Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina Geothermal Energy Tbk resmi tercatat dengan kode emiten PGEO di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada perdagangan Jumat, 24 Februari 2023. Lantas, bagaimana laju saham PGEO pada perdagangan perdana?
Mengutip data RTI, saham PGEO dibuka naik Rp 50 ke posisi Rp 925 per saham dari harga awal Rp 875. Harga saham PGEO berada di posisi Rp 835 atau turun 4,57 persen pada pukul 09.20 WIB.
Advertisement
Saham PGEO berada di level tertinggi Rp 925 dan terendah Rp 815 per saham. Total frekuensi perdagangan 16.323 kali dengan volume perdagangan 230,30 juta saham. Nilai transaksi harian Rp 194,30 miliar.
Pada pukul 09.50 WIB, saham PGEO turun 5,14 persen ke posisi Rp 825 per saham. Saham PGEO berada di level tertinggi Rp 925 dan terendah Rp 815 per saham. Total frekuensi perdagangan 25.638 kali dengan volume perdagangan 3.153.874 saham. Nilai transaksi Rp 264,5 miliar.
Melansir keterangan resminya, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) merupakan perusahaan panas bumi terbesar di Indonesia dan salah satu perusahaan panas bumi terbesar secara global yang diukur dengan kapasitas terpasang pembangkit tenaga listrik, pada hari ini telah resmi mencatatkan sahamnya untuk diperdagangkan di papan utama Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode saham PGEO.
Perseroan menawarkan ke masyarakat sebanyak 10.350.000.000 saham biasa atas nama, yang mewakili sebesar 25,00 persen dari modal ditempatkan dan disetor Perseroan dan ditawarkan dengan harga penawaran Rp 875 setiap saham.
Perseroan telah melaksanakan penawaran umum sejak 20-22 Februari 2023 dan berhasil meraih dana sebesar Rp 9,05 triliun. Lebih lanjut, Perseroan juga mengalokasikan sebanyak-banyaknya sebesar 1,50 persen dari modal ditempatkan dan disetor penuh setelah penawaran umum perdana saham atau sebanyak- banyaknya 630.398.000 saham untuk program opsi pembelian saham kepada manajemen dan karyawan Perseroan (Management and Employee Stock Option Program/MESOP).
Dalam penawaran umum perdana saham, PGE menunjuk PT Mandiri Sekuritas, PT CLSA Sekuritas Indonesia, dan PT Credit Suisse Sekuritas Indonesia sebagai penjamin pelaksana emisi efek. PGE juga menunjuk CLSA, Credit Suisse, dan HSBC sebagai international selling agents.
Alasan Pertamina Geothermal Energy IPO
Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy Tbk Ahmad Yuniarto menyampaikan pelepasan saham perdana atau IPO (initial public offering) untuk mendukung rencana Perseroan mengembangkan kapasitas terpasang Perseroan sebesar 600 MW hingga 2027.
Perseroan menargetkan untuk meningkatkan basis kapasitas terpasangnya yang dioperasikan sendiri, dari 672MW saat ini menjadi 1.272MW pada tahun 2027. Selain juga mendukung ambisi PGE untuk terus tumbuh dan mengembangkan seluruh value chain dari sumberdaya panas bumi Indonesia, sesuai dengan tagline PGE "Energizing Green Future".
"PGE mencatatkan diri dengan kode emiten PGEO telah menyelesaikan roadshow ke sejumlah negara selain Indonesia, diantaranya Singapura, Hong Kong, London, dan New York untuk mengundang investor domestik maupun Investor asing untuk ikut berpartisipasi dalam penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) Pertamina Geothermal Energy," kata Ahmad.
PGE berhasil menarik minat investor domestik maupun investor multinasional yang berkualitas untuk berpartisipasi dalam IPO PGE. Adapun beberapa investor domestik dan multinasional yang turut berpartisipasi dalam IPO PGE antara lain adalah Indonesia Investment Authority (INA) dan Masdar, perusahaan clean energy yang berkantor pusat di United Arab Emirates (UAE).
Advertisement
IPO Pertamina Geothermal Energy
Penawaran umum IPO Perseroan mengalami kelebihan permintaan alias oversubscribed hingga 3,81 kali dari porsi pooling, melampaui target yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal ini merupakan pencapaian yang sangat cerah bagi Perseroan dan sebagai indikator positif tingkat kepercayaan investor kepada PGE.
Berdasarkan informasi dan data dari prospektus, kapasitas pembangkit listrik panas bumi di Indonesia diperkirakan akan tumbuh dengan kuat dari sekitar 2,8GW pada 2022 menjadi sekitar 6,2GW pada 2030, dengan CAGR sekitar 10,4 persen, dibandingkan dengan pertumbuhan rata-rata global pada CAGR sekitar 3,9 persen dalam periode yang sama. Pada 2030, Indonesia akan memiliki kapasitas panas bumi terbesar di dunia dengan menyumbang sebesar 28 persen dari proyeksi kapasitas panas bumi bersih secara global.
Pertumbuhan ini didukung oleh potensi sumber daya panas bumi Indonesia yang signifikan, pertumbuhan permintaan pasar yang pesat serta dukungan kebijakan sebagai bagian utama dari roadmap pemerintah untuk meningkatkan kontribusi energi terbarukan dalam bauran energi nasional.
PGE saat ini mengelola 13 Wilayah Kerja Panas Bumi dengan total kapasitas terpasang sebesar 1.877 MW. Rinciannya, kapasitas sebesar 672 MW dikelola langsung (own operation) dan 1.205 MW melalui skema Kontrak Operasi Bersama (Joint Operation Contract).
Adapun kapasitas PLTP 672 MW yang dikelola langsung oleh PGE berasal dari 6 Wilayah Kerja Panas Bumi, yaitu Kamojang di Jawa Barat 235 MW, Karaha di Jawa Barat 30 MW, Lahendong di Sulawesi Utara 120 MW, Ulubelu di Lampung sebesar 220 MW, Lumut Balai di Sumatera Selatan 55 MW dan Sibayak di Sumatera Utara 12 MW.