Liputan6.com, Jakarta - Kantor Imigrasi Kelas I TPI Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) memastikan, tidak ada lagi Warga Negara Asing (WNA) bermasalah yang masuk ke Indonesia. Hal tersebut lantaran sudah adanya teknologi face recognition di pintu gerbang Indonesia tersebut.
Sebelumnya, dua WNA asal Kenya berhasil masuk lagi ke Indonesia padahal pernah dideportase dan dicekal dua tahun lalu.
Advertisement
"Itu (face recognition) bisa mencegah, karena kita punya database, sehingga jika ada yang masuk daftar cekal maka bisa tercekal karena kita pakai verifikasi face recognition, sidik jari, dan lain-lain, itu sudah cukup mendeteksi orang, pasti terdeteksi, apalagi petugas kita sudah punya kemampuan untuk mendeteksi hal itu," kata Kepala Bidang Tikim Imigrasi Bandara Soetta Habiburrahman saat Forum Group Discussion Inovasi dan Best Practice, Rabu 22 Februari 2023.
Dia pun memastikan, WNA yang masuk dalam daftar tangkal tak akan bisa masuk Indonesia, begitupun dengan WNI yang masuk daftar cegah tak akan bisa keluar dari Indonesia dengan adanya teknologi face recognition tersebut.
"Cekal itu kan dua kata, cegah dan tangkal, cegah berangkat, tangkal masuk, kalau daftar cegah maka dia akan dilarang ke luar negeri, kalau tangkal dia akan dilarang masuk ke Indonesia," jelasnya.
Menurut dia, hingga Januari 2023, Soekarno-Hatta telah mencekal 1.222 WNA melalui fasilitas face recognition. Namun, untuk periode Februari 2023 belum dapat dipastikan jumlahnya lantaran belum akhir bulan.
"Yang pasti, jika memang tertolak oleh sistem face recognition, maka langsung ditindaklanjuti oleh bidang TPI," tandas Habiburrahman.
Imigrasi Tangerang Amankan 2 WN Kenya yang Lolos dari Pencekalan RI, Modusnya Palsukan Identitas
Palsukan identitas diri, dua Warga Negara Kenya kedapatan berhasil masuk kembali ke Indonesia, setelah dideportasi dan dicekal pada tahun 2019 dan 2020. Kini, mereka ditahan dan dalam pengawasan Kantor Imigrasi Kelas I Non TPI Tangerang.
Keduanya tinggal di kondominium di kawasan Karawaci, Tangerang, bersama dua WN Kenya lainnya, yang juga kedapatan bermasalah dokumen keimigrasiannya.
"Tersangka atas nama DMM dan PPM, ternyata pernah dideportasi pada tahun 2019-2020 dan sudah dilakukan penangkalan, namun mereka masuk lagi karena memalsukan paspor," jelas Kakanwil Kemenkumham Banten, Tejo Harwanto, Senin (20/2/2023).
Pemalsuan tersebut dilakukan keduanya saat berada kembali ke Kenya, lalu mereka mengubah data tahun kelahiran agar bisa mengakali masuk ke Indonesia lagi. Misalnya saja, yang harusnya kelahiran tahun 2000, dipalsukan ke tahun 1995, hal tersebut membuat data kedua pelaku bisa kembali ke Indonesia.
"Jadi, begitu mereka mengajukan visa, di data kami tidak ada, sehingga bisa lolos," tuturnya.
Pasalnya, pada paspor dan document blanko, seperti chips, nomor MRZ terbaca. Sementara data dan tahun lahirnya yang dipalsukan pelaku untuk bisa kembali ke Indonesia.
Sementara itu, Kadiv Keimigrasian Kemenkumham Banten, Ujo Sujoto mengatakan, modus keduanya adalah modus baru yang harus diwaspadai keimigrasian. Untuk itu, pihaknya pun akan melakukan pengawasan selalu terhadap orang asing, terutama di wilayah Banten.
"Mereka mengelabui dengan mengubah identitas, untuk dapat visa. Ini pelajaran, bahwa ada modus berubah indetitas," katanya.
Sementara, dua WN Kenya lainnya yang tinggal bersama DMM dan PPM, yakni berinisial DNI dan BTM, diketahui tak memiliki pekerjaan di Indonesia. Sehingga dianggap tidak menguntungkan dan memberi kesejahteraan kepada masyarakat Indonesia, sesuai dengan pasal 123 dan pasal 75 tentang Undang-undang nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian.
"Jadi berdasarkan undang-undang, negara boleh menolak atau mengusir orang asing yang tidak dikehendaki oleh negara, karena pada dasarnya orang asing yang berada di Indonesia harus memiliki peran untuk mensejahterakan masyarakat, seperti investor atau memang mendukung pekerjaan masyarakat di Indonesia," tuturnya.
Advertisement