Pentingnya Layanan Konvergensi oleh Operator Telko Demi Penuhi Kebutuhan Pengguna

Operator telekomunikasi dinilai mulai perlu menjalankan layanan konvergensi guna memenuhi kebutuhan digital pelanggan yang terus meningkat dari waktu ke waktu.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 24 Feb 2023, 13:30 WIB
Telkom membangun BTS di daerah terpencil sebagai upaya untuk membuka akses telekomunikasi.

Liputan6.com, Jakarta - Setelah diterpa pandemi dua tahun lamanya, kebutuhan akan layanan digital kian bertambah, termasuk untuk bekerja, terhubung, dan hiburan. Upaya konvergensi untuk memenuhi kebutuhan pengguna pun diperlukan.

Wacana tentang teknologi Fixed-mobile convergence (FMC) pun mengemuka. Pasalnya secara ide, FMC menggabungkan layanan fixed broadband dan seluler dalam satu genggaman dan bisa dilakukan operator untuk memenuhi kebutuhan digital penggunanya.

Founder IndoTelko Forum Doni Ismanto Darwin mengatakan, kedatangan layanan fixed dan mobile di Indonesia tidak bisa ditolak. Hal ini karena saat ini teknologinya sudah mendukung dan ada kebutuhan di sisi pengguna.

"FMC sudah jadi topik sejak dua dekade lalu. Hal ini karena pelaku usaha sadar kebutuhan pasar pasti mengarah ke konvergensi seiring digitalisasi kian kencang," kata Doni, sebagaimana dikutip dari keterangan, Jumat (24/2/2023).

Doni juga menyebut saat ini tuntutan pengguna adalah mendapatkan layanan komunikasi yang tidak ingin terputus, tanpa melihat layanan akses apa yang digunakan.

Ia mencontohkan, ada segmen pelanggan yang tetap ingin terhubung dari awalnya memanfaatkan telepon rumah. Lalu saat berpindah ke luar ingin bisa berkomunikasi tanpa harus ganti perangkat. Menurutnya, FMC bisa menjawab kebutuhan si pelanggan tersebut.

Menurutnya, dari sisi operator telko mulai serius menggarap FMC, dengan menggeber 5G dan fiberisasi jaringan. Aksi korporasi yang dilakukan perusahaan telekomunikasi pun mulai mengarah pada konsolidasi layanan.


Operator Telko Dalam Negeri Mulai Satukan Layanan Mobile dan Fixed

XL Axiata mengumumkan kerja sama bidang cloud dengan Google Cloud (Foto: XL Axiata)

Di pasar global, kata Doni, 23 dari 25 pemain sudah memiliki kapabilitas Fixed dan Mobile di dalam entitas yang dikuasai 100 persen. Begitu juga di Indonesia.

"Di Indonesia, XL Axiata mengakuisisi LinkNet. MyRepublic, Smartfren, dan Moratelindo yang sahamnya dikuasai grup Sinar Mas. Jika dikontrol dalam satu entitas, akan memudahkan menggelar FMC," kata Doni.

Ia bahkan meyakini, FMC bisa jadi produk yang layak dijual ke pasar oleh operator, untuk beberapa tahun mendatang.

Doni pun berharap regulator mulai mengantisipasi era FMC yang sudah di depan mata, dengan kehadiran regulasi yang sesuai dengan kondisi pasar. Sejauh ini menurutnya, Indonesia masih memiliki aturan soal telepon tetap.

Ia menyarankan aturan ini harus diubah, terutama masalah kewajiban penggelaran jaringan, jika nanti ada konvergensi FMC.a.


Layanan Konvergensi Tak Bisa Ditolak

Telkom Tegaskan Penertiban Kabel Parasit Tak Pilih Kasih

Sementara itu, Direktur Eksekutif Segara Research Institure dan Dosen Perbanas Institute Piter Abdullah mengatakan, konvergensi layanan fixed dan mobile broadband harus dilakukan secara bertahap, karena kalau sekaligus biayanya akan besar.

Piter setuju, konvergensi layanan telko tidak bisa ditolak. Pasalnya, dengan operator telko melakukan konvergensi fixed dan mobile, akan membuka peluang konvergensi di bidang lainnya.

Ia juga mendukung konvergensi layanan telko karena meyakini, layanan FMC yang dihasilkan tidak akan membebani konsumen, terutama dari sisi harga.

Sekadar informasi, saat ini beberapa inisiasi menuju FMC telah dilakukan operator seperti XL Axiata, Smartfren, dan TelkomGroup.

Analis BRI Danareksa Niko Margaronis menyebut, pemain seperti TelkomGroup di sisi konsumer mobile dan fixed mau tidak mau harus digabung. "Kalau Telkom tidak melakukan, operator lain yang akan lakukan," katanya.

Menurutnya, operator telko ke depannya harus menjalankan layanan 5G dan FMC secara bersama-sama, bukan memilih salah satunya. Apalagi, layanan fixed dinilai lebih menghasilkan revenue ketimbang 5G.

Sementara itu, layanan 5G mungkin akan lebih luas pada 2024. Dengan penggabungan layanan fixed dan mobile ini, operator bisa memasarkan layanan internet, OTT, hingga IoT untuk rumah.


Tetap Perlu Pertimbangkan Harga Bagi Konsumen

Dok: IndiHome

Direktur ICT Institute Heru Sutadi menyebutkan, pada dasarnya tren telekomunikasi merupakan transformasi yang mengarah pada efisiensi, sehingga operator harus fokus memberi layanan yang baik bagi masyarakat.

Saat ini, penetrasi layanan mobile turun, sementara pasar fixed broadband masih berpeluang tumbuh. Pasar rumah tangga Indonesia sekitar 45 juta, sementara fixed broadband baru menjangkau 10 juta pelanggan. Ia menilai masih bisa tumbuh hingga 20 juta pelanggan dalam beberapa waktu mendatang.

"Pasar FMC global diperkirakan naik cukup besar pada 2023-2028. Banyak negara menyatukan fixed dan mobile karena faktor kompetisi. Di banyak negara lain yang pemain telkonya banyak, banyak mereka yang bermain di sisi diskon," katanya.

Heru pun memandang cost menjadi salah satu tantangan FMC, selain penyatuan jaringan. Ia berpendapat, jangan sampai saat layanan FMC dihadirkan, harganya jadi lebih mahal.

"Langkah awal penyatuan agar operator telko dapat dua pendapatan, mobile dan fixed. Dari sisi konsumen, dari sisi yang fixed, tarif langganan ini harus diberi manfaat. Harga mahal ya orang enggak mau," katanya.

(Tin/Isk)

Infografis Keuntungan iPhone terhadap Apple (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya