Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) memastikan Indoenesia aman dari resesi. Ini memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan cenderung bisa ke atas dalam kisaran 4,5-5,3 persen. Hal itu dipengaruhi dua hal, pertama dampak dicabutnya kebijakan zero covid di China, dan pertumbuhan konsumsi swasta lebih cepat dibanding perkiraan, seiring dicabutnya PPKM.
Hal itu disampaikan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 15-16 Februari 2023, Kamis (16/2/2023).
Advertisement
"Darimana asalnya revisi ke atas tadi, yaitu dari lebih tingginya ekspor ke China. Karena ekonomi China kami revisi ke atas dari semula 4,6 persen belum mempertimbangkan dampak re-opening zero covid policy, setelah mempertimbangkan ekonomi China bisa naik menjadi 5,1 persen. Nah, ini akan mendorong ekspor kita ke negara lain khususnya China dan mendorong sumber pertumbuhan," kata Perry.
Lebih lanjut, semakin membaiknya permintaan domestik khususnya konsumsi swasta diyakini akan mendongkrak perekonomian RI di tahun 2023. Berkat pencabutan kebijakan PPKM, kepercayaan konsumen semakin baik dan secara langsung menumbuhkan konsumsi swasta.
"Darimana asalnya yaitu konsumsi swasta yang lebih cepat dari yang kita perkirakan dengan adanya PPKM dan adanya confident dari konsumen. Confident dari konsumen itu menumbuhkan konsumsi swasta. Dua sumber itu terutama di samping ada sumber-sumber lain. Jadi itu adalah jawaban," ujarnya.
Prediksi Pertumbuhan Ekonomi
Oleh karena itu, Bank Indonesia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2023 tumbuh di kisaran 4,5 - 5,3 persen. Namun, Perry belum yakin jika pertumbuhan ekonomi RI di tahun ini bisa melebihi 5,3 persen, kecuali jika ekspor ke China melonjak.
"Revisi ke atas pertumbuhan ekonomi 4,5-5,3 persen titik tengahnya adalah 4,9 persen, kalau bias ke atas bisa 4,9 persen atau bisa lebih tinggi dari 5 persen, tapi apakah lebih tinggi dari 5,3 persen pandangan Bank Indonesia belum, kecuali kalau ekspor ke China melonjak dna konsumsi swasta melonjak," jelasnya.
Adapun BI memprediksi pertumbuhan ekonomi global berpotensi lebih baik dan tinggi dari perkiraan sebelumnya 2,3 persen. Angka tersebut juga dipengaruhi oleh penghapusan zero covid di Tiongkok.
"Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi global berpotensi lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya 2,3 persen," pungkas Perry.
Advertisement
Apindo: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Belum Berkualitas, Lapangan Kerja Kurang
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menilai, hingga kini pertumbuhan ekonomi Indonesia belum berkualitas meskipun sudah berkali-kali tumbuh positif. Hal itu dikarenakan pertumbuhan ekonomi tersebut belum bisa memberikan lapangan pekerjaan yang luas.
"Saya selalu bilang bolak-balik, apakah pertumbuhan ekonomi kita berkualitas? Menurut saya tidak," kata Hariyadi dalam acara dialog dan Launching Apindo Business and Industry Learning Center (Abilec) di Jakarta, Senin (13/2/2023).
Hariyadi menegaskan, walaupun pertumbuhan ekonomi diklaim terus membaik dan didukung oleh aliran investasi yang kian meningkat. Tapi kenyataannya lapangan pekerjaan masih kurang.
Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi nasional sepanjang 2022 tembus di atas 5 persen yakni 5,31 persen. Bahkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia dinilai lebih baik dibandingkan negara lain yang masih tumbuh minus.
Sejalan dengan hal itu, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi sepanjang 2022 mampu melampaui target Rp 1.200 triliun, tepatnya Rp 1.207,2 atau naik 34 persen dari tahun 2021."Tapi (dari investasi itu) penyerapan lapangan pekerjaan hanya 1,3 juta orang, berarti setiap Rp 1 triliun cuma hasilkan 1.081 pekerjaan dibandingkan tahun 2013 waktu investasi masih Rp 398 triliun bisa ciptakan 1,8 juta pekerja atau setiap Rp 1 triliun hampir 4.600 pekerja," ujar Hariyadi.
Oleh karena itu, APINDO meluncurkan program APINDO Business & Industry Learning Center (ABILEC) kerjasama dengan Industry & Business Institute of Management (IBIMA).
Hariyadi mengungkapkan program ini merupakan Kerjasama IBIMA Indonesia bersama APINDO yang diharapkan menjadi agregator bisnis dan industri serta berperan aktif dan menjadi solusi atas tantangan kebutuhan pengembangan SDM 4in1, program link & match dunia usaha dunia industri, serta berbagai bentuk kerjasama yang melibatkan berbagai pihak.
"ABILEC dan IBIMA ini bukan sekedar lembaga yang bersifat agregator dan learning center saja tetapi menjadi lembaga kajian strategis yang betul-betul bukan hanya menghasilkan SDM tapi juga berpikir kepentingan industri jangka panjang kita bisa terimplementasikan," pungkas Hariyadi.