Liputan6.com, Jakarta Kabar terkait flu burung kembali naik ke permukaan. Pasalnya, ditemukan dua kasus baru flu burung H5N1 di Kamboja. Satu diantaranya anak perempuan berusia 11 telah dinyatakan meninggal dunia usai terinfeksi H5N1.
Berkaitan dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyatakan kewaspadaan pada risiko Kejadian Luar Biasa (KLB) flu burung H5N1 atau Flu Burung Clade Baru 2.3.4.4b.
Advertisement
Kemenkes mengungkapkan mutasi virus flu burung H5N1 dapat terjadi dengan cepat dan konsisten pada mamalia. Ada pula kecenderungan zoonosis atau berpotensi menyebar ke manusia.
Hingga saat ini, belum ada temuan kasus flu burung H5N1 di Indonesia seperti disampaikan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI, dr Maxi Rein Rondonuwu
"Saat ini memang belum ada laporan penularan ke manusia. Tapi kita tetap harus waspada,” ujar Maxi melalui keterangan yang diterima Health Liputan6.com di Jakarta, Sabtu (25/2/2023).
Aturan yang membahas flu burung H5N1 sendiri sudah tertuang dalam Surat Edaran Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Nomor PV.03.01/C/824/2023 tentang Kewaspadaan Kejadian Luar Biasa Flu Burung (H5N1) Clade Baru 2.3.4.4b yang diterbitkan pada Jumat, 24 Februari 2023.
Melalui aturan itu pula, seluruh kepada dinas kesehatan provinsi, kabupaten atau kota, dan kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) di seluruh Indonesia diminta untuk melakukan koordinasi dan kerjasama dengan instansi yang membidangi fungsi kesehatan hewan.
Serta, sektor terkait lainnya dalam upaya pencegahan dan pengendalian flu burung pada manusia.
Dinas Kesehatan Diminta Siapkan Fasilitas Kesehatan
Tak berhenti di sana, berdasarkan SE terbaru di atas, Dinas Kesehatan (Dinkes) masing-masing provinsi, kabupaten dan kota juga diminta untuk menyiapkan fasilitas kesehatan untuk penatalaksanaan kasus suspek flu burung sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan.
Termasuk dalam hal meningkatkan kapasitas laboratorium kesehatan masyarakat (labkesmas) untuk pemeriksaan sampel dari kasus dengan gejala suspek flu burung.
Kemenkes RI sendiri turut mengintensifkan kegiatan surveilans dan Tim Gerak Cepat (TGC) untuk mendeteksi sinyal epidemiologi di lapangan terkait flu burung H5N1.
Khusus daerah yang menjadi sentinel surveilans Influenza like Illness (ILI) dan Severe Acute Respiratory Infection (SARI), Kemenkes pun meminta untuk meningkatkan kewaspadaan dini untuk penemuan kasus suspek flu burung di daerah yang terjadi KLB Avian Influenza pada unggas.
Advertisement
Puskesmas Wajib Lapor Jika Ada Suspek
Kemenkes RI ikut meminta semua puskesmas mewajibkan lapor jika memang ditemukan adanya kasus suspek flu burung.
Pelaporan harus dilakukan dalam waktu kurang dari 24 ke pihak dinkes kabupaten atau kota melalui sistem Surveilans Berbasis Kejadian (Event Based Surveillance/EBS) dan Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR).
Setelah itu, dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota harus segera melapor dalam waktu kurang dari 24 jam ke PHEOC Ditjen P2P. Berkoordinasi dengan instansi yang membidangi fungsi kesehatan hewan setempat.
Sebagai bentuk kewaspadaan di pintu negara, Maxi menginstruksikan KKP untuk meningkatkan pengawasan terhadap pelaku perjalanan dalam negeri dan luar negeri di pelabuhan, bandar udara dan pos lintas batas darat negara.
Melakukan pemeriksaan dan penanganan kasus jika ditemukan perilaku perjalanan yang memiliki gejala ILI sesuai pedoman yang berlaku. Melakukan sosialisasi dan koordinasi dengan seluruh lintas sektor yang berada di wilayah kerja KKP.
"Semua kita siagakan,” kata Maxi.
Masyarakat Diimbau Terapkan PHBS
Lebih lanjut, Maxi mengimbau pada masyarakat untuk tetap melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Masyarakat juga diminta melaporkan pada dinas peternakan bila memang ada kematian unggas secara mendadak dan dalam jumlah banyak di lingkungannya.
"Segera ke fasilitas kesehatan apabila mengalami gejala flu burung dan ada riwayat kontak dengan faktor risiko," pungkas keterangan tersebut.
Advertisement