Liputan6.com, Jakarta Pada beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan hasil survei stunting yang turun menjadi 21,6 persen pada 2022, dari sebelumnya 24,4 persen pada 2021. Meski begitu, target pemerintah menurunkan stunting hingga 14 persen pada 2024 masih perlu penyesuaian di lapangan.
Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto mempertanyakan, adanya enam daerah yang angka stunting meningkat pada periode survei 2022. Keenam provinsi yang dimaksud antara lain, Sulawesi Barat, Papua, Nusa Tenggara Barat (NTB), Papua Barat, Sumatera Barat, dan Kalimantan Timur.
Advertisement
Padahal, dana yang digelontorkan keenam daerah di atas terbilang mencukupi.
"Kenaikan ini harus menjadi atensi pemerintah pusat. Dana digelontorkan banyak, kok naik?” kata Edy dari Fraksi PDI Perjuangan melalui pernyataan tertulis yang diterima Health Liputan6.com, ditulis Rabu (15/2/2022).
Sebagai gambaran, Edy memaparkan kenaikan angka stunting di enam daerah, yang merupakan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI).
- Sulawesi Barat (2021: 33,8 persen dan 2022: 35 persen)
- Papua (2021: 29,5 persen dan 2022: 34,6 persen)
- NTB (2021: 31,4 persen dan 2022: 32,7 persen)
- Papua Barat (2021: 26,2 persen dan 2022: 30 persen)
- Sumatera Barat (2021: 23,3 persen dan 2022: 25,2 persen)
- Kalimantan Timur (2021: 22,8 persen dan 2022: 23,9 persen)
Survei SSGI di atas dilakukan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sejak tahun 2021, yang diperbarui menjadi setahun sekali.
Pengukuran Stunting Harus Sama
Edy Wuryanto yang juga anggota dewan Dapil Jawa Tengah III menyarankan, agar pemerintah pusat, dalam hal ini Kemenkes dan BKKBN untuk terjun langsung ke enam provinsi (Sulawesi Barat, Papua, Nusa Tenggara Barat (NTB), Papua Barat, Sumatera Barat, dan Kalimantan Timur) yang terjadi kenaikan stunting.
"Ini untuk mengetahui penyebab kenaikan anak yang stunting. Setiap provinsi memiliki kondisi yang berbeda. Enam provinsi ini harus jadi prioritas,” terangnya.
Untuk mempercepat penurunan stunting, Edy memberikan saran agar pengukuran stunting memiliki standar nasional. Itu diperlukan agar pemerintah daerah yang melakukan survei bisa memakai standar yang sama.
"Perbedaan cara ukur antar satu wilayah dikhawatirkan akan memengaruhi kredibilitas data di pusat," imbuhnya.
Di sisi lain Edy memberikan apresiasi kepada pemerintah karena berhasil menurunkan angka stunting nasional dengan cukup signifikan.
“Bukan hal yang mudah apalagi di masa pandemi COVID-19. Intervensi stunting tidak bisa instan," ucapnya.
Advertisement
Intervensi Stunting pada Ibu Hamil
Kemenkes melakukan intervensi stunting pada ibu hamil, yakni dengan pemberian tablet tambah darah dan asupan gizi yang cukup terutama protein hewani.
Untuk upaya pengukuran pada ibu hamil, Kemenkes mengubah kebijakan agar pemeriksaan kehamilan melalui Antenatal Care (ANC) dilakukan sebanyak enam kali dan dua kali dengan USG agar dapat memantau janin tumbuh normal atau tidak.
Sedangkan pada bayi yang berusia 6 - 24 bulan, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan jenis intervensi yang diberikan melalui pemberian vaksin PCV dan rotavirus yang bisa melindungi bayi dari infeksi berulang.
Bagi bayi di bawah usia 6 bulan, dipastikan kebutuhan ASI eksklusifnya terpenuhi.
“Infeksi terbesar di bayi adalah pneumonia dan diare, makanya imunisasi penting untuk bayi. Untuk bayi yang teridentifikasi berisiko stunting, harus kita cegah dengan protein hewani. Bisa dari telur, ayam, ikan, daging, susu, dan segera diintervensi untuk diukur dengan timbangan,” ujar Budi Gunadi dalam 'Sosialisasi Kebijakan Intervensi Percepatan Penurunan Stunting tahun 2023' pada 9 Februari 2023.