Liputan6.com, Yogyakarta Sejumlah Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Yogyakarta melakukan aksi di depan gedung DPRD DIY untuk memperingati Hari PRT Nasional yang jatuh pada Rabu(15/2/2023). Aksi ini dilakukan untuk mendesak pengesahan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang sudah 19 tahun diperjuangkan.
Baca Juga
Advertisement
Dalam aksi ini, para PRT membentangkan serbet raksasa dan menyingkap payung-payung hitam bertuliskan #SAHKANRUUPPRT. Aksi yang juga dihadiri sejumlah aktivis dan masyarakat sipil ini dilakukan serentak di Jakarta, Makassar, Semarang, Surabaya, Sumenep, dan Bandung.
"Dengan aksi ini semoga terketuk hatinya Bu Puan dan anggota DPR RI bahwa PRT sangat membutuhkan perlindungan Hukum yang jelas." ujar Yuli Maheni, salah satu pendiri Serikat Pekerja Rumah Tangga (SPRT) Tunas Mulia yang terlibat dalam aksi tersebut.
Para PRT menyesalkan sekaligus prihatin atas proses pengesahan RUU PPRT yang terus ditunda oleh DPR-RI. Padahal satu hari penundaaan pengesahan RUU PPRT sama dengan membiarkan puluhan PRT korban berjatuhan dan hidup dalam kemiskinan yang berkelanjutan.
Dilakukan setiap tahun
Aksi memperingati Hari PRT Nasional ini sudah dilakukan setiap tahunnya di Yogyakarta dan sejumlah daerah. Hari PRT Nasional diperingati untuk mengenang kisah kelam Sunarsih, PRT yang disiksa oleh pemberi kerja di Surabaya pada 2001 silam.
22 tahun berlalu, kisah kelam ini masih terulang. Masih muncul Sunarsih lainnya yang mendapat perlakuan buruk dari pemberi kerjanya. Dari aksi ini, para PRT berharap ada kejelasan tentang pengesahan RUU PPRT sebagai perlindungan.
"Harapan kita lewat aksi ini supaya RUU PPRT segera disahkan. Sudah terlalu lama 19 thn RUU PPRT di gantung di DPR," ujar Yuli Maheni.
Aksi ini juga merupakan bagian dari aksi Rabuan yang sudah dilakukan oleh para PRT di berbagai daerah sejak Desember 2022 lalu. Di Yogyakarta, aksi Rabuan di DPRD DIY ini merupakan aksi yang kedua. Sebelumnya, para PRT di Yogyakarta juga pernah melakukan aksi Rabuan pada Hari Ibu Rabu(22/12/2022) lalu.
Tak hanya aksi di DPRD, PRT di Yogyakarta juga melakukan aksi Rabuan dengan melakukan audiensi di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DIY hingga diskusi seputar PRT di Universitas Islam Indonesia.
Advertisement
RUU PPRT bisa selamatkan jutaan PRT di Indonesia
Sebagai pekerja, PRT memiliki jenis pekerjaan yang unik. Bekerja di dalam ruang-ruang privat, membuat PRT tak bisa bersuara ketika hak-haknya tidak terpenuhi atau bahkan mengalami perlakuan buruk.
Data Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA) PRT pada 2023 menunjukkan ada 2641 kasus kekerasan terkait PRT yang ditangani. 79 persen dari mereka bisa menyampaikan situasi kekerasan karena akses komunikasi yang ditutup. Akhirnya, intensitas kekerasan meningkat, dan berujung pada situasi korban yang fatal.
"PRT bekerja dalam lingkup rumah tangga di mana kerap terjadi hubungan yang bersifat kekeluargaan sehingga menyulitkan posisi sebagai pekerja" ujar Ernawati, pengurus Organisasi Pekerja Rumah Tangga (OPERATA) DIY.
Adanya RUU PPRT bisa memutus rantai kekerasan pada PRT. Ernawati mengungkapkan bahwa satu ketokan palu yang diberikan DPR-RI bisa menyelamatkan jutaan PRT dan pemberi kerja.
"UU Perlindungan PRT merupakan bentuk kehadiran negara dalam melindungi warga negaranya. Baik mereka yang bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga maupun pemberi kerja." ujar Ernawati yang juga turut dalam aksi tersebut.
Rangkaian aksi PRT
Untuk mendesak DPR agar segera menetapkan RUU PPRT sebagai RUU inisiatif sekaligus memperingati hari PRT nasional, maka para PRT yang dikoordinasi bersama JALA PRT melakukan serangkaian aksi. Selain aksi di gedung DPR-RI dan DPRD wilayah masing-masing, para PRT juga melakukan aksi puasa dan mengirim surat untuk ketua DPR-RI.
Aksi puasa yang dilakukan oleh 15 ribu PRT ini akan dilakukan mulai Rabu(15/2/2023) hingga ada respons dari DPR-RI untuk mengambil langkah konkrit menetapkan RUU PPRT sebagai RUU Inisatif. Namun, jika tak ada respons apapun, maka pada Rabu(15/3/2023) para PRT ini akan melakukan aksi mogok makan hingga RUU PPRT ditetapkan sebagai RUU Inistiaf dan disahkan.
Selain aksi puasa, ada juga aksi mengirim surat cinta untuk ketua DPR RI, Puan Maharani agar mengesahkan RUU PPRT. Aksi ini tak hanya dilakukan oleh para PRT, namun juga dari keluarga PRT di desa.
Advertisement
Proses panjang RUU PPRT
RUU PPRT sebenarnya sudah mengalami berbagai proses kajian, studi banding, berbagai proses dialog, revisi dan pembahasan. Hingga posisi terakhir sudah disepakati oleh Pleno Baleg DPR RI pada 1 Juli 2020 untuk diserahkan ke Bamus DPR agar diagendakan di Rapat Paripurna DPR untuk ditetapkan sebagai RUU Inisiatif.
Pada Agustus 2022, Pemerintah melalui Kantor Staf Presiden (KSP) juga sudah membentuk Gugus Tugas RUU PPRT. 2,5 tahun sudah RUU PPRT ditahan di Bamus DPR dan Ketua DPR untuk ditetapkan dalam rapat paripurna sebagai RUU Inisiatif, namun belum juga dibawa ke rapat paripurna.
Terbaru, pada Rabu(18/1/2023), Presiden RI Joko Widodo berkomitemen memberi perlindungan PRT dan secara resmi mengeluarkan statement secara tegas untuk mempercepat pengesahan RUU PPRT.
Namun, sehari setelahnya, ketua DPR-RI Puan Maharani justru menyatakan bahwa tidak perlu buru-buru dan masih perlu kajian lebih dalam. Hal inilah yang disesalkan oleh para PRT dan pihak-pihak yang telah memperjuangkannya.