Kisah Insan Tuli Indonesia yang Sukses di 'Negeri Orang'

Keberhasilan kedua insan tuli ini membuktikan bahwa disabilitas bukan penghambat meraih prestasi membanggakan bagi diri, keluarga, bahkan negara. Mereka menjadi bukti bahwa kaum difabel juga generasi Indonesia yang mampu bersaing di kancah global.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 26 Feb 2023, 14:07 WIB
Ilustrasi generasi Indonesia. (Photo rawpixel.com Copyright by Freepik)

Liputan6.com, Jakarta - Tiada manusia yang memilih terlahir tak sempurna, semua sudah kehendak Sang Pencipta. Meski berat, kondisi difabel bukanlah penghalang untuk tetap berprestasi. Di negeri sendiri, maupun di negeri orang.

Adalah Cristophorus Budidharma dan Panji Surya Putra Sahetapy, insan tuli asal Indonesia yang tercatat berprestasi di negeri orang.

Kedua insan tuli itu berhasil menorehkan prestasi di Rochester Institute of Technology/National Technical Institute for the Deaf (RIT/NTID) di Kota Rochester, New York, salah satu universitas di Amerika Serikat (AS) yang memiliki program inklusif bagi mahasiswa tuli untuk bisa mengikuti kuliah di kelas umum.

Mengutip sejumlah sumber, Cristophorus Budidharma yang akrab disapa Cristo, tercatat lulus pada Mei 2019 dan meraih gelar sarjana jurusan ilmu biomedik dengan fokus pra-kedokteran di bidang psikologi.

Prestasi lain turut ditorehkan Cristo. Dia diganjar RIT Outstanding Service Award, yang diperuntukkan bagi mahasiswa internasional atas partisipasinya sebagai relawan di kampus, serta keterlibatannya di dua organisasi, Tiger Media Organization dan Deaf International Student Association.

Sementara Panji Surya Putra Sahetapy yang kerap disapa Surya, berhasil masuk ke dalam daftar mahasiswa berprestasi di bidang akademik atau "Dean’s List" di RIT.

"Surya Sahetapy masuk ke dalam Dean’s List di Rochester Institute of Technology untuk semester Fall tahun 2018. Sahetapy tengah menekuni program pendidikan liberal. Selamat!" tulis situs universitas tersebut.

Untuk bisa masuk ke dalam daftar "Dean's List," mahasiswa harus mencapai IPK paling tidak 3,4, tidak pernah mendapat nilai D atau F, dan mengikuti kelas paling sedikit 12 jam dalam satu semester.

Surya Sahetapy masuk daftar Dean's List RIT. (//rit.meritpages.com/)

Surya lulus dari RIT Mei 2020. Dia membagikan momen istimewa itu di akun Instagram-nya dengan mengunggah sebuah video singkat, di mana bagian awal menampilkan potret dirinya mengenakan toga serta keterangan "Lulus & Wisuda".

Putra Dewi Yull dan Ray Sahetapy, Surya Sahetapy telah menyelesaikan pendidikan dengan meraih predikat cum laude di New York, Amerika Serikat. (dok. Instagram @suryasahetapy/https://www.instagram.com/p/B_7VMyYBEJv/?hl=en/Putu Elmira)

Mengutip situs RIT, institut itu menganugerahkan lebih dari 4.000 gelar di semua kampusnya pada tahun akademik 2020-2021. Karena pembatasan COVID-19 negara bagian New York, wisuda dirayakan pada 14-15 Mei 2021 dalam upacara yang lebih kecil oleh perguruan tinggi dan disiarkan langsung untuk keluarga dan teman para lulusan.

Kini Surya tengah menjadi pengajar di AS.

"Mohon doa akan kelancaran supaya pengalaman mengajar di Austin, Texas, dan Fremont, California selama 14 minggu berjalan lancar serta program pelatihan calon juru Bahasa Isyarat Tuli bersertifikasi di Rochester dipermudah juga. Jaga kesehatan! I’ll miss you," tulis Surya di Instagram tertanggal 9 Januari 2022 yang Liputan6.com kutip Minggu (26/2/2023). 

Sebelumnya, putra pasangan selebritas Indonesia Dewi Yull dan Ray Sahetapy ini juga sempat menyatakan ambisinya terhadap tempat kelahirannya, Indonesia. Berikut ini pesannya:

 

We are creating our own history!

Abi creates documentary films and photos.

Ibu produces awesome songs.Kak Gisca painted unexpected art works.Kak Rama expands his new skills in editing.Kak Merdi constructs her creativity in digital.

Raya formulates his fields in marketing and politics.

Ramiza designs his view for future films.Rafa and Radif are exploring their worlds and doing things independently.

Me? Long way to go, but, we were born for you, Indonesia.

Keberhasilan keduanya membuktikan bahwa disabilitas bukan penghambat meraih prestasi membanggakan bagi diri, keluarga dan bahkan negara. Mereka menjadi bukti bahwa kaum difabel juga generasi Indonesia yang mampu bersaing di kancah global.

 

 


Pernah Ikut Beasiswa AS

Peserta US-Indonesia Deaf Youth Leadership Exchange Kunjungi Jakarta (termasuk Surya Sahetapy). (State Dept. / Erik A. Kurniawan)

Surya Sahetapy pernah ikut US-Indonesia Deaf Youth Leadership Exchange yang digagas oleh Kedutaan Besar AS.

Menurut situs Kedutaan AS yang Liputan6.com pantau, sebanyak 18 pemuda-pemudi penyandang tunarungu (10 dari AS, delapan dari Indonesia) mengikuti program pertukaran perdana yang diselenggarakan oleh Kedubes AS.

Mereka, pada 4 Januari 2016 juga berkunjung ke rumah dinas Duta Besar Amerika Serikat, Wakil Duta Besar AS, Brian McFeeters.

Wakil dubes McFeeters mengatakan bahwa kesepuluh pemuda terbaik dan sukses dari AS tersebut, di mana di antaranya berprofesi sebagai pengacara, dokter, atlet profesional, dan staf Gedung Putih, bisa menjadi panutan bagi para penyandang tunarungu di Indonesia, terutama dengan adanya dukungan hukum, seperti Americans with Disabilities Act dan juga kepemimpinan delegasi penyandang tunarungu Indonesia.

Dalam program US-Indonesia Deaf Youth Leadership Exchange ini, para peserta program pertukaran didampingi oleh juru bahasa mereka akan berkunjung ke sejumlah komunitas dan organisasi tunarungu di berbagai daerah di Indonesia selama dua pekan. Mereka juga berkunjung ke AS selama dua minggu pada Juni 2016 untuk mengetahui lebih jauh isu-isu disabilitas di negara tersebut.

 

 


Aktivis Tuli

Surya Sahetapy, anak Ray Sahetapy dan Dewi Yull (Instagram/suryasahetapy)

Berdasarkan informasi yang Liputan6.com rangkum dari beragam sumber, Surya Sahetapy dikenal sebagai aktivis yang giat memperjuangkan hak-hak masyarakat tuli.

Surya sudah lama aktif mengadvokasi hak tuli dan disabilitas melalui kontribusi bersama organisasi tuli, GERKATIN, Pusat Layanan Juru Bahasa Isyarat dan Pusat Bahasa Isyarat Indonesia.

Surya juga merupakan co-founder Handai Tuli, yang bertujuan memfasilitasi dua pemahaman dari komunitas Tuli dan Dengar. Visi Surya adalah memastikan kesetaraan hak terhadap orang tuli dan disabilitas di Indonesia dan dunia, di mana dia percaya bahwa masih banyak cara untuk meningkatkan hak mereka.

Keterbatasan yang dialami Surya dalam mendengar, tidak membuatnya berhenti berjuang meraih segudang prestasi di beragam bidang.

Pemuda kelahiran tahun 1993 ini pernah meraih juara di bidang teknologi bagi penyandang disabilitas dalam ajang "Global IT Challenge for Youth with Disabilities" yang diselenggarakan oleh organisasi khusus PBB, UNESCAP, dan The Korean Society for Rehabilitation of persons with Disabilities di Thailand tahun 2013.

Selain itu, Surya juga pernah meraih "Young Voices Indonesia Award 2017" atas kampanyenya yang menonjol untuk Bahasa Isyarat Indonesia dan advokasinya terhadap berbagai isu disabilitas di Indonesia.

Tahun 2018, Surya mendapat "Ruang Guru Influencer Award" atas usahanya memperjuangkan hak-hak tuli dalam mendapat akses untuk "konten" informasi pendidikan dan informasi lain yang bermutu.

"Cobalah untuk berpikiran terbuka dan belajar dari mereka. Bahkan jika Anda tidak merasa percaya diri, Anda harus percaya diri. Belajar. Mengajukan pertanyaan. Dengan teknologi saat ini, ada begitu banyak peluang untuk terus belajar. Jangan takut untuk meminta apa yang Anda butuhkan. Tidak ada yang salah dengan itu. Dan ingat untuk bersabar. Ini tidak mudah, sulit tetapi dengan konsistensi Anda akan melewatinya," ucap Surya yang dituangkan dalam situs blog miliknya suryasahetapy.com.


Kiprah Surya di AS

Ilustrasi bendera Amerika Serikat (AS)

Mengutip blog pribadinya, Surya Sahetapy menempuh pendidikan master Secondary Education for Deaf and Hard of Hearing Students di RIT’s National Technical Institute for the Deaf (NTID).

Dia juga sudah menyelesaikan pendidikan sarjana Studi Global-Internasional dari Rochester Institute of Technology (RIT).

Dalam dua tahun terakhir, Surya sempat bekerja sebagai asisten peneliti di RIT’s National Technical Institute for the Deaf (NTID) Research Center on Culture and Language, yang fokus pada akses terhadap layanan kesehatan untuk komunitas tuli di Amerika Serikat.

Surya juga pernah bekerja di NTID’s Center on Access Technology and Center for Educational Outreach.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya