Liputan6.com, Jakarta Lembaga yang mengawasi pelayanan publik, Ombudsman mengungkapkan adanya dugaan maladministrasi dalam proses permohonan izin usaha bursa berjangka aset kripto.
Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika mengatakan, pada 19 Desember 2022, pelapor atas nama PT Digital Future Exchange (PT DFX) yang merupakan perusahaan calon bursa berjangka aset kripto mengirim surat aduan kepada Ombudsman terkait perolehan Izin Usaha Bursa Berjangka IUBB.
Advertisement
PT DFX melaporkan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) terkait pemberian izin bursa berjangka aset kripto. Yeka mengungkapkan, PT DFX telah meminta izin sejak Oktober 2021 sebagai bursa kripto di Indonesia.
“Upaya pelapor dalam menjalankan izin sudah sangat lama, sudah mencapai lebih dari 1 tahun lebih dari Oktober 2021, sekarang kita sudah Februari 2023. Untuk proses yang sudah ada regulasinya, ini sudah sangat lama sekali,” ungkap Yeka dalam konferensi pers, Kamis (16/2/2023).
Tiga Dugaan Maladministrasi
Terkait kasus ini, Yeka menjelaskan ada 3 dugaan maladministrasi yaitu dugaan penundaan berlarut, dugaan penyimpangan prosedur, hingga penyalahgunaan wewenang.
“Hingga saat ini, tidak ada kejelasan status perizinan Izin Usaha Bursa Berjangka (IUBB) PT DFX. Selain itu, ada ketidakjelasan prosedur perizinan Izin Usaha Bursa Berjangka (IUBB) PT DFX, dan ada dugaan menggunakan kewenangan untuk menerapkan prosedur yang tidak sesuai dengan regulasi yang ada,” kata Yeka
Pendalaman Substansi
Adapun Yeka menuturkan, pihaknya saat ini tengah melakukan pendalaman terhadap 5 substansi dari kasus ini yaitu identifikasi regulasi dan Prosedur, pemeriksaan terhadap pemenuhan prasyarat sarana dan prasarana software dan hardware, pemeriksaan terhadap pelayanan publik oleh Bappebti, permintaan pandangan terkait urgensi Bursa Kripto di Indonesia, hingga permintaan pandangan dari Kementerian atau Lembaga sektor keuangan.
Pada proses pendalaman substansi tersebut, Ombudsman akan memanggil beberapa pihak terkait. Sejauh ini, Ombudsman telah memanggil beberapa pihak mulai dari Bappebti, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, serta asosiasi kripto dan blockchain di Indonesia.
Selama pemeriksaan, Kepala Bappebti sebagai pemberi keputusan perizinan usaha bursa berjangka, tidak pernah hadir dan hanya diwakilkan oleh pemeriksa ahli perdagangan berjangka komoditi.
“Sejak 8 hingga 14 Februari kita telah memanggil Bappebti untuk melakukan pemeriksaan. Selama dua kali ini, ada disposisi. Setelah kami menerima disposisi, kami melakukan pemeriksaaan, tetapi masih ada pertanyaan yang belum bisa dijawab,” jelas Yeka.
Langkah Ombudsman Selanjutnya
Yeka menjelaskan selanjutnya Ombudsman akan kembali memanggil beberapa pihak untuk dilakukan pemeriksaan. Pada 17 Februari 2023, Ombudsman akan memanggil Kliring Berjangka Indonesia. Kemudian pada 21 Februari 2023, Ombudsman akan melakukan pemanggilan ketiga pada Bappebti.
“Sesuai ketentuan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008, dalam hal Terlapor dan saksi telah dipanggil 3 kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan dengan alasan yang sah, Ombudsman dapat meminta bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk menghadirkan yang bersangkutan secara paksa,” jelas Yeka.
Terakhir, pada 22 Februari 2023, Ombudsman akan memanggil Menteri Perdagangan untuk dilakukan pemeriksaan.
Advertisement