Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, dirinya kerap ditanya oleh instansi pemerintah daerah soal nasib tenaga honorer yang masih banyak di kabupaten dan kota. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini lantas bertanya kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Abdullah Azwar Anas terkait kepastian itu.
"Tadi pagi saya telepon ke Menpan RB bahwa urusan itu masih digodok. Tapi saya minta agar dicarikan jalan tengah yang baik karena masih ada di provinsi ribuan (honorer), di kabupaten dan kota ratusan, itu juga angka angka yang perlu kita pikirkan bersama," kata Jokowi, Kamis (23/2/2023).
Advertisement
Jokowi lantas bercerita pengalamannya saat jadi Walikota Solo dalam menangani tenaga honorer di pemerintah. Namun, ia heran kenapa jumlahnya bisa muncul lagi sampai ribuan.
"Itu yang masih dirumuskan untuk dicarikan jalan tengah. Tadi pagi saya minta ke Menpan RB, dan tolong kalau nanti sudah diputuskan bisa kita laksanakan bersama," pinta Jokowi.
Siapkan Pilihan untuk Honorer
Sebelumnya, Menpan RB Abdullah Azwar Anas juga telah buka suara soal nasib tenaga honorer di pemerintahan yang akan dihapus pada November 2023 mendatang.
Menurut dia, pemerintah tengah menyiapkan berbagai pilihan terkait kepastian masa depan honorer. Namun, Anas belum bisa menyebut secara rinci apa saja opsi tersebut.
"Kita menyiapkan sudah beberapa opsi. Ada empat opsi yang sedang kita siapkan. Pada waktunya kalau sudah matang nanti akan kami sampaikan," ujar Menpan RB Anas saat ditanyai seputar nasib tenaga honorer seusai Closing Ceremony ASN Culture Fest 2023 di The Westin Jakarta, Rabu (25/1/2023).
Anas menyampaikan, Kementerian PANRB sudah menghimpun banyak masukan dari rekan-rekan non-ASN, anggota DPR, hingga kepala daerah semisal gubernur, bupati dan walikota.
"Kami sudah melakukan beberapa kali pertemuan dengan asosiasi kepala daerah, dan kami juga sudah menerima asosiasi dari teman-teman yang tergabung di dalam nakes," ungkapnya.
Secara aturan, ia tak memungkiri jika secara kebijakan penghapusan tenaga honorer memang akan terjadi. Namun, ia masih mencari opsi terbaik untuk jalan keluarnya nanti.
"Memang aturannya 5 tahun lalu meminta supaya diakhiri di November 2023. Setelah mendengar dari berbagai pihak, sedang kita kaji opsi-opsinya. Kita sedang cari opsi yang terbaik," kata Anas.
Upaya Rieke Diah Pitaloka Perjuangkan Nasib Pegawai Honorer Bisa Jadi PPPK
Politisi PDI Perjuangan (PDIP) Rieke Diah Pitaloka terus berupaya memperjuangkan nasib para honorer agar dapat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Ia menyerukan agar pemerintah mempertimbangkan masa pengabdian honorer, dalam proses rekrutmen PPPK.
"Kami mendesak rekrutmen PPPK yang berkeadilan dengan memperhitungkan masa kerja. Ini bukan tuntutan yang berlebihan," ujar Rieke di akun sosial media Instagram miliknya @riekediahp, melalui keterangan tertulis, Kamis (26/1/2023).
Sebab menurut Rieke, jika hanya mengacu pada Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), batas usia bagi pendaftar dalam sistem penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) hanya maksimal 35 tahun.
Sementara, kata dia, jumlah honorer berusia di atas 35 tahun sangatlah banyak dan masa kerja mereka pun telah bertahun-tahun.
"Guru, juga tenaga kesehatan di seluruh Indonesia, semua, infrastruktur, penyuluh. Mereka pelayan publik yang luar biasa. Mereka berjuang dengan usia di atas 35 tahun, dengan menghitung masa pengabdian. Jadi bukan sesuatu yang tidak mungkin. Sesuatu yang mungkin. Kita cari solusi, tanpa merevisi UU ASN pun saya kira bisa," ucap anggota DPR RI ini.
Bukan hanya itu, dia juga meminta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Abdullah Azwar Anas, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk memberikan jaminan hari tua dan pensiun untuk pegawai non-ASN atau PPPK.
Advertisement
Sudah Hubungi Menteri Terkait
Terkait dua permasalahan tersebut, yang salah satunya UU ASN, Rieke mengaku sudah menyampaikan surat resmi ke para menteri terkait.
"Saya dengar baru tiga dulu yang didapat, kesehatan, jaminan kecelakaan kerja dan kematian. Tapi saya merekomendasikan dalam surat resmi saya kepada para menteri, jangan ditutup ruang untuk mendapatkan jaminan hari tua dan hari pensiun untuk para pelayan publik non PNS. Toh juga skemanya juga dipotong upah. Bapak ibu kan juga sering ke luar negeri, mana ada guru di luar negeri yang ga punya pensiun di luar negeri," papar Rieke.
Rieke mengaku yakin bahwa Presiden Joko Widodo dan jajaran kementerian/lembaga tidak hanya bekerja dengan rasionalitas, melainkan juga dengan hati.
"Ini nasib jutaan orang. Negara bisa runtuh kalau tanpa pelayan publik yang begitu banyak," kata dia.