Liputan6.com, Jakarta Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia menyoroti beberapa kenaikan harga pangan di beberapa pekan terakhir ini, menimbulkan banyak kegaduhan emak-emak di masyarakat.
Sekretaris Jenderal DPP IKAPPI Reynaldi Sarijowan, menyebutkan beberapa komoditas yang cukup tinggi antara lain harga cabai rawit merah saat ini sekitar Rp 60.000 per kilo, cabai merah TW sekitar Rp 65.000 per kilo.
Advertisement
Sementara, harga bawang merah masih di sekitaran Rp 45.000 per kilo, bawang putih Rp 38.000 per kilo, minyakita juga masih di angka Rp 15.000 per liter. Hal yang sama harga daging, telur, ayam, gula pasir, garam juga mengalami kenaikan yang cukup tinggi di beberapa pekan terakhir.
"Ada beberapa catatan penting dari Ikatan Pedagang Pasar Indonesia adalah pertama permintaan belum naik menjelang ramadhan, permintaan menjelang ramadhan biasanya terjadi di 15 hari menjelang ramadhan dimulai. Tetapi ini masih jauh beberapa bahan pokok sudah mulai cukup tinggi harganya," kata Reynaldi kepada Liputan6.com, Kamis (23/2/2023).
Catatan kedua, IKAPPI menilai hal ini sebagai bukti bahwa tim ekonomi atau tim pangan yang dipersiapkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih belum mampu menjalankan tugasnya dengan baik, antara lain Kementerian perdagangan, Kementerian pertanian, badan pangan nasional serta beberapa lembaga lain seperti Bulog, ID Food, dan sebagainya.
Menurut dia, seharusnya tim yang diperintahkan oleh presiden untuk menjaga stabilitas pangan disaat krisis global terjadi atau krisis pangan, sesungguhnya menjadi tantangan untuk tim ekonomi agar bisa menyelesaikan persoalan pangan ini sesegera mungkin.
"Kita tahu bahwa beberapa saat yang lalu kita di hadapkan dengan beberapa persoalan kegaduhan minyakita yang menimbulkan inflasi, berikutnya kegaduhan beras yang juga menimbulkan inflasi. Sekarang kita harus berhadapan dengan beberapa komoditas yang tercatat cukup tinggi kenaikannya," ujarnya.
Minta Pemerintah Turun Tangan
Oleh karena itu, IKAPPI meminta kepada Pemerintah untuk menyiapkan strategi dan eksekusi di lapangan, sehingga persoalan pangan ini bisa diatasi.
IKAPPI menyarankan, hal yang paling penting dilakukan adalah memperkuat pendataan. Pihaknya berharap BPS bersama dengan pihak yang diberikan kewenangan dapat melakukan pendataan dengan rinci terkait berapa produksi pangan yang dibutuhkan dan berapa asumsi permintaan pangan.
IKAPPI juga meminta agar Pemerintah mampu mendesain pangan secara disiplin dan terus menerus dilakukan dengan baik. Seperti melakukan pendampingan kepada petaninya, selain itu penting untuk memperbaiki serapan dan distribusi pangan
"Beberapa hal tersebut dapat menjaga agar harga pangan di ramadhan nanti tidak melambung tinggi," pungkasnya.
Advertisement
Awas, Inflasi Harga Pangan Meroket saat Ramadan dan Lebaran 2023
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mewaspadai terjadinya lonjakan inflasi yang rawan terjadi selama musim Ramadan dan Lebaran Idul Fitri, khususnya pada inflasi harga pangan.
Dalam hal ini, Sang Bendahara Negara memasang mata terhadap inflasi harga pangan. Terutama pada kategori pangan bergejolak atau volatile food, yang angka inflasinya masih bertengger di level 5,7 persen.
Enam+24:38VIDEO: The Power of Consumers in 2023 "Kita mewaspadai harga pangan ini terutama mulai masuk bulan Ramadhan dan menjelang Hari Raya. Ini adalah faktor yang sekarang jadi perhatian pemerintah, yaitu faktor volatile food," ujar Sri Mulyani dalam sesi konferensi pers APBN Kita, Rabu (22/2/2023).
Sri Mulyani mengatakan, pemerintah bakal mengantisipasi kenaikan mobilitas masyarakat yang biasa terjadi pada bulan suci. Kondisi tersebut juga bakal ikut mendongkrak permintaan untuk kategori pangan volatile food, semisal beras, aneka cabai, ikan segar, aneka bawang, kentang, minyak goreng.
"Kita masih harus waspada, karena dalam dua bulan ke depan, Maret dan April, ini adalah faktor musiman, seasonal dengan masuknya Ramadhan dan Hari Raya, dimana permintaan biasanya akan meningkat," tuturnya.
Angka Inflasi Nasional
Secara keseluruhan, ia bersyukur angka inflasi nasional masih terjaga di level 5,28 persen pada Januari 2023. Meski telah menunjukan adanya penurunan dibanding bulan sebelumnya, Sri Mulyani tak mau terlena lantaran ancaman lonjakan inflasi ke depan masih tinggi.
"Ini menggambarkan bahwa inflasi masih akan menjadi isu yang sangat menjadi perhatian dari para pembuat kebijakan, terutama pada paruh pertama 2023," kata Sri Mulyani.