Kontribusi Rumah Sakit Atasi Stunting di RI, Mulai dari Deteksi Malnutrisi hingga Sediakan Pangan Olahan

Di RSCM, upaya penanganan stunting dilakukan oleh tiga divisi khusus.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 25 Feb 2023, 12:00 WIB
Diskusi Penanganan Stunting di Indonesia. Narasumber: Direktur Utama Rumah Sakit Umum Pusat Nasional DR. Cipto Mangunkusumo, Lies Dina Liastuti, Dokter Anak Konsultan Neonatologi: Prof. Rinawati Rohsiswatmo dan Presiden Direktur Fresenius Kabi Indonesia: Indrawati Taurus.

Liputan6.com, Jakarta Di Indonesia, stunting (tengkes) masih menjadi perhatian karena dampaknya pada kualitas sumber daya manusia. 

Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak akibat gizi buruk atau infeksi berulang. 

Anak-anak dapat didefinisikan sebagai stunting jika rasio tinggi-untuk-usia mereka lebih dari dua standar deviasi di bawah median Standar Pertumbuhan Anak WHO.

Stunting pun menjadi salah satu fokus pemerintah dan masuk dalam 5 program nasional yaitu Peningkatan Kesehatan Ibu dan Bayi, Penurunan Angka Kesakitan TBC, Penurunan Angka Kesakitan HIV/AIDS, Penurunan Prevalensi Stunting Dan Wasting, dan Pelayanan Keluarga Berencana Rumah Sakit.

Di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional DR. Cipto Mangunkusumo (RSCM), upaya penanganan stunting dilakukan oleh tiga divisi yaitu Instalasi Pelayanan Terpadu Kesehatan Ibu dan Anak, KSM Kesehatan Anak dan Instalasi Gizi di bawah koordinasi Departemen Pelayanan Medik, Keperawatan dan Penunjang.

"RSCM memiliki program yang jelas dan terpadu untuk mengatasi masalah stunting. Di sisi eksternal, kami fokus pada pengampuan rumah sakit dan mengadakan program pendidikan dan/atau pelatihan profesi tambahan bagi dokter spesialis. Di sisi internal, kami melakukan deteksi dan pencegahan dini malnutrisi, penyediaan terapi nutrisi mulai dari parenteral, enteral dan oral serta menyediakan Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK)," kata Direktur Utama RSCM Lies Dina Liastuti pada wartawan, ditulis Kamis (23/2/2023).

 


Pemantauan Lewat Grafik Pertumbuhan

Di RSCM, bagi pasien neonatus dan anak, rumah sakit melakukan pemantauan pertumbuhan lewat grafik dan memberikan dukungan terapi nutrisi berupa total parenteral nutrition dan bahan pangan khusus.

"Kerja sama dengan pihak keluarga dan edukasi mengenai pemahaman tengkes kepada orang tua juga menjadi bagian yang penting," kata Lies.

Dokter Anak Konsultan Neonatologi, Prof Rinawati Rohsiswatmo juga menganjurkan untuk melakukan pengukuran lingkar kepala anak secara rutin. 

"Saya menganjurkan agar bayi rutin diukur lingkar kepala, berat badan dan panjang badan rutin sebagai upaya deteksi dini stunting. Dan untuk mendatanya, orang tua dapat menggunakan aplikasi PrimaKu yang merupakan aplikasi tumbuh kembang anak di Indonesia hasil kerja sama antara IDAI dan Kementerian Kesehatan RI. Dengan demikian, kita dapat segera melakukan intervensi jika ada risiko atau tanda-tanda stunting pada bayi,” kata Rina.

 


Risiko Stunting pada Bayi Prematur

Menurut Lies, bayi dengan kelahiran prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) masuk ke dalam bayi yang berisiko tinggi mengalami tengkes.

Indonesia menempati peringkat ke–5 tertinggi angka kelahiran prematur dan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).

Ia menyampaikan, dari 100 bayi yang lahir, terdapat 10 bayi lahir secara prematur dan 7 bayi dengan kondisi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).

Berdasarkan penelitian di 137 negara berkembang, 32,5% kasus tengkes disebabkan oleh kelahiran prematur dan 20% kasus tengkes di Indonesia disebabkan oleh Bayi Berat Lahir Rendah.

Bayi lahir prematur juga berisiko untuk mengalami developmental delay, gangguan kognitif, kesulitan belajar dan gangguan perilaku.

"Kenapa bayi prematur lebih berisiko (stunting), karena mereka itu belum cukup bulan. Pembentukan organ saja belum sempurna. Sehingga waktu lahir proses mengolah bahan makanan kurang bagus. Jadi gampang infeksi, flu, penyerapan makanan pun kurang bagus akhirnya stunting," jelas Lies.

Lebih lanjut Prof Rina memaparkan, pada bayi prematur ada banyak masalah nutrisi seperti alergi dan intoleransi makanan, kebutuhan nutrisi lebih tinggi, lebih rentan penyakit, laju metabolisme protein yang tinggi, laju metabolik yang tinggi, organ yang imatur, dan gudang penyimpanan nutrisi kecil.

"Jika bayi sudah mengalami stunting maka perlu dilakukan tata laksana gizi di rumah sakit dengan pemberian PKMK (Pangan Olahan untuk Kondisi Medis Khusus) makanan khusus atau dengan pemberian nutrisi parenteral," katanya.

 


Penanganan Stunting di RSCM

Menurut prof Rina, asuhan nutrisi prematur di RSCM dimulai sejak lahir dan dibagi berdasarkan usia kehamilan ketika bayi lahir yaitu kurang dari 28 minggu, antara 28-31 minggu dan diatas 32 minggu namun dibawah 37 minggu.

"Jenis nutrisi enteral di RSCM terdiri dari pemberian ASI, ASI dari donor dan pemakaian ASI dan Human Milk Fortifier serta standard preterm formula," katanya.

“Saya juga menganjurkan agar bayi rutin diukur lingkar kepala, berat badan dan panjang badan rutin sebagai upaya deteksi dini tengkes. Dan untuk mendatanya, orang tua dapat menggunakan aplikasi PrimaKu yang merupakan aplikasi tumbuh kembang anak di Indonesia hasil kerja sama antara IDAI dan Kementerian Kesehatan RI,” tambah Rina.

Diskusikan dengan dokter untuk penanganan bayi prematur yang tepat agar dapat mencegah stunting. Orang tua juga penting memiliki pemahaman yang baik mengenai nutrisi bagi bayi prematur agar dapat bersinergi dengan rumah sakit dalam memberikan nutrisi yang tepat sehingga dapat membantu mengurangi kejadian tengkes," jelasnya.

Ia menambahkan, orang tua juga penting memiliki pemahaman yang baik mengenai nutrisi bagi bayi prematur agar dapat bersinergi dengan rumah sakit dalam memberikan nutrisi yang tepat sehingga dapat membantu mengurangi kejadian stunting.

 

 

 

Infografis Stunting, Ancaman Hilangnya Satu Generasi. (Liputan6.com/Triyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya