Liputan6.com, Jakarta - Para ilmuwan menyuarakan kekhawatiran tentang kondisi terkini doomsday glacier (gletser doomsday). Pasalnya, ada bagian di gletser yang berlokasi di Antartika Barat itu meleleh semakin cepat.
Doomsday glacier adalah julukan untuk Thwaites glacier (gletser Thwaites). Apabila gletser ini mencair, maka permukaan laut akan naik secara signifikan. Luas gletser ini setara dengan negara bagian Florida.
Baca Juga
Advertisement
Dilaporkan CNN, Kamis (16/2/2023), dua studi yang diterbitkan di jurnal Nature menyebutkan bahwa bagian retakan dalam serta formasi "tangga" di bawah es tersebut meleleh lebih cepat dari perkiraan.
Tiap tahun, gletser ini melepaskan miliaran ton es ke samudra, dan memicu 4 persen kenaikkan permukaan laut per tahun. Pelelehan cepat terutama terjadi ketik gletsernya menyentuh lantai samudra.
Apabila Thwaites benar-benar kolaps secara keseluruhan, kenaikkan permukaan laut akan mencapai 70 cm. Hasilnya akan cukup untuk menghancurkan tempat tinggal di pesisir di berbagai penjuru dunia.
Namun, Thwaites sebetulnya juga merupakan "bendungan" terhadap es di sekitar Antartika Barat, sehingga jika Thwaites kolaps, para ilmuwan mengestimasi bahwa level laut bisa naik sekitar 3 meter.
Butuh ratusan hingga ribuan tahun hingga seluruh Thwaites meleleh, tetapi papan es (ice shelf) di gletser tersebut bisa meleleh lebih awal.
Untuk memahami gletser tersebut, tim dari Thwaites Glacier Collaboration mengunjungi lokasi itu pada 2019. Mereka menggunakan born air panas untuk membuka lubang sedalam nyaris 600 meter jauh ke dalam es. Selama lima hari, mereka memasukkan sejumlah alat ukur.
Hasilnya menunjukkan kompleksitas dari gletser tersebut. Para ilmuwan berkata gletser itu memang makin berkurang, namun untungnya pelelehan banyak bagian papan es itu lebih rendah dari perkiraan. Tingkat lelehannya rata-rata 2 hingga 5,4 meter setahun, lebih rendah dari studi sebelumnya.
"Gletsernya masih dalam masalah," ujar Peter Davis, oseanografer dari British Antarctic Survey yang memimpin salah satu studi yang terbit di jurnal Nature.
Ia pun menegaskan bahwa ada bagian gletser yang pelelehannya lebih lambat, tetapi "tidak sulit untuk membuat gletser itu kehilangan keseimbangan".
BMKG Prediksi Salju Abadi Puncak Gunung Jaya Wijaya Akan Hilang
Beralih ke dalam negeri, lapisan salju abadi yang ada di Puncak Jaya Wijaya Gunung Cartenz Papua terancam hilang setelah luasannya mengalami penyusutan yang signifikan.
Hal ini disebabkan oleh perubahan iklim yang ekstrem akibat pemanasan global yang terjadi di dunia beberapa tahun terakhir. Sehingga, tumpukan salju abadi terus mengalami penyusutan.
Dirangkum dari berbagai sumber, keberadaan salju abadi yang ada di puncak gunung Jaya Wijaya ini diprediksi akan hilang dalam kurun waktu 5-6 tahun mendatang.
Peneliti BMKG memantau kondisi salju abadi di puncak gunung wilayah Papua. Hasil dari penelitian tersebut hasilnya mengejutkan, bahwa usia es tersebut tak akan lama lagi.
Diperkirakan sekitar 5-6 tahun salju abadi akan punah dari gunung Papua, setiap tahunnya luas es yang menyusut diperkirakan 10 kali lipat luas lapangan sepak bola Amerika.
Tidak hanya terpengaruh dari elnino dan lanina di Indonesia, kondisi tersebut diperparah oleh tingginya 0 derajat pada atmosfer sehingga pembentukan hujan salju pembentuk es semakin sulit terjadi.
Advertisement
Salju Abadi Diprediksi Hilang 2026
Fungsi dari lapisan es abadi di Indonesia yaitu sama dengan yang di kutub utara, yakni sebagai penyeimbang dan termometer bumi serta dapat menjadi reflektor matahari.
Sementara itu, lapisan es juga dapat menyimpan dan pelumpuh bakteri, virus penyebab penyakit berbahaya. Penyusutan tersebut terdeteksi mulai tahun 2010, peneliti dari BMKG melakukan pemasangan guna memantau keberadaan salju abadi.
Dari hasil perhitungan yang dilakukan, akibat pemanasan global yang terjadi tumpukan salju abadi berkurang sekitar 23,3 meter. Diprediksi, tahun 2026 mendatang Indonesia akan kehilangan salju abadi yang hanya bisa dijumpai di puncak gunung Jaya Wijaya.