Liputan6.com, Bantaeng - Warga Desa Kayu Loe, Kecamatan Bantaeng, Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan dihebohkan dengan pernikahan anak di bawah umur. Pernikahan dini itu dilakoni oleh mempelai laki-laki berinisial DK (12) dengan remaja perempuan berinisial SR (16) yang berlangsung pada Senin (20/2/2023) lalu.
"Iya betul, tim kami sudah kesana kemarin," kata Kepala UPT Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPPA) Sulsel, Meisye Papayungan, Rabu (22/2/2023).
Advertisement
Dari hasil penelusuran Tim UPT PPPA Sulsel, pernikahan anak di bawah umur itu ditempuk usai keduanya didapati tengah berduaan di kebun warga. Oleh orangtua kedua belah pihak, menikahkan keduanya kemudian dianggap sebagai solusi.
"Sebetulnya kasusnya ini sederhana. Pasangan ini kan didapati di kebun-kebun berduaan. Entahlah apa yang dilakukan. Nah rata-rata orang desa itu menyelesaikan masalah seperti itu dengan menikahkan. Tidak mau ambil risiko," jelasnya.
Selain itu, lanjutnya, sejoli yang masih di bawah umur itu dinikahkan tanpa melalu mekanisme resmi di Kantor Urusan Agama (KUA) Bantaeng. Menurut dia orangtua DK dan SL tidak menempuh hal tersebut karena yakin anak mereka tidak akan diberikan dispensasi.
"Kami cek pasangan ini minta dispensi nikah, mengurus pernikahan. Ternyata tidak, dari perangkat desa juga tidak tahu. Artinya betul-betul inisiatif keluarganya. Selesai dengan pernikahan, tidak akan mengamuk keluarga perempuan," tuturnya.
Langkah PPPA Sulsel
Meisye pun menyesalkan keputusan orangtua remaja yang masih berusia belasan tahun tersebut. Menurut dia masih ada cara lain selain dinikahkan jika ada sejoli yang saling suka.
"Tapi tidak selesai masalahnya, harusnya kalau ada begitu dihindari, bukannya malah dinikahkan," lanjutnya.
Meisye menuturkan, jika pihaknya telah berusaha untuk mengubah pola pikir dan perilaku masyarakat terkait pernikahan anak dibawa umur. Menurutnya pernikahan anak ini bukanlah sebuah budaya, hanya karena alasan kedapatan berduaan di sebuah kebun lantas langsung dinikahkan.
"Itu tantangan berat untuk diubah mindset dan perilaku seperti itu. Sebetulnya bukan juga budaya, karena kan berpacaran itu bukan budaya. Jadi dengan alasan menutupi siri (malu) itu dengan menikahkan," katanya.
Melalui Pengadilan Agama, pemerintah saat ini berusaha menyaring permohonan dispensasi pernikahan anak di Sulsel. Kemudian risiko yang dihadapi kedepan jika pernikahan itu tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA), lanjut dia anaknya akan sulit mendapatkan akte kelahiran.
"Pengadilan Agama memfilter melalui permohonan dispensasi, kalau bisa disetujui ya disetujui. Mungkin juga masyarakat tahu, kalau dia minta dispensasi tidak terpenuhi sehingga jalan pendeknya dinikahkan begitu saja. Tapi, status pernikahannya tidak tercatat di negara. Ketika anaknya lahir tidak bisa diterbitkan akte kelahiran, karena mereka tidak memiliki buku nikah," Meisye memungkasi.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Advertisement