IMF Rilis Peringatan Soal Ekonomi Global, Apa Itu?

IMF kembali menyampaikan peringatan terkait kondisi ekonomi global yang masih dihantui ketidakpastian. Simak selengkapnya.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 15 Feb 2023, 16:10 WIB
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva. Dok: Twitter @KGeorgieva

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva kembali menyampaikan peringatan terkait kondisi ekonomi global yang masih dihantui ketidakpastian imbas pandemi Covid-19,  perang Rusia-Ukraina, dan gempa bumi baru-baru ini di Suriah dan Turki .

"Kita semua harus mengubah pola pikir kita untuk menjadi jauh lebih gesit dan lebih berorientasi pada membangun ketahanan di semua tingkatan, sehingga kita dapat menangani guncangan dengan lebih baik," kata Kristalina Georgieva, dikutip dari CNBC International, Rabu (15/2/2023).

"Yang sangat kami khawatirkan adalah hal yang tidak terduga," ujarnya, dalam sebuah panel World Government Summit yang diselenggarakan oleh Hadley Gamble dari CNBC.

Selain itu, IMF mengisyaratkan perlunya ketahanan sumber daya manusia, dimana masyarakat  harus memberikan kesempatan yang sama, harus mendapat manfaat dari pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial yang baik.

"Kita belum berada di tempat yang seharusnya menjadi masyarakat yang baik bagi planet kita dan untuk anak-anak kita," tambah Georgieva.

Kepala IMF menambahkan, diperlukan lebih banyak investasi swasta untuk membantu negara-negara berkembang mencapai target perubahan iklim mereka, yang tidak dapat dicakup hanya dari bantuan publik dan pendanaan pemerintah daerah.

Terkait perang Rusia-Ukraina, Georgieva menyebut dunia kehilangan "deviden perdamaian yang sangat berharga".

Dia pun mendorong negara-negara di dunia untuk menambah pengeluaran pada pertahanan dan mengurangi sedikit untuk urusan domestik.

"Kita tidak bisa lagi menyia-niyakan perdamaian begitu saja," pungkasnya.

"Semua orang bersimpati pada masalah yang hari ini menjadi masalah di Ukraina, tetapi besok bisa menjadi masalah bagi banyak negara lain – bahwa Anda dapat diserang oleh tetangga Anda yang lebih kuat," ucap Georgieva.

"Di Ukraina, orang sangat percaya bahwa mereka berjuang bukan hanya untuk diri mereka sendiri, mereka berjuang untuk hak kehadiran setiap negara dan menjalankan urusannya sendiri," tambahnya.


Pakistan Krisis Ekonomi, Kini Jadi Pasien IMF

Pemilik toko dan pekerja menunggu listrik menyala menyusul gangguan listrik nasional di pasar di Lahore, Pakistan, Senin (23/1/2023). Pemadaman listrik dilaporkan sampai mengganggu operasional pabrik-pabrik, rumah sakit (RS), hingga sekolah-sekolah di semua kota utama Pakistan. (AP Photo/K.M. Chaudary)

Pakistan tengah dilanda krisis ekonomi, salah satunya termasuk krisis neraca pembayaran.

Melansir CNN Business, Jumat (3/2/2023) krisis itu didorong oleh besarnya biaya belanja untuk aktivitas perdagangan. Namun besarnya dana yang dkeluarkan tidak menghasilkan keuntungan. 

Mata uang Pakistan, rupee, baru-baru ini turun ke posisi terendah terhadap dolar AS setelah pihak berwenang negara itu melonggarkan kendali mata uang untuk memenuhi salah satu persyaratan pinjaman IMF.

Pakistan sementara itu juga dilaporkan menolak usulan dari IMF, salah satunya pelonggaran subsidi BBM, karena akan menyebabkan lonjakan harga baru dalam jangka pendek.

Pemerintahan Perdana Menteri Shehbaz Sharif juga tengah mengupayakan kesepakatan pembiayaan darurat miliaran dolar dari Dana Moneter Internasional (IMF).

IMF pun telah mengirim delegasi untuk melakukan pembicaraan dengan Pakistan terkait bantuan tersebut.

“Kami membutuhkan persetujuan IMF untuk dilaksankannya (bantuan) sesegera mungkin agar kami dapat menyelamatkan (ekonomi)," kata Maha Rehman, seorang ekonom dan mantan kepala analitik di Pusat Riset Ekonomi di Pakistan.

Selain itu, Pakistan juga menghadapi lonjakan inflasi. Bank sentral negara itu telah menaikkan suku bunga utamanya menjadi 17 persen dalam upaya untuk menekan inflasi konsumen tahunan yang hampir mencapai 28 persen.

Belum lagi, Pakistan beberapa waktu lalu dilanda oleh bencana banjir terbesar dalam sejarahnya, juga pemadaman listrik yang luas, menyebabkan tagihan besar untuk rekonstruksi dan bantuan.

Bank Dunia memperkirakan bahwa negara itu memerlukan setidaknya dana USD 16 miliar untuk mengatasi kerusakan dan kerugian.

Namun kondisi global juga memperburuk situasi. Perlambatan ekonomi telah membebani permintaan ekspor Pakistan, sementara nilai dolar AS tahun lalu menambah tekanan pada negara-negara yang mengimpor makanan dan bahan bakar dalam jumlah besar.


Pakistan Menanti Keputusan IMF untuk Bantuan Ekonomi

Seorang pedagang menggunakan lampu alternatif di kios kentang gorengnya di sebuah pasar selama pemadaman listrik di seluruh negeri, di Islamabad, Pakistan, Senin, 23 Januari 2023. Listrik padam di pabrik, rumah sakit dan sekolah di seluruh penjuru negara itu selama berjam-jam setelah fluktuasi tegangan di antara Kota Jamshoro dan Kota Dadu di Provinsi Sidh selatan. (AP Photo/K.M. Chaudary)

Agar Pakistan terhindar dari gagal bayar atau default, pembicaraan dengan IMF untuk memulai kembali program bantuannya yang macet diharapkan berhasil, menurut investor dan ekonom. 

"Ketersediaan pinjaman IMF sangat penting," kata Ammar Habib Khan, seorang non-residen senior di Atlantic Council.

Di sisi lain, Farooq Tirmizi, CEO Elphinstone, sebuah startup yang ditujukan untuk investor di Pakistan, menyebutkan bahwa meskipun program IMF dilanjutkan, hal itu tidak akan menyelesaikan semua masalah, karena masalah utama yang mengganggu Pakistan adalah "bukan ekonomi, tetapi politik, dengan pemerintah di tempat yang tidak mau melakukan perubahan struktural. 


Lebih Percaya Diri, IMF Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global 2023 Jadi 2,9 Persen

(Foto: aim.org)

Dana Moneter Internasional (IMF) pada Senin (30/1) merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk tahun ini.

Akan tetapi, badan internasional itu juga memperingatkan bahwa suku bunga yang tinggi dan perang Rusia-Ukraina kemungkinan masih akan membebani aktivitas ekonomi.

Mengutip CNBC International, Selasa (31/1/2023) dalam pembaruan proyeksinya, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan tumbuh 2,9 persen tahun ini–yang mewakili peningkatan 0,2 poin persentase dari perkiraan sebelumnya di bulan Oktober.

Namun, angka tersebut berarti penurunan dari ekspansi 3,4 persen pada 2022. Selain itu, IMF juga menurunkan proyeksi ekonomi untuk 2024 menjadi 3,1 persen.

"Pertumbuhan akan tetap lemah menurut standar historis, karena perjuangan melawan inflasi dan perang Rusia-Ukraina membebani aktivitas," kata Pierre-Olivier Gourinchas, direktur departemen penelitian di IMF, dalam sebuah posting blog. 

IMF menjelaskan, prospek ekonomi global menjadi lebih positif karena faktor domestik yang lebih baik dari perkiraan di beberapa negara, seperti Amerika Serikat.

"Pertumbuhan ekonomi terbukti sangat tangguh pada kuartal ketiga tahun lalu, dengan pasar tenaga kerja yang kuat, konsumsi rumah tangga yang kuat dan investasi bisnis, serta adaptasi yang lebih baik dari perkiraan terhadap krisis energi di Eropa," beber Gourinchas, yang juga melihat bahwa tekanan inflasi menurun.

Namun, gambaran pada ekonomi global ke depan tidak sepenuhnya positif. Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva memperingatkan awal bulan ini bahwa ekonomi memang tidak seburuk yang ditakuti beberapa orang tetapi belum berarti sudah membaik.

"Kita harus berhati-hati," ujar Georgieva dalam panel yang dimoderatori CNBC di Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss.

Infografis IMF Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Baik (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya