Liputan6.com, Jakarta Di hadapan anggota Komisi IX DPR RI, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) mengungkapkan, banyak sampel obat sirup yang sebelumnya diuji oleh Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda), harus dilakukan uji ulang lagi.
Kepala Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional BPOM RI, Mohamad Kashuri menjelaskan, sampel obat sirup ini berkaitan dengan pengujian cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) soal kasus gagal ginjal akut yang terjadi pada 2022 dan kembali muncul awal Februari 2023.
Advertisement
Uji ulang sampel obat sirup dari Labkesda dilakukan kembali oleh BPOM lantaran analisis dan interpretasi data tidak sesuai dengan kaidah pengujian. Meski begitu, Kashuri tidak menyebut secara jelas, Labkesda mana saja yang dimaksud.
"Selama pengujian EG dan DEG, kami sempat berkoordinasi di tahun 2022 dengan Labkesda. Mohon maaf, kami sampaikan di sini, banyak sampel yang diuji oleh Labkesda, setelah diklarifikasi ke kami, harus dilakukan uji ulang," jelas Kashuri saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi IX DPR RI di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta baru-baru ini.
"Ini karena analisisnya, interpretasi datanya tidak sesuai dengan kaidah pengujian kami. Hasil uji kami juga dikonfirmasi dengan hasil uji lab lain, industri (farmasi) juga melakukan pengujian ke lab service (lab pelayanan) yang lain."
Seperti diketahui, kasus gagal ginjal akut pada anak tahun 2022 menyebar di 27 provinsi di Indonesia (data Kementerian Kesehatan per November 2022), yang 10 besar provinsi terbanyak di antaranya, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Kemudian kasus gagal ginjal akut pada Februari 2023 muncul di DKI Jakarta.
Otoritas yang Harus Menyampaikan Hasil Uji Lab
Lab service pelayanan di Indonesia, lanjut Mohamad Kashuri, justru banyak merujuk ke Lab BPOM RI. BPOM mempunyai tanggung jawab agar lab tersebut mampu menguji dengan pemeriksaan yang valid.
Ia juga menjawab soal saran dari anggota Komisi IX DPR untuk melakukan uji obat sirup di lab pembanding.
Terlebih lagi, beberapa waktu lalu terjadi perbedaan data hasil uji obat sirup antara Lab BPOM dengan Labkesda DKI Jakarta terkait kasus gagal ginjal yang muncul awal Februari 2023.
"Kami membuat mereka hasilnya valid dan diakui kaitannya dengan hasil uji itu. Di tingkat regional dan global juga sama. Mau lab mana lagi yang harus kami mintakan pendapatnya terkait hasil uji lab dari BPOM ini?" terang Kashuri.
"Saya kira cukup dari otoritas BPOM."
Kashuri menilai ketentuan utama adalah bagaimana mendudukan persoalan agar tidak terjadi penyampaian hasil uji lab yang berbeda.
"Kalau pengujian ini diamanahkan oleh regulasi bahwa BPOM yang memiliki otoritas itu, kita tidak melarang siapapun menguji tapi otoritas yang menyampaikan, yang menginformasikan kepada masyarakat mestinya satu, siapa? Pemerintah, ya BPOM," imbuhnya.
"Yang (lab) lain? Tahan diri dulu, artinya hasilnya nanti yang berbeda bagaimana. Ini kan tidak, sehingga menyebabkan kegaduhan di mana-mana. Ini kiranya perlu dibenahi dalam aturan pemerintahan."
Advertisement
Surveilans Mutu Produk Obat Sirup
Dalam penanganan kasus cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) yang ditemukan dalam sirup obat sejak Oktober 2022, BPOM telah melakukan langkah-langkah antisipatif seperti intensifikasi surveilans mutu produk, penelusuran dan pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi.
Kemudian pemberian sanksi administratif, termasuk melakukan verifikasi pemastian mutu terhadap sirup obat yang beredar. Upaya-upaya penindakan juga terus dilakukan terhadap sarana produksi dan distribusi jika terdapat unsur pidana bidang kesehatan.
Pada rilis 9 Februari 2023, BPOM telah melakukan berbagai upaya sebagai bentuk transparansi penanganan kasus cemaran EG dan DEG. BPOM juga telah dan sedang melakukan perubahan/revisi regulasi terkait pemasukan bahan obat ke wilayah Indonesia, kriteria dan tata laksana registrasi obat, pedoman cara pembuatan obat yang baik, serta tata cara kualifikasi pemasok.
BPOM juga berkomitmen akan terus mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam melaksanakan tugasnya sebagai regulator, guna mengawal mutu, khasiat, dan keamanan obat.
Masyarakat disarankan untuk mencatat obat yang diminum oleh putra/putrinya, terutama yang berusia balita, dan menginformasikan obat yang dikonsumsi kepada tenaga kesehatan pada saat memeriksakan putra/putrinya. Gunakan obat sesuai aturan pakai dan dosis yang tertulis pada etiket atau informasi pada kemasan obat.