Liputan6.com, Jakarta Butuh sistem pemetaan lokasi mana saja yang terdapat keluarga stunting, bahkan berpotensi stunting. Apabila keluarga stunting terdata, maka dapat dilakukan intervensi seperti pemberian edukasi.
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Edy Wuryanto menuturkan, sistem pemetaan lokasi keluarga stunting seperti halnya yang diterapkan Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
Advertisement
Ia mengapresiasi apa yang sudah dilakukan Pemda Kabupaten Sumedang yang telah menerapkan Sitem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) untuk penanganan stunting. Kabupaten Sumedang telah mampu mengambil dan memvisualisasi data untuk menjadi bekal dalam berbagai kebijakan intervensi stunting.
“Kita membutuhkan sistem data yang mampu memetakan dimana lokasi keluarga stunting dan berapa jumlahnya? Termasuk yang berpotensi stunting,” tutur Edy melalui pernyataan tertulis yang diterima Health Liputan6.com baru-baru ini.
"Dengan mengetahui data ini, kader atau tenaga kesehatan dapat mendatangi keluarga tersebut guna memberikan intervensi spesifik anak stunting sesuai penyebabnya. Keluarga pun harus diedukasi dan dibantu untuk memanfaatkan resources (sumber) yang dimiliki, sehingga kemandirian keluarga dalam penanganan stunting dapat tercapai."
Anggaran Besar tapi Tak Efektif Turunkan Stunting
Edy Wuryanto menilai, anggaran pemerintahan yang besar dan melibatkan banyak pihak, tetapi tidak efektif menurunkan stunting. Apalagi COVID-19 sudah melandai sehingga sektor kesehatan lainnya seharusnya bisa lebih diperhatikan.
”Kalau lebih giat, saya yakin angka stunting bisa turun lebih banyak lagi,” katanya.
Ia juga mempertanyakan, adanya enam daerah yang angka stunting meningkat pada periode survei 2022. Keenam provinsi yang dimaksud antara lain, Sulawesi Barat, Papua, Nusa Tenggara Barat (NTB), Papua Barat, Sumatera Barat, dan Kalimantan Timur.
Padahal, dana yang digelontorkan keenam daerah di atas terbilang mencukupi.
"Kenaikan ini harus menjadi atensi pemerintah pusat. Dana digelontorkan banyak, kok naik?” pungkasnya.
Sebagai gambaran, Edy memaparkan kenaikan angka stunting di enam daerah, yang merupakan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI).
- Sulawesi Barat (2021: 33,8 persen dan 2022: 35 persen)
- Papua (2021: 29,5 persen dan 2022: 34,6 persen)
- Nusa Tenggara Barat (2021: 31,4 persen dan 2022: 32,7 persen)
- Papua Barat (2021: 26,2 persen dan 2022: 30 persen)
- Sumatera Barat (2021: 23,3 persen dan 2022: 25,2 persen)
- Kalimantan Timur (2021: 22,8 persen dan 2022: 23,9 persen)
Advertisement
Sistem Elektronik Sumedang untuk Penanganan Stunting
Pemerintah Sumedang sukses memanfaatkan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) untuk percepatan penanganan stunting.
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin meninjau langsung metode penanganan tersebut ke Sumedang pada Jumat (10/2/2023). Pada lima tahun terakhir, angka prevalensi stunting di Kabupaten Sumedang turun signifikan.
Sumedang sebagai kabupaten yang berhasil menerapkan SPBE dan menjadikannya sebagai basis data untuk menurunkan stunting.
“Pemerintah Sumedang berhasil memberdayakan semua potensi yang ada di wilayahnya dengan sistem elektronik sebagai alatnya,” ujar Budi Gunadi di Kantor Pemda Sumedang.
Sistem SPBE dapat menjadi contoh praktik baik untuk dikembangkan secara nasional ke seluruh wilayah Indonesia.
SPBE menyajikan sejumlah data dan informasi yang jelas seperti desa dengan angka prevalensi stunting yang tinggi, data statistik anak yang terkena stunting hingga penyebab terjadinya stunting di desa tersebut.
Dengan data yang ada, penanganan stunting di setiap desa akan berbeda sesuai dengan kendala yang dihadapi.
Bupati Sumedang Dony Ahmad Munir mengatakan, SPBE termasuk bagian dari mengolaborasikan seluruh komponen yang ada untuk menangani stunting.
“Kami menggunakan teknologi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik. Kami punya platform Sistem Informasi Penanganan Stunting Terintegrasi atau Simpati,” katanya.