Liputan6.com, Jakarta - Keluarga Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J didampingi Kuasa Hukumnya, Kamaruddin Simanjuntak menyambangi Bareskrim Polri, Jakarta Selatan. Mereka menemui Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto di samping mengurus hak dari almarhum.
"Kita berkumpul di sini, kami datang ke sini membawa klien kami, Rosti dan Samuel bersama Yuni, pertama untuk mengurus hak-hak daripada almarhum Yosua Hutabarat. Baik haknya sebagai anggota Polri, pascadibunuh jadi meninggal, ada juga hak-haknya memulihkan nama baik, kemudian beliau dibunuh dalam rangka tugas mengawal atasannya atau istri atasannya," tutur Kamaruddin di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (17/2/2023).
Advertisement
Kamaruddin menyebut, pihaknya meminta agar Polri memperhatikan Brigadir J dengan salah satunya memberikan kenaikan pangkat menjadi Aipda Anumerta hingga nama baiknya dipulihkan.
"Rumah itu (TKP pembunuhan) rumah pembantaian dijadikan museum. Kemudian diberikan restitusi, kemudian ada juga hak almarhum seperti asuransi Asabri agar diurus, barang-barang miliknya yang sampai sekarang belum kembali bahkan sudah kami laporkan kepada penyidik Polres Jakarta Selatan," jelas dia.
Di hadapan Kabareskrim Polri, lanjut Kamaruddin, pihaknya secara langsung menyampaikan terima kasih atas pengungkapan yang menimpa Brigadir J sebagai korban, dengan melibatkan Dirtipidum, Dirtipideksus, dan Dirsiber.
"Jadi saya izin ke sana bawa klien saya karena akan pulang ke Jambi besok, klien saya ingin bertemu. Supaya mereka menyampaikan rasa terima kasih, dan terus memantau perkara ini," ujar Kamaruddin.
Kasus Obstruction of Justice Agar Dipantau
Kamaruddin mengaku Kabareskrim Polri turut menitipkan pesan agar semua pihak mengawal dan memantau pula proses hukum perkara obstruction of justice (OOJ) kasus kematian Brigadir J. Sebagai salah satu pejabat tinggi Polri, Komjen Agus menyatakan mempunyai kewajiban moral untuk memperbaiki institus kepolisian dan jangan sampai terulang kembali praktik OOJ di tubuh Polri.
"Jadi saya katakan kepada Agus tadi, ini kejahatan yang luar biasa, tolong persidangan OOJ itu benar-benar dipantau bersama Kapolri, bersama Irwasum, supaya betul-betul sanksi kepada mereka diimplementasikan. Jangan sampai ada yang lolos, kepada para pelaku kejahatan, karena tidak mungkin mereka di-prank," kata dia.
"Sekiranya mereka menggunakan logika dan aturan. Di sana ada relasi kuasa, juga ada pembagian kue yang diduga bersumber dari para mafia. Oleh karena itu, kita pantau persidangan OOJ itu benar-benar berjalan dengan baik," sambung Kamaruddin.
Advertisement
Ferdy Sambo Divonis Mati
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis Terdakwa Ferdy Sambo dalam kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Yosua Hutabarat atau Brigadir J, dengan hukuman mati.
Vonis tersebut dibacakan langsung oleh ketua majelis hakim, Wahyu Iman Santoso di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).
"Menyatakan Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana, dan tanpa hak melakukan tindakan yang berakibat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya yang dilakukan bersama sama. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana mati," ujar Hakim Wahyu Iman Santoso.
Wahyu menyatakan, Ferdy Sambo terbukti bersalah melanggar Pasal 340 KUHP junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, Ferdy Sambo juga terbukti melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi Transaksi Elektronik junto Pasal 55 KUHP.
7 Hal yang Memberatkan Vonis Ferdy Sambo
Wahyu menerangkan, majelis hakim sebelum menjatuhkan pidana terhadap terdakwa mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Ada tujuh poin hal yang memberatkan Ferdy Sambo.
Pertama, perbuatan terdakwa dilakukan terhadap ajudan sendiri yang telah mengabdi kepadanya kurang lebih selama tiga tahun.
Kedua, perbuatan terdakwa telah mengakibatkan duka mendalam bagi keluarga korban Yosua Hutabarat
Ketiga, akibat perbuatan terdakwa menimbulkan keresahan dan kegaduhan yang meluas di masyarakat.
Keempat, perbuatan terdakwa tidak sepantas dilakukan dalam kedudukannya sebagai aparat penegak hukum dalan pejabat utama Polri yaitu Kadiv Propam Polri.
Kelima, perbuatan terdakwa telah mencoreng institusi Polri di mata masyarakat Indonesia dan dunia internasional.
Keenam, perbuatan terdakwa menyebabkan anggota Polri lainnya yang turut terlibat.
Ketujuh, terdakwa berbelit-belit memberikan keterangan di persidangan. "Dan tidak mengakui perbuatannya," ujar dia.
Advertisement