Liputan6.com, Jakarta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Abdullah Azwar Anas, bersinergi dengan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk mengolaborasikan manajemen data di BPS dengan evaluasi reformasi birokrasi tematik di Kementerian PANRB.
Anas menjelaskan, sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), reformasi birokrasi akan difokuskan untuk mendukung sejumlah agenda prioritas pemerintah, sehingga dibikinlah skema tematik/terfokus.
Advertisement
Terdapat empat fokus, yakni penurunan kemiskinan, peningkatan investasi, digitalisasi layanan, dan prioritas aktual presiden berupa belanja produk dalam negeri dan pengendalian inflasi.
"Jadi nanti data dari BPS masuk ke sistem evaluasi reformasi birokrasi di Kementerian PANRB. Sehingga kita bisa langsung tahu indikator hasil dari masing-masing pemerintah daerah. Sekaligus ini semakin memasifkan pemahaman kita bersama bahwa reformasi birokrasi harus berdampak, di antaranya ke penurunan kemiskinan," ujar Anas, Rabu (22/3/2023).
"Alhamdulillah kita sudah duduk bareng dengan BPS kemarin. Klop. Kami melihat manajemen data BPS juga sudah semakin keren, dengan teknologi, bahkan didukung nantinya dengan artificial intelligence (AI)," imbuh dia.
Mantan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) itu menjelaskan, kerangka evaluasi reformasi birokrasi pada seluruh kementerian/lembaga dan pemda disederhanakan. Dari sebelumnya 259 komponen pertanyaan menjadi 27 indikator hasil.
4 Strategi
Termasuk memuat empat strategi, antara lain penurunan kemiskinan, peningkatan investasi, digitalisasi layanan, penggunaan produk dalam negeri, dan pengendalian inflasi.
"Penyederhanaan ini kita bikin dengan harapan nantinya semua elemen birokrasi fokus pada dampak, yaitu menyelesaikan masalah hilir di masyarakat seperti kemiskinan, stunting, investasi, belanja produk dalam negeri, dan sebagainya," terang Anas.
Sementara Kepala BPS Margo Yuwono menyampaikan dukungannya kepada pelaksanaan reformasi birokrasi tematik Kementerian PANRB. "Harapannya, berbagai data, berbagai sumber daya di BPS bisa dikonsolidasikan untuk mendukung reformasi birokrasi tematik," ujarnya.
Advertisement
Turunkan Kemiskinan Ekstrem, UMKM Harus Naik Kelas
Pemerintah RI memutuskan akan fokus menurunkan kemiskinan ekstrem hingga 0 persen di tahun 2024 mendatang. Berdasarkan data yang dimiliki pemerintah, masyarakat kelompok ekstrem ini rata-rata tidak berpendidikan, tidak memiliki pekerjaan atau penyandang disabilitas.
Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki mengungkapkan hampir semua kementerian/lembaga memiliki program yang sama untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem. Caranya dengan mengarahkan mereka untuk menjadi pengusaha.
“Yang miskin ekstrem ini kan tidak berpendidikan, tidak punya pekerjaan lalu sebagian disabilitas, tapi rata-rata program yang diusulkan kementerian itu solusinya kewirausahaan,” kata Teten saat memberikan sambutan dalam Perayaan HUT Merdeka.com Ke-11 di SCTV Tower, Senayan, Jakarta, Selasa (21/2/2023). Menurut Teten, cara ini kurang tepat. Sebaliknya, solusi yang dibuat pemerintah menciptakan lapangan kerja yang bisa menampung kelompok masyarakat miskin ekstrem.
“Seharusnya kita menciptakan lapangan kerja,” katanya.
UMKM Naik KelasSalah satu upaya yang bisa dilakukan dengan menaikkan kelas pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Sebab para pelaku UMKM ini bisa membuka lapangan kerja dengan merekrut masyarakat kelompok ini.
“Makanya kalau ada UMKM yang bisa naik kelas buat bisa serap tenaga kerja, dengan begitu bisa menyerap tenaga kerja dari masyarakat miskin ekstrim,” kata dia.
Mampukah Target Kemiskinan Ekstrem 0 Persen Indonesia Tercapai?
Pengamat sosial, Rissalwan Habdy Lubis angkat bicara terkait kemiskinan ekstrem di Indonesia. Untuk mencapai target angka kemiskinan ekstrem 0 persen di tahun 2024 dibutuhkan upaya yang luar biasa.
"Untuk mencapai target angka kemiskinan ekstrem 0 persen di tahun 2024 saya kira memang memerlukan upaya ekstra ordinary," kata Rissalwan kepada Liputan6.com, Selasa (21/2/2023).
Menurutnya upaya yang harus dilakukan Pemerintah adalah penguatan data pensasaran atau penghapusan kemiskinan ekstrem.
Lantaran sampai saat ini belum semua daerah memanfaatkan data Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (PPKE) untuk pensasaran program-program, khususnya untuk kelompok masyarakat miskin ekstrem.
Hal itu sejalan dengan pernyataan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Margo Yuwono, sulitnya tercapai target penghapusan kemiskinan ekstrem karena data tata kelola penanggulangan kemiskinan belum tersinkronisasi dengan baik dengan perbaikan data. Perbaikan data menjadi hal yang penting untuk memastikan program yang dibuat pemerintah tepat sasaran.
Lebih lanjut, Rissalwan menyarankan rencana jangka pendek dalam upaya penghapusan kemiskinan ekstrem diperlukan bantuan sosial yang bersifat sementara. Namun untuk jangka panjang, perlu dikembangkan skema program pemberdayaan ekonomi berbasis keluarga dan komunitas.
"Serta memperkuat fundamen ekonomi makro, sehingga angka kemiskinan dengan sendirinya akan berkurang," ujarnya.
sulitnya tercapai target tersebut karena data tata kelola penanggulangan kemiskinan belum tersinkronisasi dengan baik dengan perbaikan data. Perbaikan data menjadi hal yang penting untuk memastikan program yang dibuat pemerintah tepat sasaran.
Sebagai informasi, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) kemiskinan ekstrem ada di 212 kabupaten dan kota yang menjadi prioritas pemerintah 2022. Pada 2021 tingkat kemiskinan ekstrem pada Maret sebesar 3,61 persen, kemudian menurun menjadi 2,76 persen di Maret 2022.
Advertisement