Terkuak! Tak Semua RS Punya Anti Bisa Ular, Kalau Digigit King Kobra Mesti Gimana?

Kemenkes RI menjelaskan alasan tak semua rumah sakit punya anti bisa ular

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 19 Feb 2023, 11:21 WIB
Ilustrasi tidak semua rumah sakit anti bisa ular/https://unsplash.com/Timothy Dykes

Liputan6.com, Jakarta - Penanganan darurat gigitan ular rupanya terkendala dengan ketersediaan anti bisa ular atau anti venom (Anti-Snake Venom/ASV). Tidak semua rumah sakit, baik di perkotaan maupun daerah, mempunyai anti bisa ular.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), Siti Nadia Tarmizi membenarkan bahwa memang tidak semua rumah sakit tersedia anti venom.

Hal ini disebabkan stok anti venom sebagian besar berada di pusat.

"Iya, saat ini (ketersediaan anti venom) masih di pusat sebagian besar stoknya," ujar Nadia saat dikonfirmasi Health Liputan6.com melalui pesan singkat pada Sabtu, 18 Februari 2023.

Distribusi Anti Bisa Ular di Rumah Sakit pada 2023

Pada pengadaan anti venom ular tahun 2023, Kemenkes segera mendistribusikannya ke provinsi. Distribusi anti venom utamanya menyasar Rumah Sakit (RS) Rujukan Provinsi.

Artinya, ketersediaan anti venom untuk gigitan ular dapat diakses masyarakat melalui RS Rujukan Provinsi.

"Untuk pengadaan (anti venom) yang tahun 2023, anti venomnya akan langsung didistribusikan ke provinsi. Jadi ketersediaan anti venom nanti dapat diakses di RS Rujukan Provinsi," kata Nadia.

Ketua Yayasan Sioux Ular Indonesia Meninggal Digigit King Kobra

Persoalan anti bisa ular ini mencuat dari pembelajaran kasus kejadian Ketua Yayasan Sioux Ular Indonesia, Aji Rachmat Purwanto yang meninggal dunia, Selasa dini hari (14/2/2023) pukul 01.32 Wita di RS Ulin Banjarmasin.

Aji mengembuskan napas terakhir setelah digigit King Kobra. Peristiwa itu terjadi pada Minggu (12/2/2023) saat Aji sedang mengisi acara Basic Training Muscle (BTM).


3 Jenis Anti Bisa Ular

Ilustrasi tiga jenis anti bisa ular | unsplash.com/@amplitudemagazin dan unsplash.com/@kellysikkema

Siti Nadia Tarmizi menambahkan bahwa Indonesia mempunyai tiga jenis anti bisa atau anti venom, yang di antaranya, ada yang didatangkan dari luar negeri. Stok anti venom masih tersedia di pusat, yang nanti akan didistribusikan ke provinsi.

Tiga jenis anti venom yang dimiliki Indonesia, yaitu:

  • King cobra antivenom
  • Neuro polivalent (Thailand) anti venom
  • Daboia Siamensis anti venom

Indonesia Produksi Sendiri Serum Anti Bisa Ular

Indonesia sendiri telah memproduksi Serum Anti Bisa Ular (SABU) Polivalen yang diproduksi oleh PT Bio Farma yang bernama BioSAVE.

SABU Polivalen adalah antisera murni yang dibuat dari plasma kuda yang memberikan kekebalan terhadap bisa ular yang bersifat neurotoksik.

Serum BioSAVE produksi PT Bio Farma digunakan untuk penanganan gigitan ular dari jenis-jenis berikut ini:

  • Naja sputatrix - Ular Kobra Jawa
  • Bungarus fasciatus - Ular Belang
  • Agkistrodon rhodostoma - Ular Tanah

Ketiga ular di atas termasuk paling banyak ditemukan di Indonesia. SABU Polivalen mengandung fenol sebagai pengawet dan serum anti bisa ular mengandung antibodi.

Serum Anti Bisa Ular Polivalen berupa cairan bening kekuningan.


Mahalnya Datangkan Anti Bisa Ular

Ilustrasi tiga jenis anti bisa ular (Sumber foto: Pexels.com)

Ahli toksinologi Tri Maharani menekankan pentingnya Indonesia harus mempunyai anti bisa ular. Terlebih lagi, merupakan kawasan yang menjadi habitat alami bagi ular. 

Pada November 2019 silam, Maha, sapaan akrabnya bahkan mendonasikan hampir seluruh gajinya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk membeli serum anti bisa ular, yang kemudian didonasikan untuk menyelamatkan nyawa pasien gigitan ular berbisa di berbagai rumah sakit di Indonesia.

"Sejak 2014, saya membeli venom dari kantong sendiri, hampir 90 persen gaji saya sebagai PNS itu saya belikan anti venom. Setiap bulan beli anti venom, kalau habis saya ke Bangkok beli anti venom atau kalau butuh anti venom ular Papua saya akan telepon ke Australia," cerita Maha.

"Saya urus sendiri anti venom itu ke BPOM dan harganya mahal, anti venom buatan Indonesia sekitar Rp1 juta per vial, tapi anti venom ular Papua itu harganya 80 juta satu vial."

Seluruh anti venom hasil pembelian Maha sendiri pun diberikan secara gratis kepada rumah sakit dan pasien-pasiennya.

"Saya beli juga, untungnya semua pabrik anti venom Australia itu ada guru saya semua, jadi mereka kasihan sama saya dan saya dapat diskon. Di Thailand juga gitu saya dapat diskon," tuturnya.

"Semua anti venom itu saya kasih gratis, bahkan kadang saya antar sendiri dan saya yang tangani sendiri pasiennya di berbagai kota di seluruh Indonesia."

Infografis Berisiko Penularan Covid-19, Hindari 3 Kondisi Tempat Ini. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya