudian saya mencoba budi daya sawo raksasa ini atau mamey sapote meski sulit tapi harus semangat, pantang menyerah, dan Berani Berubah!” pungkasnya.
Ikuti kisah ini maupun yang lainnya dalam Program Berani Berubah, hasil kolaborasi antara SCTV, Indosiar bersama media digital Liputan6.com dan Merdeka.com.
Program ini tayang setiap Senin di Program Liputan 6 Pagi SCTV dan Fokus Pagi Indosiar pukul 04.30 WIB, dan akan tayang di Liputan6.com serta Merdeka.com.
Advertisement