Apa Itu Cuaca Ekstrem yang Diprediksi Terjadi pada 22-28 Februari 2023?

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi cuaca ekstrem akan melanda sebagian wilayah Indonesia pada 22-28 Februari 2023.

oleh Nila Chrisna Yulika diperbarui 23 Feb 2023, 10:55 WIB
Awan mendung menggelayut di langit Jakarta, Kamis (1/2). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi potensi curah hujan dari sedang hingga tinggi akan terjadi hingga 1 minggu ke depan. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi cuaca ekstrem akan melanda sebagian wilayah Indonesia pada 22-28 Februari 2023. Sehingga masyarakat diimbau waspada terjadinya bencana alam hidrometeorologi.

Sementara cuaca ekstrem merupakan suatu kondisi iklim yang terjadi pada waktu dan tempat tertentu yang tidak biasa dan juga sangat jarang terjadi, khususnya fenomena iklim yang mempunyai potensi menimbulkan bencana, menghancurkan tatanan kehidupan sosial, atau yang menimbukan korban jiwa manusia.

Berdasarkan informasi yang dikeluarkan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), kejadian fenomena cuaca ekstrem menjadi sangat sering sejak 30 tahun terakhir. Kejadian cuaca ekstrem tersebut terjadi di beberapa provinsi besar di Indonesia di antarnya adalah Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Maluku, Papua Barat dan Papua.

Faktor pertama penyebab terjadinya cuaca ekstrem adalah karena aktifnya Monsun Asia di mana adanya angin yang berhembus secara periodik dari Benua Asia menuju Benua Australia yang melewati Indonesia.

Indonesia yang berada di garis khatulistiwa yang berdampak oleh pergerakan angin ini. Angin periodik tersebut mengindikasikan musim hujan di Indonesia yang sedang berlangsung.

Apabila cuaca ekstrem sedang berlangsung di Indonesia, pola konvergensi dan perlambatan kecepatan angin akan terjadi di beberapa wilayah, oleh karena itu uap air yang menjadi awan hujan akan terkonsentrasi di suatu wilayah sehingga air yang turun intensitasnya tinggi. Hujan lebat dan dalam waktu lama dapat terjadi akibat konvergensi dan perlambatan tersebut.

Faktor yang terakhir yaitu suhu hangat permukaan laut di Indonesia dan sekitarnya yang memicu mudahnya air menguap dan terkumpul menjadi awan hujan yang menyebabkan pasokan uap air cukup tinggi yang mengakibatkan pembentukan awan hujan dan fenomena gelombang atmosfer.

Gelombang atmosfer ini dapat meningkatkan potensi udara basah di sejumlah wilayah di Indonesia yang menyebabkan hujan.

Fenomena yang dapat terjadi karena adanya cuaca ekstrem di Indonesia adalah hujan lebat yang disertai dengan petir dan angin kencang atau yang sering disebut badai guruh. Hujan lebat berpotensi menimbulkan banjir dan longsor dan puting beliung. Kejadian cuaca ekstrem pada musim penghujan yang paling banyak adalah angin puting beliung.


Antisipasi Cuaca Ekstrem

Pejalan kaki menggunakan payung saat hujan deras mengguyur kawasan Jalan Thamrin, Jakarta, Selasa (31/5/2022). Potensi cuaca ekstrem di sejumlah wilayah di Indonesia pada hari ini dipengaruhi oleh kemunculan bibit siklon tropis 92S di Samudera Hindia selatan Jawa Barat. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memberikan sejumlah langkah yang dilakukan untuk mengantisipasi kejadian cuaca ekstrem yaitu dengan cara membentuk posko kesiapsiagaan dan melakukan pemantauan secara cermat terhadap informasi cuaca dan/atau peringatan dini dari BMKG dan Pusat Vulkonologi dan Mitigasi Bencana Geologi yang digunakan untuk mengetahui perkembangan situasi terkini.

Selanjutnya, pemerintah daerah dan jajarannya perlu menyiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan dalam rangka siaga bencana banjir dan longsor yang terjadi akibat cuaca ekstrem. Dalam hal ini penyebarluasan informasi potensi bencana kepada masyarakat setempat melalui berbagai saluran informasi seluas-luasnya perlu diperhatikan.

Pemantuan daerah rawan bahaya cuaca ekstrem dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG). SIG merupakan ilmu yang di dalamnya terdapat komponen-komponen manajemen pengolahan data spasial antara lain analisis spasial, penyusunan dan pemodelan data spasial.

Pemodelan spasial merupakan kegiatan di mana fenomena real world diabstraksi dan kemudian divisualisasikan menjadi suatu informasi spasial untuk membantu proses dalam pengambilan keputusan. Pemodelan spasial terhadap bahaya cuaca ekstrem dengan menvisualisasikan dalam bentuk peta digital tingkatan kawasan rawan bahaya yang diakibatkan cuaca ekstrem di Indonesia dapat memanfaatkan teknologi SIG. Pemodelan spasial yang digunakan dalam penelitian ini adalah Google Earth Engine (GEE).

Kelebihan dari GEE adalah dapat mengolah dan menyajikan data multi temporal (multi waktu), dengan resolusi spasial yang cukup baik dengan cakupan perekaman yang sifatnya global. Dalam pengolahan data dengan menggunakan teknologi SIG untuk keperluan penelitian terkait cuaca ektrem digunakan tiga parameter yang terdiri dari curah hujan, tutupan lahan, dan kelerengan. Untuk ketiga parameter tersebut diberikan scoring yang berguna untuk mengidentifikasi parameter-parameter penyebab cuaca ekstrem.

Infografis Tips Hadapi Cuaca Ekstrem agar Tetap Selamat. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya