APBN Januari 2023 Surplus Rp 113,9 Triliun, Jika Tak Bayar Utang

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan, kinerja APBN pada Januari 2023 mencatat surplus Rp 90,8 triliun.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 22 Feb 2023, 09:46 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat mengikuti rapat kerja pemerintah dengan Banggar DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/9/2022). Rapat tersebut membahas postur sementara RUU APBN TA 2023. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan, kinerja APBN pada Januari 2023 mencatat surplus Rp 90,8 triliun. Bila tak dihitung pembayaran utang, bahkan anggaran negara di awal tahun ini bisa surplus hingga Rp 113,9 triliun.

"Situasi APBN pada bulan pertama (2023) mengalami surplus Rp 90,8 triliun, atau 0,43 persen dari PDB. Dan, untuk keseimbangan primer bahkan surplus Rp 113,9 triliun," terang Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Rabu (22/2/2023).

Sebagai catatan, keseimbangan primer merupakan selisih dari total pendapatan negara dikurangi belanja negara di luar pembayaran bunga utang. Adapun posisi keseimbangan primer surplus menunjukan pemerintah mampu menjaga pendapatan lebih besar dari pengeluaran.

Lebih lanjut, Sri Mulyani memaparkan kinerja APBN per Januari 2023 yang mencatat surplus bersih Rp 90,8 triliun. Itu didapat berkat adanya kenaikan pendapatan negara hingga 48,1 persen.

"Ini adalah kenaikan lebih tinggi lagi dibanding akhir tahun 2022, mencapai Rp 232,2 triliun, atau 9,4 persen dari target. Ini tentu mencerminkan kondisi perekonomian secara keseluruhan," ungkap dia.

 


Belanja Negara

Menteri Keuangan Sri Mulyani saat mengikuti rapat kerja Pemerintah dengan Banggar DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/9). Dalam rapat tersebut membahas postur sementara RUU APBN TA 2023. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Di sisi lain, belanja negara per Januari 2023 juga tetap tumbuh meskipun masih di bawah pendapatan, sebesar Rp 141,4 triliun. Jumlah itu sekitar 4,6 persen dari target, dan tumbuh 11,2 persen secara tahunan (year on year/YoY).

Meskipun kinerja APBN di awal tahun menunjukan hasil cemerlang, Sri Mulyani tak mau gegabah. Pasalnya, situasi perekonomian khususnya di tingkat global kini masih belum menentu.

"Situasi dari Indonesia terus optimis namun waspada tergambarkan juga pada pelaksanaan APBN di bulan pertama 2023," ujar Sri Mulyani.


Sri Mulyani Pangkas Defisit APBN 2024 Jadi 2,16 Persen

Menteri Keuangan Sri Mulyani menghadiri Rapat Paripurna DPR RI Ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2022-2023 di kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (29/9/2022). Agenda rapat paripurna kali ini adalah pembicaraan tingkat II/pengambilan keputusan atas RUU tentang APBN tahun anggaran 2023. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan defisit APBN 2024 akan terus melanjutkan tren penurunan. Targetnya, defisit APBN pada tahun depan bisa turun hingga level 2,16 persen dari produk domestik bruto (PDB).

"Untuk tahun depan awal, kita akan perkirakan defisit akan makin menurun di level 2,16-2,64 persen dari PDB dengan primary balance mendekati nol," kata Sri Mulyani dalam sesi konferensi pers usai rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi), Senin (20/2/2023).

Lebih lanjut, Sri Mulyani mengatakan, tantangan geopolitik yang terjadi di tahun ini hingga 2024 mendatang akan terus meningkat. Ia juga mewaspadai berbagai ancaman lain yang bakal terus ada di tahun depan.

"Inflasi Dunia yang sangat tinggi yang menyebabkan kenaikan suku bunga global. Dibukanya kembali Tiongkok setelah mereka lockdown. Ini menimbulkan berbagai macam kemungkinan dan juga beberapa tantangan yg harus kita antisipasi," paparnya.

Ekonomi Sudah Kuat

Untuk tahun depan, ia melanjutkan, momentum perekonomian Indonesia yang saat ini cukup kuat akan terus dijaga. Sehingga pertumbuhan ekonomi 5,3 persen di 2022 momentumnya tetap bisa dijaga di 2023 dan 2024.

Syaratnya, Sri Mulyani menyebut, konsumsi rumah tangga harus tetap tumbuh di atas 5 persen. Di sisi lain, angka inflasi juga perlu dikendalikan.

"Confidence daripada konsumen harus dijaga, dan investasi momentumnya harus diperkuat," ujar Sri Mulyani.

"Kita perlu mengantisipasi kondisi global dalam bentuk ekspor yang alami disrupsi karena geopolitik, dan harga komoditas yang ketidakpastiannya meningkat gara-gara terjadinya persaingan politik negara besar," tandasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya