Liputan6.com, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E harus tetap mempertangungjawabkan perbuatan karena telah menembak mati Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Hal itu disampaikan Hakim Anggota, Alimin Ribut Sujono saat membacakan amar putusan.
"Tidaklah tepat apabila terdakwa dipandang sebagai alat sehingga tidak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang dilakukan," kata Alimin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (15/2/2023).
Advertisement
Alimin menerangkan, perintah Ferdy Sambo kepada terdakwa tidaklah semata-mata seketika terjadi di Rumah Dinas Duren 3 ketika Ferdy Sambo berteriak kepada terdakwa. Tetapi perintah tersebut telah diberikan kepada Ferdy Sambo sejak di rumah Saguling.
Alimin menerangkan, saat itu, terdakwa dipanggil Ricky Rizal untuk bertemu Ferdy Sambo di lantai 3 rumah di Jalan Saguling III Nomor 29, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
"Di mana Ferdy Sambo menyuruh terdakwa dengan mengatakan nanti kau tembak Yosua kalau kamu yang tembak Yosua saya yang akan jaga kamu kalau nanti saya yang tembak tidak ada yang jaga kita. Di mana atas perintah Ferdy Sambo tersebut terdakwa menjawab 'siap komandan' kemudian atas Ferdy Sambo terdakwa menambah peluru Glock 17 miliknya," kata Alimin.
Alimin menerangkan, terdakwa turun dari lantai 3 lalu berdoa memohon agar Tuhan mengubah rencana Ferdy Sambo menghilangkan nyawa Yosua.
Alimin menjelaskan, doa yang diucapkan terdakwa menunjukkan terdakwa mampu berfikir serta menyadari sepenuhnya perintah menembak Brigadir J adalah salah.
Menurut Alimin, terdakwa seharusnya dapat menemukan cara agar Yosua terhindar dari penembakan. Alimin mengatakan, melihat berdasarkan rentang waktu perintah sampai pelaksanaan di rumah dinas Duren 3.
Terlebih lagi penembakan tersebut dilakukan kepada korban Yosua sesama ajudan Ferdy Sambo yang selama ini selalu bersama serta tidak memiliki persoalan apapun dengan terdakwa.
"Karenanya tidaklah tepat apabila terdakwa hanya dipadang sebagai alat yang disuruh lakukan sehingga tidak dapat dipertanggujawabkan sebagaimana pengertian menyuruh lakukan," ucap Alimin.
Status Bharada E sebagai penegak hukum.
Alimin turut menyinggung status Bharada E sebagai penegak hukum. Terdakwa diajarkan menunjung tinggi hukum dan keadilan dalam menjalan tugas. Makanya, seharusnya kepatuhan dan ketaatan terdakwa ditunjukkan kepada hukum.
"Terdakwa ketika mendapat perintah menembak Yosua di lantai 3 rumah Saguling, terdakwa berdoa bahkan di rumah Duren Tiga terdakwa pun berdoa yang menunjukkan adanya dilema perbedaan selama ini peroleh baik dari pendidikan maupun selama menjalani tugas dengan perintah menyimpang dari seharusnya," ujar Alimin.
"Apa yang diperintah Ferdy Sambo bukan perintah jabatan. Bahwa sebagaimana dikemukan terdakwa sejak diperintah Ferdy Sambo di rumah Saguling untuk tembak Yosua, terdakwa berdoa yang menunjukan terdakwa sudah menyadari perintah yang diberikan Ferdy Sambo adalah salah Ferdy Sambo tidak punya kewenangan untuk menghilangkan nyawa Yosua dan menembak Yosua bukan tugas terdakwa sehingga sangat jelas perbuatan terdakwa bukan dalam melakanakan perintah jabatan," tandas Alimin.
Dalam kasus ini, Richard Eliezer dinyatakan terbukti bersalah turut serta melakukan pembunuhan berencana. Bharada E disebut melanggar Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana. Mengadili menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumui dengan pidana penjara selama 1 tahun dan enam bulan," kata Ketua Majelis Hakim PN Jaksel Wahyu Iman Santoso, Rabu (15/2/2023).
Advertisement
Respons Kejagung soal Vonis Richard Eliezer Jauh Lebih Ringan dari Tuntutan Jaksa
Kejaksaan Agung (Kejagung) menanggapi hasil sidang putusan atau vonis terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E dengan hukuman pidana 1 tahun 6 bulan penjara.
Vonis Richard Eliezer tersebut jauh lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni 12 tahun penjara atas kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana mengatakan, pihaknya menghormati putusan yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) terhadap Richard Eliezer tersebut.
"Menghormati putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang telah terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan berencana secara bersama-sama sebagaimana yang diatur dalam Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan,” kata Ketut kepada wartawan, Rabu (15/2/2023).
Kejagung belum mengambil keputusan apakah akan mengajukan banding atas putusan tersebut. Menurut Ketut, saat ini JPU tengah mempelajari lebih lanjut amar putusan perkara terdakwa Richard Eliezer untuk menentukan langkah hukum ke depan yang akan diambil.
"Akan mempelajari lebih lanjut terhadap seluruh pertimbangan hukum dan alasan-alasan hukum yang disampaikan dalam putusan a quo untuk menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan lebih lanjut," jelas Ketut.
Kejagung juga turut mempertimbangkan secara mendalam rasa keadilan yang berkembang di masyarakat, termasuk pemberian maaf keluarga Brigadir J selaku korban kepada terdakwa Richard Eliezer.
"Sambil menunggu sikap atau upaya hukum yang dilakukan oleh terdakwa atau Penasihat Hukumnya terhadap putusan yang sudah dijatuhkan,” ucap Ketut menandaskan.