Liputan6.com, Jakarta Langkah penawaran perdana saham atau initial public offering (IPO) PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) dinilai bukan privatisasi sehingga masyarakat tidak perlu khawatir pada proses tersebut.
Ini menurut Pakar hukum bisnis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Profesor Nindyo Pramono. Pelepasan saham PGE tidak akan mengubah struktur manajemen perusahaan, artinya, Pertamina tetap memegang kendali perusahaan sebagai pemegang saham mayoritas.
Advertisement
"Jadi tidak perlu khawatir jika melakukan IPO maka sahamnya dikuasai publik. Tidak begitu. Pertamina akan tetap sebagai pemegang kendali perusahaan," ujar dia melansir Antara di Jakarta, Senin (20/2/2023).
Lagi pula, lanjutnya, para pemegang saham dari IPO PGE tersebut berorientasi pada keuntungan (gain) sehingga para investor tidak bisa menguasai perusahaan.
Menurut dia, terdapat perbedaan antara IPO dan privatisasi, dimana IPO atau pelepasan saham perdana merujuk pada UU no 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal, sedangkan privatisasi merujuk pada UU no 19 Tahun 2003 tentang BUMN.
"IPO bertujuan untuk meningkatkan struktur modal dan investasi. Pada PGE, saham yang dilepas pun hanya 25 persen," katanya.
Pada prosesnya, imbuh Nindyo, pelepasan saham perdana merujuk pada UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal juncto Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK).
Sesuai aturan tersebut, IPO perusahaan harus melalui proses legal due diligence/legal audit dan uji tuntas kondisi keuangan perusahaan ( financial due diligence).
Apabila ada perusahaan BUMN memiliki kondisi keuangannya tidak bagus, tentunya OJK tidak meloloskan sahamnya untuk listing di bursa, tambahnya, upaya tersebut dilakukan pihak otoritas untuk memberikan perlindungan dan jaminan kepada investor.
BUMN Lain
Menurut dia, hal itu juga terlihat dari sejumlah perusahaan BUMN yang melepas sahamnya ke publik. Apabila perusahaan tersebut dalam kondisi sehat, tidak bermasalah, tentu akan menguntungkan para investor.
"Kalau tidak prospek, mengapa investor taruh (modal) di situ. Nanti dapatnya malah capital loss," ujarnya.
Proses IPO perusahaan dengan kode PGEO tersebut, dijadwalkan berlangsung 20-22 Februari, setelah itu, dilanjutkan dengan pencatatan efek di lantai bursa pada 24 Februari 2023.
Sebelumnya PT Pertamina Geothermal Energy Tbk telah mengantongi pernyataan efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk IPO di Bursa Efek Indonesia.
Advertisement
Jangan Ada Pemburu Rente di Antara IPO Pertamina Geothermal Energy
Penawaran Umum Perdana (initial public offering/IPO) PT Pertamina Geothermal (PGE) menarik untuk dicermati. Mengingat status perusahaan sebagai badan usaha milik negara (BUMN), Pengamat Pasar Modal, Adler Haymans Manurung mewanti agar jangan sampai ada pemburu rente dalam gelara IPO PGE.
Sebagai gambaran, Adler menyeburkan Garuda Indonesia Tbk (GIAA) dan Krakatau Steel Tbk (KRAS) yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh pihak-pihak tertentu. Ia berharap hal serupa jangan sampai terjadi pada IPO PGE, sehingga perusahaan nantinya akan sepenuhnya dimiliki oleh publik sebagai pemegang saham mayoritas.
“Pembagian sahamnya harus kita perhatikan. Jangan sampai pemburu rente yang dapat banyak. Bila perlu semua orang disuruh ikut. Jangan dijual ke asing. satu orang satu loy kalau murah,” kata dia dalam siniar Polemik Trijaya bertajuk IPO Sektor Strategis, Apa Manfaatnya? Sabtu (18/2/2023).
Informasi saja, PGE telah mematok harga pelaksanaan IPO sebesar Rp 875 per saham. Pembelian minimum di sekuritas bassnya sebanyak 1 lot atau setara 100 lembar saham.
Sehingga investor setidaknya perlu merogoh kocek Rp 875 ribu untuk dapat memiliki saham PGE. adapun total saham yang ditawarkan perseroan dalam IPO yakni sebanyak-banyaknya 10,35 miliar saham baru, setara 25 persen dari modal ditempatkan dan disetor Perseroan setelah IPO.
Pada kesempatan yang sama, Anggota Komisi VI DPR, Andre Rosiade memastikan tidak akan ada pemburu rente yang ikut IPO PGE. Dia memastikan untuk mengawasi hal itu dengan keyakinan transparansi menjadi keniscayaan di era digital dewasa ini.
“Kalau memang rakyat Indonesia bisa beli 1 lot per orang, inshaallah pemburu rente juga tidak ada ruang untuk main. Jadi PGE juga tidak akan main-main, kalau ini terjadi akan masuk dalam pengawasan DPR karena sekarang tembok bisa bicara. Sekarang jamannya viral, tidak ada yang bisa ditutupi. Tidak ada juga orang kuat. Karena sekali viral, bisa selesai,” imbuh Andre.