Vonis Mati Ferdy Sambo, Bukti Polri Tak Ada Intervensi Atas Kasus Kematian Brigadir J

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) memvonis Terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo dengan hukuman mati pada Senin 13 Februari 2023.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 14 Feb 2023, 21:30 WIB
Ferdy Sambo usai divonis hukuman mati terkait kasus pembunuhan Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023). Ketua Majelis Hakim Wahyu Imam Santoso memvonis mantan Kadiv Propam tersebut hukuman mati karena terbukti sebagai dalang pembunuhan berencana Brigadir J. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) memvonis Terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo dengan hukuman mati pada Senin 13 Februari 2023.

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi), Edi Hasibuan, mengatakan, vonis mati Ferdy Sambo tersebut bukti bahwa Polri tak ada intervensi terhadap kasus ini.

"Betul. Melihat vonis berat, Polri kita lihat tidak mau intervensi. Menyerahkan sepenuhnya kepada hakim," kata dia, Selasa (14/2/2023).

Edi berharap, dengan sudah dibacakannnya vonis, maka bisa menjadi pelajaran bagi Polri agar tak ada kasus serupa. Dan Diharapkannya Ferdy Sambo bisa fokus melakukan upaya lain jika dia menggunakan haknya.

"Kita yakin Sambo akan patuh kepada hukum dan tidak akan mencari masalah baru. Sambo lebih baik fokus menggunakan hak hukumnya," jelas dia.

Sementara, Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai vonis itu memang bisa menjadi pembenahan bagi Polri.

"Kalau tidak ada ini (kasus Ferdy Sambo), tidak jadi momentum perbaikan, hanya lewat-lewat gitu saja," ujar Bambang ketika dihubungi merdeka.com, Selasa (14/2/2023).

Bambang menyebut salah satu hal yang perlu dibenahi kini adalah kultur kepolisian dimana adanya upaya saling menutupi kebobrokannya masing-masing.

"Di internal sendiri harus ada pembenahan secara sistemis dan struktur, instrumen maupun yang lebih penting adalah pembenaham kultural. Kalau kulturnya masih sama ya gimana mau divonis dipidana, kan tidak bisa diproses pidana, banyak kasus-kasus oleh kepolisian yang tidak dipidana," tuturnya.

"Kita tidak bisa mengharapkan kulturnya berubah kalau strukturnya masih sama," sambungnya.

 


Vonis Sambo

Sebelumnya, vonis kepada Ferdy Sambo tersebut dibacakan langsung oleh ketua majelis hakim, Wahyu Iman Santoso di ruang sidang PN Jaksel.

"Menyatakan Ferdy Sambo secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana serta melakukan pembunuhan berencana, hukuman dengan pidana mati," ujar Hakim Wahyu Iman Santoso.

Hakim di persidangan pembunuhan berencana Brigadir J meyakini bahwa terdakwa Ferdy Sambo menggunakan sarung tangan hitam saat menembak korban.

“Jaksa Penuntut Umum di persidangan telah melakukan penyitaan dan ditemukan sarung tangan yang sudah terbuka, satu buah kotak yang sudah terbuka, satu buah kotak yang belum terbuka yang menunjukkan terdakwa memiliki ketersediaan sarung tangan warna hitam," ujar Hakim Wahyu Iman Santoso.

Hakim Wahyu Iman Santoso juga menyebut bahwa juga ditemukan sepucuk senjata Glock 17, menimbang bahwa dari barang bukti terdakwa memiliki satu pucuk senjata Glock.

"Terdakwa di saat di TKP membawa senjata api di pinggang kanan. Terdakwa memiliki satu pucuk Glock jenis Austria berisi 5 butir peluru silver," kata hakim.

 

 

Reporter: Rahmat Baihaqi/Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya