Liputan6.com, Berlin - Pemerintahan Amerika Serikat (AS) secara resmi menyimpulkan bahwa Rusia melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan selama hampir setahun menginvasi Ukraina. Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Presiden AS Kamala Harris dalam pidatonya di Munich Security Conference pada Sabtu (18/2/2023).
"Dalam kasus tindakan Rusia di Ukraina, kami telah memeriksa bukti-buktinya, kami mengetahui standar hukumnya, dan tidak ada keraguan: ini adalah kejahatan terhadap kemanusiaan," kata Kamala, yang merupakan seorang mantan jaksa, seperti dikutip dari The Guardian, Minggu (19/2).
Advertisement
"Dan saya katakan kepada semua orang yang telah melakukan kejahatan ini dan kepada atasan mereka yang terlibat dalam kejahatan itu, Anda akan dimintai pertanggungjawaban."
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken yang juga menghadiri konferensi tersebut mengatakan, pasukan Rusia telah melakukan pembunuhan dengan gaya eksekusi terhadap pria, wanita, dan anak-anak Ukraina; penyiksaan terhadap warga sipil dalam tahanan melalui pemukulan, penyetruman, dan eksekusi pura-pura; memperkosa; dan bersama pejabat Rusia lainnya, telah mendeportasi ratusan ribu warga sipil Ukraina ke Rusia, termasuk anak-anak yang dipisahkan secara paksa dari keluarga mereka.
"Tindakan ini tidak acak atau spontan, itu adalah bagian dari serangan Kremlin yang meluas dan sistematis terhadap penduduk sipil Ukraina," ujar Blinken.
Kesimpulan resmi, yang dihasilkan dari analisis hukum dan faktual yang dipimpin oleh Kementerian Luar Negeri AS, itu tidak membawa konsekuensi langsung bagi perang Ukraina.
Lebih dari 30 Ribu Kejahatan Perang
Washington berharap kesimpulannya dapat semakin mengisolasi Presiden Rusia Vladimir Putin dan menggembleng upaya hukum untuk meminta pertanggungjawaban anggota pemerintahannya melalui pengadilan dan sanksi internasional.
Di lain sisi, komisi penyelidikan yang didukung PBB di Ukraina belum menyimpulkan bahwa kejahatan perang yang telah mereka identifikasi sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.
Menurut pemerintah AS, organisasi yang didukung oleh Badan Pembangunan Internasional AS (USAid) telah mendokumentasikan lebih dari 30.000 insiden kejahatan perang sejak invasi Rusia ke Ukraina. Pejabat Ukraina mengatakan, mereka sedang menyelidiki penembakan di Kota Bakhmut minggu ini sebagai kemungkinan kejahatan perang.
Rusia, yang menyebut kebijakannya di Ukraina sebagai "operasi militer khusus" untuk menghilangkan ancaman terhadap keamanannya dan untuk melindungi penutur bahasa Rusia, telah membantah sengaja menargetkan warga sipil atau melakukan kejahatan perang.
"Mari kita semua setuju: atas nama semua korban, yang diketahui dan tidak dikenal, keadilan harus ditegakkan," ungkap Kamala.
Advertisement