Kepincut Geothermal Indonesia, Jepang Jajaki Proyek Hidrogen Hijau Bareng PGE

Indonesia memiliki potensi geothermal yang sangat besar yaitu terbesar kedua di dunia

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 27 Feb 2023, 11:45 WIB
PT Pertamina Power Indonesia (Pertamina NRE) yang merupakan bagian dari PT Pertamina (Persero) dikunjungi oleh Duta Besar Jepang untuk Indonesia sekaligus membawa New Energy and Industrial Technology Development Organization (NEDO) dan Tokyo Electric Power Company Holdings, Incorporated (TEPCO HD) untuk studi bersama pengembangan Hidrogen Hijau pada Minggu (26/02) di Kantor PGE Area Lahendong di Kota Tomohon, Sulawesi Utara. (Dok. Pertamina)

Liputan6.com, Jakarta PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGE, IDX: PGEO), anak usaha PT Pertamina Power Indonesia (Pertamina NRE) yang merupakan bagian dari PT Pertamina (Persero) dikunjungi oleh Duta Besar Jepang untuk Indonesia sekaligus membawa New Energy and Industrial Technology Development Organization (NEDO) dan Tokyo Electric Power Company Holdings, Incorporated (TEPCO HD) untuk studi bersama pengembangan Hidrogen Hijau pada Minggu (26/02) di Kantor PGE Area Lahendong di Kota Tomohon, Sulawesi Utara.

Kunjungan ke PGE Area Lahendong dihadiri oleh Duta Besar Jepang untuk Indonesia Kanasugi Kenji, Executive Vice President & Chief Innovation Officer (CIO) TEPCO Chikara Kojima, Chief Representative NEDO Jakarta Yamashita Naoto, Chief Executive Officer (CEO) Pertamina NRE Dannif Danusaputro, dan Direktur Utama PGE Ahmad Yuniarto.

Pertamina NRE dan TEPCO HD akan menggabungkan teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) milik PGE dan teknologi produksi hidrogen milik TEPCO HD untuk mengembangkan teknologi operasional yang optimal dan mencapai produksi serta transportasi hidrogen hijau yang hemat biaya melalui studi bersama ini dan akan di support pengembangannya oleh NEDO.

Pada kesempatan yang sama Duta Besar Jepang untuk Indonesia menyampaikan Jepang dan Indonesia sepakat dalam mewujudkan konsep Asia Zero Emission Community (AZEC).

“Indonesia memiliki potensi geothermal yang sangat besar yaitu terbesar kedua di dunia, Jepang dan Indonesia memiliki tujuan yang sama untuk memperkuat kerja sama transisi energi, Hal ini juga merupakan kesepakatan kedua kepala negara antara Presiden Joko Widodo dengan Perdana Menteri (PM) Jepang Fumio Kishida dalam pertemuan bilateral pada saat KonferensiTingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali,” ucap Duta Besar Jepang Untuk Indonesia, Kanasugi Kenji.

Produksi hidrogen merupakan salah satu area bisnis geothermal Pertamina NRE ke depan. Pihaknya sedang mengembangkan pilot project untuk hidrogen hijau di area geothermal PGE dengan target produksi 100 kg per hari.

"Dengan potensi yang dimiliki, kami yakin dapat menjadi pionir dalam menghasilkan hidrogen hijau dan berkontribusi untuk pengurangan emisi karbon. Kami antusias agar dapat bekerja sama dengan TEPCO HD dalam pengembangan ini juga dengan NEDO,” ungkap Chief Executive Officer Pertamina NRE, Dannif Danusaputro.

 


Geothermal Terbesar di Dunia

Langkah PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) melakukan penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) dinilai sangat positif bagi perusahaan.

Direktur Utama PGE, Ahmad Yuniarto menjelaskan, PGE memiliki visi untuk menjadi perusahaan energi hijau kelas dunia dengan kapasitas geothermal terbesar di dunia dengan didukung oleh tiga pilar strategis yaitu mengoptimalkan area operasi yang sudah ada, memperluas geothermal value chain, dan mengembangkan area geothermal baru.

"Dengan kunjungan ini kami berharap dapat bekerja sama untuk menambah value pada energi geothermal,” ujar dia.

PGE dalam menjalankan bisnis terus berkomitmen untuk pengembangan panas bumi dan memastikan implementasi Environment, Social, and Governance (ESG) menjadi bagian terintegrasi dari bisnis panas bumi PGE.

Penerapan aspek-aspek ESG ini merupakan upaya dalam memberikan nilai tambah serta dukungan PGE pada program pemerintah terkait pemanfaatan energi baru terbarukan yang ramah lingkungan khususnya panas bumi.

Komitmen PGE dalam pengembangan energi panas bumi dapat berkontribusi dalam mencapai target pembangunan berkelanjutan goals ke 7 (energi bersih dan terjangkau), goals 12 (konstruksi dan produksi yang bertanggungjawab), goals 13 (penanganan perubahan iklim), dan goals 15 (ekosistem darat) pada SDGs (Sustainable Development Goals).

PGE saat ini mengelola 13 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) dengan kapasitas terpasang sebesar +1,8GW, dimana 672 MW dioperasikan dan dikelola langsung oleh PGE dan 1.205 MW dikelola dengan skenario Kontrak Operasi Bersama.

Kapasitas terpasang panas bumi di wilayah kerja PGE berkonstribusi sebesar sekitar 82 persen dari total kapasitas terpasang panas bumi di Indonesia, dengan potensi pengurangan emisi CO2 sebesar sekitar 9,7 juta ton CO2 per tahun.


Bebas Emisi, Energi Panas Bumi Jadi Andalan Indonesia Capai NZE 2060

PT Pertamina Gothermal Energy (PGE) menambah satu Wilayah Kerja (WK) Geothermal dalam rangka meningkatkan kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) sehingga saat ini PGE mengoperasikan 15 WK. Dok Pertamina

PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), anak usaha PT Pertamina (Persero), berkomitmen untuk merealisasikan target bauran energi baru terbarukan (EBT) 23 persen pada 2025 dan 24,2 persen pada 2030.

Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 mencatat pembangkit listrik panas bumi atau geothermal yang dapat menghasilkan energi dalam jumlah besar dan ramah lingkungan, menjadi kunci pencapaian target tersebut. Adapun hingga 2021, bauran energi EBT baru sebesar 11,5 persen.

Presiden Direktur PGE Ahmad Yuniarto mengatakan panas bumi sebagai salah satu komponen utama bauran energi menjadi pilihan karena karakteristiknya yang ramah terhadap lingkungan.

"Tidak hanya dalam aspek produksi tetapi juga aspek penggunaan sehingga berperan positif dalam transisi energi di Tanah Air," kata Yuniarto dikutip dari Antara, Kamis (9/2/2023).

Berdasarkan RUPTL 2021-2030 juga, PLN memproyeksikan akan ada tambahan pembangkit EBT yang terakumulasi sebesar 10,6 gigawatt (GW) hingga 2025 dan 18,8 GW hingga 2029. Peningkatan bauran energi EBT ini pun merupakan bagian dari komitmen menuju net zero emission (NZE) pada 2060.

Sebagai bentuk komitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca menuju NZE pada 2060, pembangkit listrik tenaga panas bumi menjadi salah satu yang mendominasi sistem tenaga listrik hingga 2030.

Lebih lanjut, Yuniarto menjelaskan pada saat menjalankan proses pengembangan dan pembuatan, tenaga panas bumi sepenuhnya juga hampir bebas dari emisi. Tidak ada karbon yang digunakan untuk produksi, kemudian seluruh prosedur juga telah bebas dari sulfur yang umumnya telah dibuang dari proses lainnya yang dilakukan.

"Itu keuntungan menggunakan energi panas bumi jika dibandingkan dengan energi konvensional. Jika dibandingkan dengan sesama energi baru terbarukan, panas bumi tidak memiliki dampak terhadap ekologi maupun limbah radioaktif, teknologi yang sudah lebih 'mature', dan stabil seiring dengan tingginya potensi yang dimiliki Indonesia," ujarnya.

 

Infografis Kebakaran Kilang Pertamina Balongan Indramayu

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya