7 Bank Jadi Korban Kredit Macet Perusahaan Rambut Palsu

Kasus kredit macet PT Hair Star Indonesia (PT HSI), perusahaan rambut palsu ternyata melibatkan banyak bank nasional.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 23 Feb 2023, 21:10 WIB
Ilustrasi Bank

Liputan6.com, Jakarta Kasus kredit macet PT Hair Star Indonesia (PT HSI), perusahaan rambut palsu yang sahamnya pernah dimiliki oleh Konglomerat Susilo Wonowidjojo melalui PT Hari Mahardika Utama (PT HMU), ternyata melibatkan banyak bank nasional.

Berdasarkan salinan putusan Pengadilan Niaga Surabaya No.57/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Sby tertanggal 27 September 2021, tercatat ada 7 bank yang menjadi korban yaitu Bank BTPN, Bank CTBC, Bank DBS Indonesia, Bank ICBC Indonesia, Bank Mega, Bank OCBC NISP, dan Bank Permata.

Ketujuh bank tersebut merupakan kreditur separatis yang mewakili total 145.550 suara dan bersama-sama menyatakan setuju untuk perpanjangan jangka waktu Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Namun, terdapat 11 kreditur konkuren yang mewakili 14.560 suara yang menyatakan tidak setuju. Atas dasar itu majelis hakim memutuskan PT HSI pailit.

Kepailitan PT HSI terjadi setelah PT HMU milik Susilo Wonowidjojo melepas 50 persen sahamnya kepada Hadi Kristanto Niti Santoso pada 17 Mei 2021. Pada Juni 2021, sebulan setelah HMU keluar dari PT HSI, CV Duta Prima dan CV Kurnia Jaya dengan hanya memiliki nilai tagihan sebesar Rp 4 miliar bersama-sama mengajukan PKPU PT HSI di Pengadilan Niaga Surabaya yang akhirnya berujung pailit.

Pada saat pailit terjadi, 100 persen kepemilikan saham PT HSI sudah dikuasai oleh keluarga Niti Santoso. Selain Hadi Kristanto Niti Santoso yang membeli 50 persen saham PT HSI dari PT HMU, keluarga ini juga menguasai 50 persen saham PT HSI melalui PT Surya Multi Flora.

Tak Ada Informasi

Sebelumnya, Kuasa hukum Bank OCBC NISP Hasbi Setiawan mengungkapkan, PT HSI tidak pernah menyampaikan informasi terkait perubahan kepemilikan saham di perusahaan sebelum proses PKPU terjadi.

Padahal sesuai perjanjian kredit antara Bank OCBC NISP dengan PT HSI disebutkan, debitur harus memberitahukan dan mendapatkan persetujuan dari Bank.

 


Rugikan Perbankan

Ilustrasi Bank Sentral. Photo copyright by Freepik

Pengamat Hukum Bisnis dari Universitas Sebelas Maret Solo (UNS) Yudho Taruno Muryanto menyatakan, putusan pailit PT HSI ini merugikan bank-bank yang bertindak sebagai krediturnya.

Ini merusak kepercayaan bank dalam memberikan kredit sesuai dengan prinsip 5C (Character, Capacity, Capital, Condition, dan Collateral) yang menjadi syarat pemberian kredit kepada debitur.

Apalagi, kasus ini melibatkan nama besar dari perusahaan yang terafiliasi dengan salah satu pemilik grup usaha besar di Indonesia.

"Bagi bank, prinsip 5C adalah dasar penilaian dalam memberikan kredit. Di kasus kredit macet PT HSI ini telah merusak unsur C yang paling pertama, Character, yakni terkait siapa pengelola dan pemilik usaha si debitur. Bank mempertimbangkan memberikan kredit melihat dari siapa pemilik perusahaan debitur," ujarnya, Kamis (23/2/2023).

"Sedangkan unsur collateral atau jaminan biasanya menjadi hal terakhir yang menjadi pertimbangan bank asalkan keempat C lainnya sudah terpenuhi. Bank berharap debitur bisa menyelesaikan kewajibannya untuk membayar hutangnya, dengan demikian keberlanjutan usaha debitur bisa dijalankan," kata Yudho.

 


Selanjutnya

Ilustrasi bank (Sumber: Istockphoto)

Yudho juga menilai, proses PKPU PT HSI yang terjadi setelah PT HMU menjual sahamnya adalah tidak biasa. Apalagi keluarnya PT HMU dari PT HSI dilakukan tanpa sepengetahuan dari bank pemberi kredit.

Sementara dalam setiap perjanjian dengan bank, PT HSI wajib menyampaikan informasi mengenai rencana ataupun perubahan pemegang saham perseroan.

"Perlu ditelisik apakah pengalihan saham itu memberikan keuntungan untuk perusahaan, atau untuk menghindar dari kewajiban," pintanya.

Menurutnya, penjualan saham PT HSI oleh PT HMU menjelang permohonan PKPU yang akhirnya berujung pailit itu berdampak besar terhadap tanggungjawab pengurus perseroan dan pemegang saham lama pada kewajiban PT HSI. Dengan kewajiban kredit kepada 7 bank yang lebih dari Rp 1 triliun, tentu pembeli 50 persen saham PT HMU adalah orang yang luar biasa.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya