Serba-serbi Gandarusa, Bahan Herbal yang Jadi Alat Kontrasepsi Alami Pria Papua

Gandarusa merupakan tanaman obat yang tumbuh liar di hutan dan sudah lama dimanfaatkan sebagai alat kontrasepsi alami pria.

oleh Dyah Ayu Pamela diperbarui 17 Feb 2023, 05:30 WIB
Benarkah Daun Gandarusa Efektif untuk Kontrasepsi Pria?

Liputan6.com, Jakarta - Gandarusa merupakan salah satu tanaman obat yang tumbuh liar di hutan dan sudah lama dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Esktrak daun gandarusa dikatakan mengandung berbagai macam senyawa aktif yang berpotensi sebagai antioksidan seperti flavonoid, saponin, tannin dan fenol.

Mengutip dari laman Kominfo Provinsi Jatim, Kamis, 16 Februari 2023, Gandarusa yang lazim dijumpai sebagai tanaman pagar memiliki khasiat luar biasa. Tanaman pelindung ini disebut mampu menjadi kontrasepsi alami untuk pria.

Bahkan Gandarusa dikatakan mampu menyembuhkan HIV/AIDS. Dosen Farmasi Unair, Bambang Prajogo Eko mengatakan, mulanya di Papua tanaman gandarusa ini sudah lama digunakan sebagai obat alami untuk mencegah kehamilan. Bahkan gandarusa dipakai sebagai mahar.

Para pria di Papua yang hendak menikah diwajibkan meminum gandarusa supaya tidak punya keturunan, hingga maharnya tuntas dibayarkan. "Jadi sebenarnya tanaman ini sudah digunakan oleh nenek moyang di Papua selama puluhan tahun. Saya kemudian mengembangkan penelitian terhadap tanaman ini sejak tahun 1987," ujar Bambang.

Sebelum terbukti mampu menunda keturunan, tanaman herbal gandarusa ini sebenarnya pun memiliki manfaat lain, yakni sebagai obat keseleo atau saat terkilir. Gandarusa disebut mampu meredam bengkak atau nyeri yang ditimbulkan.

Bagian tanaman yang sering dimanfaatkan yakni daunnya. Ia menambahkan Gandarusa memiliki rasa yang khas, sedikit pedas, asam, dan getir. Berdasarkan pengalaman, gandarusa juga dipercaya membantu melancarkan peredaran darah, serta sebagai pereda mual dan antirematik. 


Gandarusa Bagi Masyarakat Gorontalo

Masyarakat Gorontalo percaya kepret daun Gandarusa ke betis balita bisa membuatnya langsung bisa berjalan. (Liputan6.com/ Arfandi Ibrahim)

Mengutip dari kanal Regional Liputan6.com, 20 Juli 2019, masyarakat Gorontalo percaya bahwa tanaman Gandarusa memiliki banyak khasiat. Tanaman bernama latin Justicia Gendarussa Burm.f atau dalam bahasa Gorontalo dikenal sebagai Bonggohu'u ini bisa mengobati berbagai penyakit, antara lain ganguan prostat, reumatik, hingga HIV-AIDS.

Bukan hanya itu, orang Gorontalo pun percaya daun Gandarusa dapat membuat bayi yang sedang belajar berjalan langsung bisa berjalan. Caranya unik, batang pohon Gandarusa harus diambil pada hari Jumat ketika matahari terbit.

Bagian tanaman yang diambil adalah daun dan batangnua utuh. Orang yang mengambil tanaman tersebut juga harus suci dari najis. Setelah diambil, tamanam itu kemudian dikepret ke betis bayi sambil mengucapkan salawat nabi.

Lakukan hal tersebut 3-5 hari tiap pagi, bayi langsung bisa berjalan. Suwarni Mooduto warga Kabupaten Bone Bolango kepada Liputan6.com, mengungkapkan, orang-orang yang percaya tradisi ini makin sedikit, terlebih yang berada di kota-kota besar. "Ini warisan nenek moyang," sebutnya.

Ia juga mengungkapkan, anak-anaknya susah berjalan, namun setelah seminggu dikepret daun Gandarusa langsung bisa berjalan. Tentunya, seiring dengan perkembangan zaman, sebagian warga mulai meninggalkan tradisi ini.

Kebanyakan orang lebih memilih untuk berkonsultasi dengnan dokter ketimbang percaya mitos daun Gandarusa. "Sudah sebagian besar warga perkotaan tidak menggunakan cara ini, kami di pelosok masih kental dan percaya dengan khasit tanaman bongohu'u ini," sebutnya lagi menambahkan.


Pemanfaatan Tanaman Obat-obatan

AKar temu ireng. (Via: khasiattanamannusantara.blogspot.com)

Mengutip dari buku Budidaya Tanaman Obat dan Rempah, karangan Muhammad Al qamari, UMSU Press, Kamis 16 Februari 2023, di Indonesia pemanfaatan tanaman sebagai obat-obatan telah berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu. Pada pertengahan abad keXVII seorang botanikus bernama Jacobus Rontius (1592-1631) mengumumkan khasiat tumbuh-tumbuhan dalam bukunya “De Indiae Untriusquere Naturali et Medica”.

Meskipun hanya 605 jenis tumbuh-tumbuhan yang diteliti, namun buku ini merupakan dasar dari penelitian tumbuh-tumbuhan obat oleh N.A. van Rheedetot Draakestein (1637-1691) di bukunya Hortus Indicus Malabaricus. Pada 1888 didirikan Chemis Pharmacologisch Laboratorium sebagai bagian dari Kebun Raya Bogor dengan tujuan menyelidiki bahan-bahan atau zat-zat yang terdapat pada tumbuh-tumbuhanyang bisa digunakan untuk obat-obatan.

Selanjutnya penelitian dan publikasi mengenai khasiat tanaman obat-obatan semakin berkembang. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sumber daya tanaman obat yang melimpah dan salah satu negara yang memilki tanaman obat terbesar di dunia.

Hampir 80 persen tanaman dari seluruh jumlah yang ada di dunia dimiliki oleh Indonesia. Dari sekitar 35.000 jenis tanaman tingkat tinggi yang tumbuh di Indonesia, 3.500 di antaranya telah dilaporkan sebagai tanaman obat.

 


Pencatatan Resep Obat Herbal

Dokumentasi: CISDI

Dari zaman nenek moyang sebenarnya tanaman obat ini telah dimanfaatkan secara bijaksana dan turun temurun. Mereka mendalami ilmu pengobatan dengan bahan alam sehingga lahirlah para ahli pen gobatan yang disebut dengan tabib.

Pengetahuan yang mereka miliki ini diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Lalu para tabib ini meramu berbagai tanaman obat/herbal yang biasa kita sebut dengan jamu.

Ilmu pengetahuan yang mereka turunkan juga hanya secara lisan. Masuknya agama Hindu dan Budha menyebabkan dampak yang sangat besar di dunia tulis menulis. Saat inilah resep-resep mulai ditulis, pencatatan nama dan khasiatnya mulai dilakukan.

Di awal pencatatan dilakukan pada batu, lempeng tanah liatmaupun lempeng logam. Cara penulisannya dilakukan dengan cara ditorehkan dengan benda-benda tajam yang saat ini dikenal sebagai Prasasti.

Budaya tulis menulis ini kemudian berkembang sehingga pencatatan mulai menggunakan helaian daun lontar (Borrassus flabilifer) yang ditulis dengan tinta yang terbuat dari tumbuh-tumbuhan. Bahasa yang digunakan pada saat itu adalah Bahasa Sansekerta, Bahasa Jawa kuno, Bahasa Bali dan Bahasa Bugis kuno.

Infografis jamu populer di Indonesia. (Dok: Liputan6.com Tim Grafis)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya