Tunggu Aba-Aba China, AS hingga Brasil Siap Dongkrak Produksi Minyak Mentah

IEA mengatakan bahwa ketidakpastian terbesar yang dihadapi pasar energi global saat ini adalah perkembangan pemulihan di China dari lockdown Covid-19.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 20 Feb 2023, 17:50 WIB
Pelancong berjalan di sepanjang concourse di Stasiun Kereta Api Beijing West di Beijing, Rabu, 18 Januari 2023. China pada Desember mencabut kebijakan "nol-COVID" yang ketat, melepaskan gelombang keinginan perjalanan yang terpendam, terutama di sekitar waktu terpenting China untuk pertemuan keluarga, yang disebut di China sebagai Festival Musim Semi, yang mungkin satu-satunya waktu di satu tahun ketika pekerja perkotaan kembali ke kampung halaman mereka. (AP Photo/Mark Schiefelbein)

Liputan6.com, Jakarta Direktur eksekutif Badan Energi Internasional (IEA) Fatih Birol mengatakan bahwa ketidakpastian terbesar yang dihadapi pasar energi global saat ini adalah sejauh mana China dapat pulih dari lockdown Covid-19 yang menghambat aktivitas ekonomi negara itu.

"Saat ini, pasar minyak seimbang," kata Fatih Birol, dikutip dari CNBC International, Senin (20/2/2023). 

Tetapi produsen sedang menunggu sinyal tentang permintaan yang akan datang dari negara ekonomi terbesar kedua dunia dan importir minyak mentah terbesar.

"Bagi saya, jawaban terbesar yang paling dinanti pasar energi di bulan-bulan mendatang adalah (dari) China," ujarnya kepada Hadley Gamble dari CNBC di Munich Security Conference.

Dalam Laporan Pasar Minyak bulanan terbaru yang diterbitkan pekan lalu, IEA mengungkapkan bahwa pihaknya mengantisipasi permintaan minyak global akan meningkat pada tahun 2023, dengan China menyumbang sebagian besar dari peningkatan yang diproyeksikan.

Pengiriman minyak diperkirakan naik 1,1 juta barel per hari hingga mencapai 7,2 juta barel per hari selama tahun 2023, dengan total permintaan mencapai rekor 101,9 juta barel per hari, menurut IEA.

"Ekonomi China sedang pulih sekarang," jeas Birol. Dia menyebut, jika  rebound sangat kuat, mungkin ada kebutuhan bahwa produsen minyak akan meningkatkan produksinya.

Pimpinan IEA itu juga mengatakan bahwa negara-negara OPEC+, serta negara-negara penghasil minyak utama lainnya seperti di AS, Brasil, dan Guyana, siap meningkatkan produksi untuk memenuhi permintaan itu, jika diperlukan.

Sementara itu, ketika ditanya apakah Undang-Undang Pengurangan Inflasi (IRA) Presiden AS Joe Biden – dengan paket pendanaannya yang ditujukan untuk memberi insentif pada energi bersih dapat menghalangi peningkatan produksi di AS, Birol menjawab masalah tersebut tidak mungkin terjadi.

“Saya pikir (produksi) itu di luar kebijakan pemerintah. Ada uang yang sangat besar yang harus dihasilkan," katanya, mengutip rekor laba yang dibukukan oleh perusahaan minyak dan gas global dalam satu tahun terakhir.


Ekonomi China Hidup Lagi, Permintaan Minyak Dunia Diramal Cetak Rekor Tertinggi

Ilustrasi Harga Minyak Dunia Hari Ini. Foto: AFP

Permintaan minyak dunia diperkirakan akan mencapai level tertinggi yang pernah ada tahun ini didukung oleh pembukaan kembali ekonomi China yang cepat.

Hal itu diungkapkan oleh Badan Energi Internasional (IEA) dalam laporan bulanan terbarunya, yang dirilis pada Rabu (18/1).

Melansir CNN Business, Kamis (19/1/2023) IEA memperkirakan permintaan minyak bisa melonjak 1,9 juta barel per hari hingga mencapai rekor 101,7 juta barel per hari.

"China akan mendorong hampir setengah dari pertumbuhan permintaan global ini meskipun bentuk dan kecepatan pembukaannya masih belum pasti," kata IEA.

Seperti diketahui, China mulai mencabut kebijakan nol-Covid-19 yang ketat pada Desember 2022, membuka jalan bagi pemulihan aktivitas perjalanan, perdagangan, dan bisnis di seluruh negara ekonomi terbesar kedua di dunia itu.

Sebagian besar ekonom memperkirakan pertumbuhan ekonomi China akan tetap lamban pada kuartal pertama 2023 sebelum meningkat selama sisa tahun ini.


Pasar Minyak Dunia Bakal Ketat Imbas Pemulihan Permintaan di China?

Ilustrasi Harga Minyak

EA dalam laporannya menyebut, rebound permintaan di China dapat menyebabkan pasar minyak global yang lebih ketat karena "dampak penuh" dari sanksi Barat terhadap minyak Rusia mulai membebani.

Harga minyak mentah Brent, yang merupakan patokan global, jatuh tahun lalu setelah mencapai level tertinggi dalam 14 tahun di USD 139 per barel pada awal Maret - menyusul pecahnya perang Rusia-Ukraina.

Harga minyak mulai pulih pada awal Desember 2022, dan naik 1,7 persen pada Rabu (18/1) hingga mencapai USD 87 per barel.

Sejauh ini, IEA belum mengetahui pasti nasib harga minyak ke depannya. Hal itu karena ada "tingkat ketidakpastian yang tinggi" atas prospeknya.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya