Liputan6.com, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak sependapat dengan besarnya tuntutan pidana dalam surat tuntutan penuntut umum terhadap terdakwa AKBP Arif Rahman Arifin pada kasus obstruction of justice atau merintangi penyidikan dalam pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Dalam kasus ini, Hakim Anggota Hendra Yuristiawan menilai Dakwaan Primair tidak terbukti.
Advertisement
Adapun, dakwaan itu adalah Pasal 49 jo Pasal 33 Undang-Undang No.19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Unsur dengan sengaja melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan yang berakibat terganggunya system elektronik menjadi tidak bekerja semestinya sebagaimana mestinya dalam Dakwaan Primair tidak terpenuhi," kata Hendra di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Hendra menerangkan, berdasar fakta hukum selama persidangan bahwa terdakwa tidak mengetahui secara langsung atau terlibat secara langsung pergantian dan pengambilan DVR CCTV di dalam Kompleks Polri pada 9 juli 2022 sekira 20.00 yang dilakukan oleh Irfan dan Afung
"DVR CCTV dari pos satpam berisi rekaman CCTV yang intinya menampilkan Brigadir Yosua masih hidup pada saat Ferdy Sambo datang," ujar Hendra.
Hendra menerangkan, terdakwa mendengarkan dan menerima perintah dari Ferdy Sambo untuk menghapus dan merusak CCTV sehingga terdakwa akhirnya menghancurkan laptop microsoft milik Kompol Baiquni Wibowo yang berisikan salinan rekaman DVR CCTV dari pos Satpam Duren Tiga.
Hendra mengatakan, majelis hakim berkeyakinan laptop milik Kompol Baiquni Wibowo yang telah dipatahkan oleh terdakwa tidak dapat dikategorikan sebagai sistem elektronik sebagaimana telah ditentukan di dalamUndang-Undang No.19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
"Dengan demikian susbsider unsur sistem elektronik tidak terpenuhi," ujar dia.
Arif Rahman Arifin Divonis 10 Bulan Bui
Karenanya, Ketua Majelis Hakim Ahmad Suhel yang mengadili perkara ini menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dalam dakwaan pertama primer
"Membebaskan terdakwa oleh karena itu dari dakwaan pertama Dakwaan Primair," ujar Suhel.
Sementara itu, Ahmad Suhel menyatakan, AKBP Arif Rahman Arifin telah terbukti secara sah melakukan tindak pidana dengan sengaja merusak suatu informasi publik secara bersama-sama.
Hakim menyatakan, Arif Rahman melanggar Pasal 48 ayat (1) jo Pasal 32 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana selama 10 bulan dan pidana denda sebesar Rp 10 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana selama 3 bulan," ujar dia.
Ahmad Suhel menyatakan masa penangkapan dan penahanan yang dijalani terdakwa dikurangan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan tersebut.
"Memerintahkan terdakwa tetap berada di tahanan," ujar dia.
Atas amar putusan itu, baik jaksa maupun penasihat hukum menyatakan pikir-pikir
"Baik gunakan waktu berfikir lewat dari 7 hari maka putusan ini telah dianggap berkekuatan tetap," tandas Ahmad Suhel.
Advertisement
Dituntut 1 Tahun Penjara
Arif Rahman Arifin sebelumnya dituntut satu tahun penjara atas kasus menghalangi penyidikan terkait pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Tuntutan ini dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat 27 Januari 2023.
"Menjatuhkan pidana terhadal Arif Rahman Arifin dengan pidana selama 1 tahun penjara dikurangi masa penangkapan dan penahanan yang telah terdakwa jalani dan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan," kata JPU dalam persidangan.
Selain dituntut pidana penjara selama satu tahun, anak buah Ferdy Sambo juga dikenakan denda sebanyak Rp10 juta.
"Menjatuhkan pidana denda Rp10 juta, subsider 3 bulan kurungan," ujar jaksa.