Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md menyampaikan apresiasi kepada majelis hakim dan jaksa penuntut umum (JPU) yang menangani kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah rampung manjatuhkan vonis terhadap lima terdakwa pembunuhan berencana Brigadir J, yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf, Ricky Rizal alias Bripka RR, dan Richard Eliezer aias Bharada E.
Baca Juga
Advertisement
Sambo, Putri, Kuat, dan Ricky divonis lebih berat dari tuntutan jaksa. Sementara Richard Eliezer yang menjadi justice collaborator mendapat vonis jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa.
Menurut Mahfud Md, perbedaan tuntutan jaksa dan vonis hakim yang diberikan kepada Ferdy Sambo cs ini hanyalah masalah tafsir saja.
"Saya bersama masyarakat tentu saja yang selama ini ingin menyuarakan kebenaran tentang kasus ini berterima kasih kepada hakim, kepada jaksa yang sunggu sangat serius juga sudah bagus. Soal perbedaan angka tuntutan itu soal tafsir saja," kata Mahfud dalam keterangan persnya di Youtube Kemenko Polhukam, Rabu (15/2/2023).
"Kepada pengacara juga yang membela kliennya dengan profesional, tapi pada akhirnya hakim yang memutuskan. Itulah peradaban atau peradilan yang berkeadaban," sambungnya.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini memuji keberanian majelis hakim yang menjatuhi vonis 1 tahun 6 bulan kepada Richard Eliezer. Mahfud menilai majelis hakim objektif dalam membaca seluruh fakta persidangan baik yang mendukung maupun memojokkan Richard Eliezer.
"Suara-suara masyarakat didengarkan, rongrongan yang mungkin ada untuk membuat putusan tertentu tidak berpengaruh kepada hakim," ucap Mahfud Md.
Mahfud Sebut Putusan Hakim Modern dan Sulit Dibantah
Menurut dia, vonis majelis hakim kepada Richard Eliezer sangatlah logis dan berkemanusiaan. Mahfud menuturkan putusan majelis hakim kepada terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J juga tak terpengaruh dengan opini publik.
"Saya melihat para hakim ini adalah hakim-hakim yang bagus di antara banyak hakim yang memang juga bagus kalau tidak menangani kasus-kasus yang biasanya penuh tekanan menjadi tidak bagus. Tapi kalau ini tidak terpengaruh oleh public opinion, tetapi dia memperhatikan public common sense hakim ini," jelasnya.
Di samping itu, Mahfud menyebut konstruksi putusan majelis hakim juga sangat bagus, ilmiah, dan tidak jadul. Dia juga menilai putusan majelis hakim modern dan sulit untuk dibantah.
"Banyak loh hakim yang sampai hari ini kalau nulis putusan pakai bahasa-bahasa Belanda, strukturnya pakai Belanda. Ini beda, modern bisa dipahami dan sulit untuk dibantah perspektif yang digunakan, narasinya modern," tutur Mahfud.
Advertisement
Ferdy Sambo Divonis Hukuman Mati, Richard Paling Rendah
Seperti diketahui, mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dijatuhi hukuman mati oleh majelis hakim hukuman mati. Dia terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap anak buahnya, Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Putusan ini lebih berat dari tuntutan jaksa yang meminta Ferdy Sambo dihukum seumur hidup.
Kemudian, istri Ferdy Sambo, Putri Chandrawathi divonis hukuman 20 tahun penjara dalam kasus yang sama. Oleh Jaksa Penuntut Umum, Putri dituntut hanya 8 tahun penjara.
Supir Ferdy Sambo, Kuat Ma'ruf dijatuhi pidana 15 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dia sebelumnya dituntut 8 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum.
Adapun ajudan Ferdy Sambo, Ricky Rizal divonis hukuman 13 tahun penjara oleh majelis hakim. Sama dengan Putri dan Kuat, Ricky Rizal juga sebelumnya dituntut 8 tahun penjara oleh jaksa.
Sementara itu, Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E divonis 1 tahun 6 bulan tahun penjara atas kasus pembunuhan Brigadir J alias Nofriyansah Yoshua Hutabarat. Vonis ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa yang 12 tahun penjara.