Liputan6.com, Jakarta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan aliran dana hasil dari tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang digunakan untuk pembiayaan pemilu. Kabarnya, temuan ini juga terjadi sejak beberapa periode pemilu yang telah dilakukan.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menegaskan kalau potensi penggunaan dana pencucian uang itu sudah dikantongi pihaknya. Bahkan, secara berkala juga sudah dilakukan pelaporan ke DPR RI maupun ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Advertisement
"Itu sudah kita lakukan riset juga dengan KPU dan Bawaslu, alhamdulillah hasilnya memang kita melihat potensi itu ada, dan faktanya memang potensi (pendanaan pemilu) itu ada," ujarnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi III DPR RI, Selasa (14/2/2023).
Ivan menjelaskan, temuan ini juga sejalan dengan kasus-kasus yang ditangani baik pleh PPATK ataupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Temuan itu juga berdasar pada kajian yang dilakukan PPATK beberapa waktu sebelumnya.
"Faktanya memang memiliki korelasi dengan temuan PPATK pada saat PPATK melakukan kajian pada saat yang bersangkutan dan oknum tertentu itu mengikuti kontesatasi politik periode-periode sebelumnya," sambungnya.
Kendati begitu, Ivan enggan menyebut berapa angka dana hasil TPPU yang digunakan untuk mendanai kontestasi politik tersebut. Namun, taksirannya mencapai triliunan rupiah.
Gandeng Bawaslu dan KPU
Pada kesempatan itu, Ivan menegaskan kalau pihaknya menjalin Bawaslu dan KPU dalam menangani perkara tersebut. Beberapa diantaranya mengenai temuan-temuan dari PPATK.
"Terkait dengan isu pada saat acara dengan Bawaslu dan KPU, kita ada kerja sama dengan Bawaslu dan KPU, ini sudah berlamgsung beberapa tahun di beberapa kali putaran pemilu di periode sebelumnya," kata dia.
"Dan sudah kami seirng laporkan ke forum terhormat ini (DPR RI) dan sudah juga kami buka bagaiamana PPATK aktif kerja sama dengan Bawaslu dan KPU terkait bagaimana potensi TPPU ini agar tidak menjadi bagian dari bagian pendanaan pemilu," tambah Ivan.
Dana Hasil Korupsi
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengendus adanya transaksi diduga terkait tindak pidana mencapai total Rp 183,8 triliun sepanjang 2022. Transaksi tersebut antara lain terkait uang hasil korupsi dan judi.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana mengatakan pihaknya pun telah memberikan hasil analisis dan pemeriksaan dari berbagai tindak pidana terkait dengan pengungkapan pencucian uang.
Di mana, sepanjang 2022 PPATK telah menyampaikan 1.290 laporan hasil analisis terkait dengan 1.722 Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM).
Dari total Rp 183,8 triliun antara lain terdiri dari tindak Pidana korupsi senilai Rp 81,3 triliun. Kemudian Tindak Pidana Perjudian senilai Rp 81 triliun.
Selain itu Tindak Pidana terkait GFC senilai Rp 4,8 triliun, Tindak Pidana Narkotika senilai Rp 3,4 triliun, Penggelapan dana dalam Yayasan Rp 1,7 triliun. Sisanya dari berbagai tindak pidana lain yang nilainya di bawah beberapa hal di atas
Secara total, dia menyebut PPATK menerima 27.816.771 laporan transaksi kurun 2022."Saat ini PPATK menerima 50 ribu transaksi per jam," jelas dia saat rapat kerja dengan DPR, Selasa (14/2/2023).
Advertisement
24 Juta Laporan
Ini terdiri dari 24.202.819 Laporan Transfer dari dan ke Luar Negeri (LTKL). Kemudian 90.742 Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM), 90.799 Laporan Transaksi Penyedia Barang dan Jasa, 3.431.107 Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) dan 1.304 Laporan Penundaan Transaksi (LPT).
Dia juga mengatakan jika PPATK telah berkontribusi pada penerimaan negara dari denda sebesar denda Rp 1,65 milir, uang pengganti Rp 13,9 miliar dan SGD 1,09 juta.
"PPAT juga berkontribusi pada penerimaan negara sektor pajak melalui hasil analisis dan pemeriksaan ke dirjen pajak Rp 7,4 triliun lebih sesuai dengan ketetapan dari dirjen pajak," dia menandaskan.