Liputan6.com, Kyiv - Kepala Misi Pemantau Hak Asasi Manusia PBB di Ukraina (HRMMU) Matilda Bogner mengatakan bahwa jumlah korban sipil di Kota Mariupol selatan -yang dikepung dan dibombardir oleh rudal Rusia- sangat tinggi.
"Rekan-rekan saya mewawancarai seorang mantan tawanan perang dan dia berasal dari Mariupol. Di Mariupol dia dipaksa untuk mengumpulkan mayat di jalan-jalan kota. Dia memberi tahu kami bahwa tentara Rusia diharapkan memenuhi kuota harian satu truk mayat per hari. Kata dia... di Mariupol dengan kuota itu sama sekali tidak masalah," demikian pernyataan Bogner seperti dikutip dari situs resmi PBB, Rabu (22/2/2023).
Advertisement
Menurut Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) per 21 Februari 2023, sedikitnya 8.006 non-kombatan tewas, sementara 13.287 orang terluka sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari 2022. Jumlah sebenarnya kemungkinan jauh lebih tinggi, pernyataan yang berulang kali disampaikan staf OHCHR dalam banyak kesempatan.
"Angka-angka ini, yang kami terbitkan hari ini, mengungkapkan kerugian dan penderitaan yang diderita orang-orang sejak serangan bersenjata Rusia dimulai pada 24 Februari tahun lalu; penderitaan yang saya lihat sendiri ketika saya mengunjungi Ukraina pada Desember. Dan data kami hanyalah puncak gunung es. Korban sipil tak tertahankan. Di tengah kekurangan listrik dan air selama bulan-bulan musim dingin, hampir 18 juta orang sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan. Sekitar 14 juta orang telah mengungsi dari rumah mereka," ungkap Komisaris Tinggi OHCHR Volker Turk seperti dikutip dari situs resminya.
Banyak laporan tentang korban sipil masih menunggu konfirmasi di wilayah pendudukan lainnya di Ukraina, terutama di lokasi seperti Mariupol (wilayah Donetsk) dan Lysychansk, Popasna, dan Sievierodonetsk (wilayah Luhansk).
Turk menambahkan, "Setiap hari pelanggaran hak asasi manusia internasional dan hukum humaniter terus berlanjut, semakin sulit untuk menemukan jalan ke depan melalui penderitaan dan kehancuran yang meningkat, menuju perdamaian."
Kebanyakan Tewas Akibat Senjata Peledak
Sekitar 90,3 persen korban sipil disebabkan oleh senjata peledak dengan efek area yang luas, termasuk peluru artileri, rudal jelajah dan balistik, serta serangan udara. Sebagian besar terjadi di daerah berpenduduk. Kantor OHCHR mencatat 632 korban sipil -219 tewas dan 413 luka-luka- disebabkan oleh ranjau dan bahan peledak sisa-sisa perang.
"Warga sipil terbunuh di rumah mereka saat berusaha memenuhi kebutuhan pokok mereka, seperti mengumpulkan air dan membeli makanan. Salah satunya termasuk Olha yang berusia 67 tahun, yang tewas dalam serangan rudal hanya beberapa meter dari flatnya di Kharkiv saat dia pergi membeli susu sehari setelah perang dimulai. Temannya mengatakan kepada pemantau HAM PBB bagaimana dia turun dari apartemen bersama mereka di lantai 15 dan menemukan Olha terbaring mati di jalan," tutur Turk.
Turk menuturkan kisah lain tentang Serhii, seorang pria berusia 60-an, yang menahan air mata ketika mengatakan kepada pengawas HAM PBB bagaimana dia melihat cucu perempuannya yang berusia enam tahun kehilangan satu kaki akibat terkena serangan langsung artileri di rumahnya di dekat Kherson pada 2 April 2022.
"Kisah-kisah seperti Olha dan Serhii menggarisbawahi harga yang harus dibayar dan terus dibayar oleh warga sipil di kedua sisi garis depan," tegas Turk.
"Upaya untuk menegakkan akuntabilitas dan keadilan atas pelanggaran hukum internasional harus diintensifkan dan diperdalam. Sama pentingnya bahwa para korban dapat mengakses reparasi dan bantuan praktis yang sangat mereka butuhkan, tanpa terlebih dahulu harus menunggu hasil dari proses hukum formal."
Advertisement