Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mampu mengumpulkan penerimaan sebesar Rp 232,2, triliun sepanjang Januari 2023. Dari jumlah tersebut, penerimaan terbesar dari pajak dan kemudian disusul Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan kemudian penerimaan bea cukai.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, penerimaan negara di 2023 ini tumbuh tinggi jika dibandingkan dengan penerimaan negara pada tahun lalu.
Advertisement
“Pendapatan negara kita Rp 232 triliun, ini adalah 9,4 persen dari target tahun ini dan tumbuh 48,1 persen dibandingkan tahun lalu hanya Rp 156,7 triliun,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, Jakarta, Rabu (22/2/2023).
Peneimaan negara tertinggi dari pajak sebesar Rp162,2,3 triliun. Penerimaan pajak mengalami pertumbuhan 48,60 persen dan telah mencapai 9,44 persen dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023.
Pendapatan tersebut berasal dari PPh nonmigas sebesar Rp 78,29 triliun, PPN dan PPnBM sebesar Rp 4,64 triliun, PBB dan Pajak lainnya Rp 1,29 triliun, dan PPh Migas Rp 8,03 triliun.
Penerimaan Negara dari PNBP
Kontributor penerimaan negara terbesar kedua yakni PNBP yang mencapai Rp 45,9 triliun, mengalami kenaikan hingga 103 persen (yoy). Capaian ini telah mencapai 10,4 persen dari target APBN 2023.
Kenaikan tersebut utamanya berasal dari pendapatan sumber daya alam Rp11,6 triliun, pendapatan SDA non migas Rp14,8 triliun, Pendapatan Kekayaan Negara Dipisahkan Rp4,6 triliun. Kemudian dari PNBP lainnya Rp14,4 triliun dan pendapatan BLU Rp400 miliar.
Penerimaan Negara dari Bea Cukai
Sementara itu, penerimaan negara dari bea dan cukai di bulan Januari 2023 mencapai Rp24,11 triliun atau telah mencapai 8,0 persen dari target APBN 2023. Hanya saja jika dibandingkan dengan kinerja tahun 2022, mengalami penurunan 3,4 persen (yoy).
“Penerimaan bea cukai sedikit melambat namun on track,” kata Sri Mulyani.
Penurunan kinerja ini disebabkan bea keluar yang mengalami penurunan hingga 68,1 persen. Hal ini dipengaruhi oleh harga CPO yang sudah termoderasi dan turunya ekspor komoditas mineral.
Meski begitu bea masuk masih tumbuh 22,6 persen yang didorong extra effort, kurs dolar yang meningkat dibandingkan tahun lalu dan kinerja impor yang masih tumbuh. Sementara itu dari sisi cukai juga tetap tumbuh 4,9 persen yang dipengaruhi kebijakan tarif , efek limpahan pelunasan hasil tembakau produksi November 2022.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Tertinggi dalam Sejarah, Setoran PNBP di 2022 Capai Rp 588,3 Triliun
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menuturkan, setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di 2022 mencapai Rp 588,3 triliun. Angka ini jadi yang tertinggi sepanjang sejarah penerimaan PNBP Indonesia.
Sri Mulyani mengungkap, torehan ini juga naik sebesar 28,3 persen dari capaian yang ditorehkan pada tahun sebelumnya. Utamanya, PNBP ini disumbang dari kenaikan harga komoditas yang terjadi sepanjang 2022.
"Untuk komoditas, kita lihat di sini kenaikan PNBP secara total adalah 28,3 persen mencapai Rp 588,3 triliun," ujarnya dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (3/1/2023).
"ini adalah termasuk PNBP tertinggi didalam sejarah PNBP kita," sambungnya.
Dia menuturkan, penyumbang yang cukup besar ada dari kenaikan harga Crude Palm Oil (CPO), batu bara, dan Indonesia Crude Price (ICP) yang juga meningkat cukup tinggi sepanjang tahun lalu.
"Itu adalah penyumbang dari PNBP kita. Baik itu untuk yang migas maupun untuk yang nonmigas, itu sangat besar, Rp 48,5 triliun yang migas, kemudian nonmigas mencapai Rp 120,1 triliun," terangnya.
Advertisement
Kekayaan yang Dipisahkan
Kemudian, dari kekayaan negara yang dipisahkan (KND), berupa setoran dividen BUMN mencapai Rp 40,6 triliun. PNBP Lainnya dari penjualan hasil tambang dan kebijakan domestic market obligation (DMO) sebesar Rp 196,3 triliun.
"Tapi kalau dibandingkan sebelum covid, yang mencapai kekayaan negara yang dipisahkan mencapai Rp 80 triliun, itu (setoran dividen saat ini) masih separuhnya. Jadi kita berharap untuk BUMN makin sehat sehingga bisa memberikan sumbangan untuk PNBP kita," paparnya.
Di sisi lain, setoran dari Badan Layanan Umum (BLU) utamanya dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mencapai Rp 82,8 triliun. Angka ini turun dari setoran tahun sebelumnya karena adanya kebijakan bea ekspor Rp 0 di pertengahan tahun 2022.