Perludem Wanti-Wanti Bawaslu soal Praktik Jual Beli Suara hingga Validitas Pemilih di Pemilu 2024

Anggota Dewan Perludem Titi Anggraini membeberkan empat masalah yang kerap muncul dalam pelaksanaan pemilu di Indonesia di hadapan Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja.

oleh Winda Nelfira diperbarui 20 Feb 2023, 02:20 WIB
Badut berbentuk kotak suara Komisi Pemilihan Umum (KPU), ondel-ondel, dan marching band ikut meramaikan pawai Deklarasi Kampanye Damai di Monas, Minggu (23/9). (Merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini membeberkan empat masalah yang kerap muncul dalam pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) di Indonesia di hadapan Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja. Persoalan itu, antara lain soal jual beli suara hingga validitas daftar pemilih tetap (DPT).

Permasalahan pertama, terkait jual beli suara. Menurut Titi maraknya praktik jual beli suara di Pemilu dapat memperburuk indeks persepsi korupsi. Oleh sebab itu, dia berharap Bawaslu RI punya visi besar untuk mengantispasi praktik jual beli suara di Pemilu 2024.

Hal ini disampaikan Titi dalam diskusi publik KedaiKOPI bertajuk OTW 2024: Setahun Jelang Pemilu, Mata Rakyat Tertuju ke KPU dan Bawaslu di Hotel Erian, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (19/2/2023).

"Maka diharapkan Bawaslu punya visi besar bagaimana mengantispasi pratik jual beli suara 2024. Itukan dalam konteksnya vote buying tapi ada hal juga yang harus diantisipasi oleh Bawaslu dari sekarang, jual beli tiket pencalonan untuk mendapatkan nomor urut di pileg termasuk juga mendapatkan tiket pencalonan pemilu presiden dan wapres," kata Titi.

Masalah kedua, lanjut dia, berkaitan dengan validitas daftar pemilih tetap (DPT). Titi menyebut seluruh pemilih tetap harus dapat dijangkau secara akurat dan komprehensif.

"Kedua, validitas DPT. Saya kira bagaimana kemudian ini tidak berhenti soal akurasi DPT tapi memastikan komprehensifnya DPT menjangkau seluruh pemilih kita karena ini berkaitan dengan ketersediaan logistik pemilu," terangnya.

 


Masalah Ketiga

Titi menuturkan Bawaslu dan KPU harus sepaham soal akses data pemilih untuk gelaran Pemilu. Sehingga, publik bisa percaya pada dua badan penyelenggara pemilu.

Adapun masalah ketiga berkaitan dengan politisasi Aparatur Sipil Negara (ASN) atau politisasi birokrasi. Titi menyampaikan bahwa persoalan tersebut harus menjadi perhatian pihak terkait seperti Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) yang dalam pelaksanaannya dapat berkolaborasi dengan Bawaslu.

"Jangan sampai kemudian keberadaan penjabat dan netralitas aparatur sipil negara dipolitisir sedemikian rupa untuk keperluan kontestasi 2024," ucap Titi.

Terakhir, kata Titi perihal netralitas dan profesionalitas serta independensi KPU dan Bawaslu. Titi menyatakan bahwa KPU dan Bawaslu perlu dikawal masyarakat dari berbagai elemen dalam menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara Pemilu.

"KPU-Bawaslu perlu kita kawal karena integritas pemilu sangat ditentukan oleh integritas penyelenggara pemilu," kata Titi.

Infografis Nomor Urut 18 Parpol Peserta Pemilu 2024. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya